Sego Gurih, Pelengkap Ritual Malam Sura di Keraton Yogyakarta

Rabu, 12 September 2018 16:56 WIB

Sejumlah abdi dalem Keraton Yogyakarta mengikuti tradisi Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng di Keraton Yogyakarta, DI Yogyakarta, 22 September 2017. Dalam tradisi menyongsong Tahun Baru Jawa 1 Suro 1951 Dal/1439 H itu para abdi dalem bersama ribuan warga melakukan ritual mengitari Beteng Keraton Yogyakarta sambil tapa bisu atau berjalan tanpa bicara sebagai salah satu bentuk refleksi diri. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ada hal yang tak pernah tertinggal dalam perayaan ritual Mubeng Beteng Tapa Bisu atau berjalan diam mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta untuk menyambut Tahun Baru Jawa 1 Sura, seperti yang terlaksana pada Selasa, 11 September 2018, yakni makan bersama dengan menu nasi gurih (sego gurih) di malam Sura.

Sebelum peserta yang jumlahnya ribuan itu mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta, digelar acara melantunkan tembang Macapatan. Selain itu, ada dahar kembul atau makan bersama hidangan unik berupa nasi gurih yang dibagikan para abdi dalem kepada para peserta malam Sura.

Makanan khas untuk dahar kembul yang dibagikan itu berisi nasi, lalapan, telur puyuh, daun kemangi, mentimun, dan kerupuk kulit sapi. Semuanya dibungkus dengan wadah berbahan kertas mirip pincuk.

Nasi gurih dari para abdi dalem ini sebagai simbol agar hidup manusia tidak hambar setelah melakukan refleksi diri kepada Tuhan lewat berjalan diam Mubeng Beteng.

Begitu nasi gurih dibagikan, ribuan warga serentak mendekat dan antre. Setelah mendapatkan sajian itu, mereka menyantap bersama seraya duduk lesehan di halaman Keben Keraton Yogyakarta, tempat awal dan akhir ritual Mubeng Beteng.

Advertising
Advertising

Meski berebut, situasi tetap terjaga dan tertib. Tak ada saling dorong, mau menang sendiri, atau membuat suasana menjadi gaduh. "Dahar kembul dan tembang Macapatan menjadi bagian Mubeng Beteng sebagai bentuk rasa syukur," ujar Panitia Mubeng Beteng atau Carik Tepas Ndoro Puro Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung Wijoyo Pamungkas.

Seorang warga asal kampung Purwodiningratan, Yogyakarta, Akbar Nurizki Kurniawan, 20 tahun, ikut mengantre nasi gurih tersebut bersama sejumlah sanak keluarganya. Mereka semua mengenakan busana peranakan lengkap. "Berhasil mendapatkan nasi gurih itu rasanya seneng karena penuh perjuangan," kata dia.

Adapun Hanif Nasution, seorang wisatawan yang turut dalam perayaan malam Sura, mengaku kurang tahu persis ritual budaya saat itu. Namun ia datang untuk menuntaskan rasa penasarannya. "Mumpung masih sekolah di Yogya," ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)

Berita terkait

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

19 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

21 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

30 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

50 hari lalu

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

51 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

51 hari lalu

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

27 Februari 2024

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam

Baca Selengkapnya

Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

11 Februari 2024

Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.

Baca Selengkapnya

Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

7 Februari 2024

Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

Alam Ganjar menuturkan lawatan ke Keraton Yogyakarta ini menjadi kunjungannya kembali setelah sekian lama tak menyambanginya.

Baca Selengkapnya