Ranu Klakah dan Sejumlah Misteri yang Belum Terungkap

Minggu, 15 April 2018 09:40 WIB

Danau Ranu Klakah. TEMPO/DAVID PRIYASIDHARTA

TEMPO.CO, Jakarta - Air Ranu Klakah di Kecamatan Klakah, Lumajang, Jawa Timur, tak beriak sedikit pun pagi itu, Senin, 9 April. Permukaannya anteng dan warna airnya bening membentuk refleksi.

Di ekor ranu alias danau itu, bayangan Gunung Lemongan yang membuntutinya terlihat nyata. Refleksi gunung dalam air tampak seperti dua segitiga sama kaki yang bertaut.

Pemandangan pagi di Ranu Klakah dengan latar gunung berketinggian 1.651 mdpl ini makin komplet dengan munculnya aktivitas seorang warga lokal pencari ikan. Ia menunggang getek, lalu menebar jaring insang atau gillnet dari tepi hingga lambung danau.

Baca juga: Wisatawan Gunung Semeru Dilarang Mandi di Ranu Pane

Sejumlah fotografer, yang juga merupakan wisatawan dari Jakarta, memotret panorama pagi itu. Pemandangan seperti ini konon langka bagi orang-orang yang hidup di daerah urban.

Advertising
Advertising

“Banyak wisatawan ke sini pagi-pagi. Pemandangan pagi di sini langka karena ini satu-satunya danau yang berhadapan langsung, lurus, dan simetris dengan Gunung Lemongan,” kata seorang budayawan lokal, Abdullah AL-Kudus alias Aak.

Ranu Klakah membentang seluas lebih dari 20 hektare. Danau itu merupakan danau maar yang terbentuk karena letusan gunung berapi. Di sekitar Ranu Klakah terdapat danau maar lainnya. Ada 13 jumlahnya. Seluruhnya ialah maar yang terisi air dan terbentuk karena aktivitas vulkanis Gunung Lemongan.

Kedalaman Ranu Klakah mencapai 28 meter. Di dalamnya hidup beragam jenis ikan, seperti mujair, gabus, dan wader. Pada Juli hingga Agustus, pada waktu tertentu, ikan-ikan di Ranu Klakah akan mabuk dan pingsan. Kata Aak, peristiwa ini dikenal dengan musim koyok. “Kandungan belerang naik, dan ikan teler,” katanya.Suasana pagi di Ranu Klakah, Lumajang, Jawa Timur, Senin, 9 April. Tempo/Francisca Christy Rosana

Bagi penduduk setempat, musim koyok adalah peristiwa yang cukup misterius. Datangnya tak bisa dikira-kira jauh-jauh hari. Namun dapat diprediksi semalam sebelum musim itu tiba. “Malam sebelum musim koyok, suhu di sekitar Ranu Klakah dingin sekali. Lalu air di danau ini bau belerang,” tutur Aak.

Di balik panoramanya yang menyedot perhatian, Ranu Klakah menyimpan misteri lain yang hingga kini ramai menjadi buah bibir. Tentu, selain musim koyok, ada sejumlah ular bernama selanceng yang dipercaya hidup di dasar ranu.

Ular selenceng memilihi logo V berwarna emas di kepalanya. “Terakhir ular itu muncul pada 1992 dan disaksikan banyak orang,” katanya. Ular selenceng yang menampakkan diri itu ukurannya sangat besar. Kepala dan ekornya berada di ujung danau yang terpisah. “Kepalnya di sini, ekornya di sana,” kata Aak sambil menunjung jauh lokasi dilihatnya ekor ular.

Di luar alkisah yang penuh misteri, Ranu Klakah menjadi sumber hidup bagi warga setempat. Airnya yang berkubik-kubik banyaknya dimanfaatkan untuk mengairi 620 hektare sawah. Sedangkan ikannya dipancing setiap hari untuk makan dan dijual.

Ranu Klakah terpaut 2,7 kilometer jaraknya dari Stasiun Klakah. Bila ingin berkunjung, wisatawan bisa naik ojek atau kendaraan sewa dari Stasiun Klakah dengan waktu tempuh lebih-kurang 10 menit.

Berita terkait

Mantra-mantra Alam 5 Ranu Pemikat Hati dari Lumajang

8 November 2018

Mantra-mantra Alam 5 Ranu Pemikat Hati dari Lumajang

Kisah itu tertuang dalam notes kecil yang dibawa dari Jakarta. Tertanggal 5 April 2018, sebuah jurnal ekspedisi enam ranu di Ranu Kumbolo pun dimulai.

Baca Selengkapnya