Gunung Semeru Bertopi, dan 4 Fakta Menarik di Kawasan Ini
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Tulus Wijanarko
Rabu, 12 Desember 2018 12:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena puncak Gunung Semeru bertopi pada Senin, 10/12, lalu telah menarik perhatian netizen. Banyak dugaan beredar mengenai peristiwa yang jarang terjadi tersebut.
Namun Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo dalam akun twitter-nya pada Senin lalu menjelaskan bahwa “topi” di Gunung Semeru tersebut diakibatkan oleh awan altocumulus lenticularis yang mengalami turbulensi di atas gunung.
Gunung Semeru beserta Gunung Bromo yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Bromo Tenger Semeru, memang selalu menarik perhatian, ada atau tidak pertiswa alam unik yang menyertainya. Gunung ini menjadi salah satu target para penggemar kegiatan luar ruang (outdoor) untuk dikunjungi.
Para pendaki gunung, peminat kebudayaan, hingga penghobi fotografi lenskap selalu ingin berkunjung ke Gunung Semeru. Berikut 4 fakta menarik seputar gunung Semeru dan Bromo.
1. Waktu terbaik pendakian dan kunjungan
Kepala Seksi Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Lumajang Yuli Annisa mengatakan musim-musim terbaik yang bisa diacu wisatawan untuk menyambangi kawasan TNBTS, khususnya Bromo dan Semeru, adalah pada bulan April dan Mei.
Karena pada saat itu, kawasan Bromo dan Semeru sedang hijau segar. Pada bulan tersebut, biasanya tanaman, seperti rumput dan pepohonan, tumbuh subur.
Hujan memang akan turun sesekali, namun tidak mengganggu aktivitas kunjungan. Hujan justru membuat rerumputan yang terkena debu tersapu air. “Makanya penampakan pemandangannya sedang bagus-bagusnya saat bulan tersebut,” kata Yuli, September, 2018.
Musim kering akan terjadi pada Juli hingga Agustus. Cuaca relatif panas dan angin terasa kering. Rerumputan dan pepohonann di sekitar kawasan TNBTS biasanya meranggas. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya pada pertengahan Oktober, wilayah TNBTS akan mengalami musim basah atau mulai terjadi peningkatan curah hujan. Saat itu, kawasan sabana Gunung Bromo dan jalur trekking Gunung Semeru akan becek dan cenderung berlumpur.
2. Kawasan Ekowisata Terbaik
Kawasan Bromo Tengger Semeru adalah salah satu destinasi ekowisata terbaik di Indonesia. Pengembangan ekowisata di Bromo selama ini menjadi contoh dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism).
Kementerian Pariwisata sangat antusias dan mendukung program ini. Deputi Pemasaran I Kementerian Pariwisata I Gde Pitana menyatakan hal ini sebagai salah satu bentuk diversifikasi produk wisata yang baik untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.<!--more-->
Menurut International Ecotourism Society, ekowisata didefinisikan sebagai perjalanan yang bertanggung jawab untuk melestarikan daerah-daerah yang masih alami, menjaga kesejahteraan masyarakat, serta melibatkan interpretasi dan pendidikan.
Salah satu ekowisata yang dikemabngkan adalah di Desa Wisata Ngadas, Kabupaten Malang. Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila bekerja sama dengan University of Westminster pernah menggagas program wisata edukasi tentang ekowisata berbasis masyarakat di desa ini pada 4-10 Februari 2018.
Program yang bertajuk Bromo International Ecotourism Field School 2018 ini mengajak wisatawan mendapat pengetahuan dan pengalaman langsung dari komunitas lokal.
3. Peninggalan Kolonial di Sukapura, Probolinggo
Bangunan tua peninggalan kolonial Belanda yang berada di lereng Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, bisa menjadi alternatif wisata di kawasan itu. "Kecamatan Sukapura dikenal sebagai kecamatan pusaka karena banyak berdiri gedung kuno peninggalan kolonial Belanda yang masih terawat dengan baik sekali," kata Camat Sukapura Yulius Christian di Probolinggo, November 2017.
Yulius mencontohkan gedung putih rumah dinas Camat Sukapura yang merupakan peninggalan kolonial Belanda. Gedung itu dibangun pada awal 1900. Ada juga bekas gudang kopi yang dibangun pada 1818.
Sekarang bangunan bekas gudang kopi yang masih terawat baik itu ditempati Sekolah Dasar Negeri Sapikerep 1. Bahkan, di SD itu, juga terdapat bangku dan lemari kuno peninggalan Belanda tertanggal 8 Maret 1929.
Di Sukapura, menurut Yulius, juga banyak perajin batik tulis. Karya batik di sini banyak mengangkat motif lokal dan menggunakan pewarna alam
4. Jazz Gunung Bromo
Ada perhelatan musik tahunan di Bromo, yakni Jazz Gunung Bromo. Perhelatan ini diadakan sejak 2009 di amfiteater terbuka Jiwa Jawa Resort di Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Probolinggo.
Tempat pertunjukan yang berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut tersebut berkapasitas sekitar 400 penonton.
Menurut penggagasnya, Sigit Pramono, amfiteater terbuka itu adalah yang tertinggi di Indonesia. "Mungkin ada di tempat lain yang lebih tinggi, tapi di lapangan. Sedangkan ini di amfiteater khusus yang dibuat untuk penyelenggaraan konser musik jazz," ujar pemilik Jiwa Jawa Resort ini suatu ketika.
ANTARA| FRANCISCA CHRISTY ROSANA | DAVID PRIYASHIDARTA (PROBOLINGGO)