TEMPO.CO, Surabaya – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) sudah membuka kembali akses sejak Sabtu, 27 Februari 2016 lalu. Meski telah dibuka, wisata kaldera Gunung Bromo itu masih sepi. Pengusaha tur wisata menyatakan butuh minimal satu bulan untuk menarik minat para wisatawan.
“Baru dibuka minggu lalu, jadi anggota kami baru tahu. Mereka baru mulai menjual paket wisatanya, nggak bisa instan,” ujar Wakil Ketua Asosiasi Tur dan Agensi Perjalanan Indonesia (Asita) DPD Jawa Timur, Gondo Hartono kepada Tempo, Rabu, 2 Maret 2016.
Gondo mengungkapkan, butuh waktu sekitar satu bulan untuk menawarkan paket tur Gunung Bromo kepada wisatawan domestik. Sebab, wisatawan domestik berpotensi melakukan perjalanan sebulan ke depan karena menyesuaikan dengan liburan panjang. “Kecuali wisatawan yang tinggalnya dekat dengan Jawa Timur, mereka bisa langsung datang.”
Sedangkan untuk wisatawan mancanegara, para pengusaha membutuhkan waktu lebih lama. Gondo memperkirakan waktu antara 2 hingga 3 bulan untuk menyusun paket tur dan menjualnya. “Setelah dipromosikan, wisatawan mancanegara juga perlu booking dulu,” kata dia.
Menurut dia, masih terdapat banyak kendala guna mendatangkan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, ke Jawa Timur. Meski sejatinya memiliki potensi yang tak kalah dibandingkan Bali, kemasan promosi pariwisata provinsi ini dinilai kurang apik. (Baca: Wisata Kaldera Bromo Kembali Dibuka, Pengunjung Masih Sepi)
Gondo mengungkapkan, biro perjalanan di luar negeri masih belum melirik potensi wisata di Jawa Timur. Selain itu, Gunung Bromo misalnya, perlu dipromosikan lebih dari sekadar sebagai wisata alam. “Mustinya tidak hanya lihat alam indahnya Bromo. Tapi apa yang bisa dilihat di tengah perjalanan, misalnya kuliner dan oleh-oleh yang bisa dibawa pulang,” tutur dia.
Kurangnya promosi itu dibenarkan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur (Jatim). Ketua PHRI Jatim, M. Soleh, menilai kemasan pariwisata provinsi ini kurang menarik.
Selain itu, pengelolaan tempat wisata oleh pemerintah provinsi, kurang profesional. Soleh menyebutkan, hal itu tercermin dari jumlah pos penarikan karcis masuk yang cenderung mempersulit wisatawan. “Pos penarikan karcis meskipun resmi, ada tiga sehingga memperlambat perjalanan. Seharusnya dijadikan satu saja,” ujar dia. Tarif yang memiliki standar juga mempengaruhi citra pelayanan.
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sudah membuka kembali akses sejak Sabtu, 27 Februari 2016 lalu. Sesuai rekomendasi PVMBG berupa penurunan status Gunung Bromo menjadi waspada (level 2), kawasan kaldera Bromo dibuka secara terbatas. Masyarakat dan wisatawan dapat beraktivitas di kaldera Tengger atau lautan pasir, namun tak diperkenankan ke kawah Gunung Bromo. (Baca: Ketika Gemuruh dan Erupsi Bromo Pikat Wisatawan Prancis)
ARTIKA RACHMI FARMITA