Yogyakarta Bicara Hotel dan Kampung di Belakangnya
Editor
Sunu Dyantoro
Kamis, 8 Januari 2015 00:48 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah aktivis, yang selama ini aktif memprotes maraknya pembangunan hotel di Kota Yogyakarta, berencana melakukan kampanye penyadaran ke warga di kampung-kampung. Salah satu dari penggagas kampanye itu, Elanto Wijoyono mengatakan aksi itu berupa edukasi ke warga kampung-kampung di Kota Yogyakarta dan sekitarnya tentang cara menyikapi rencana pembangunan hotel atau mall di dekat permukiman mereka. "Sasaran kami semua kampung di DIY, jadi ini mirip pendidikan mitigasi bencana kepada masyarakat," kata Elanto. (Baca:Pelesir dan Belanja Sayur Organik di Yogyakarta)
Dia memaparkan rencana komunitasnya itu saat menghadiri Diskusi bertema "Konstruksi Advokasi Perbaikan Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta" di Sekretariat Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), di kawasan Banguntapan, Bantul pada Rabu siang, 7 Januari 2015. Pusham UII menggelar diskusi itu dengan mengundang kalangan aktivis dan akademikus dari sejumlah kampus.
Menurut Elanto pemaparan materi edukasi itu akan selalu dibarengi dengan pemutaran film dokumenter "Belakang Hotel." Film ini, menurut dia, menggambarkan dengan apik kasus akibat buruk ke masyarakat dari pembangunan hotel yang serampangan di Kota Yogyakarta. "Untuk meningkatkan kewaspadaan mereka," kata dia. (Baca: Parangtritis Dipadati Pelancong Libur Tahun Baru)
Selain itu, materi lain berupa pemahaman mengenai cara menganalisis potensi risiko pembangunan hotel atau mall terhadap kondisi cadangan air tanah di permukiman sekitarnya. Elanto menambahkan ada juga materi edukasi mengenai cara memahami konsep desain hotel, analisis pada pemenuhan syarat perizinannya hingga isi Amdal. "Termasuk bagaimana warga menyikapi kegiatan sosialisasi pembangunan," kata Elanto.
Dia menjelaskan strategi ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai risiko terhadap makin banyaknya pembangunan hotel di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Selama ini, dalam pengamatannya, banyak komunitas warga di DIY sering baru menyadari efek buruk pembangunan hotel, apartemen atau bangunan usaha skala besar lainnya setelah menerima dampak saja. (Baca: Belajar ke Lumbung Pangan Nol Pestisida)
Saat berbicara di diskusi itu, salah satu Dewan Pembina Pusham UII, Busyro Muqoddas mengingatkan di banyak daerah seringkali terjadi penyalahgunaan kewenangan pemberian izin usaha di periode mendekati Pilkada. Kesimpulan itu muncul dalam kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan di ratusan kabupaten dan kota. "Banyak kepala daerah yang bersih dalam penggunaan anggaran, tapi bermasalah di urusan pemberian izin usaha karena memainkannya," kata mantan Ketua KPK tersebut.
Dia menambahkan karakter mayoritas izin-izin bermasalah seperti itu biasanya kerap melabrak syarat prosedural pemberiannya. Substansi isi persyaratan pemberian izin, seperti Amdal dan lainnya, juga sering tidak berkualitas. Ciri lainnya, praktik pemberian izin bermasalah selalu minim transparansi ke publik.
Makanya, menurut Busyro, fenomena banjir hotel di Kota Yogyakarta dan sekitarnya semestinya menggugah kepedulian banyak pihak dari kalangan masyarakat, aktivis hingga akademikus. Dia mendesak ada evaluasi terhadap semua izin pengoperasian hotel untuk memastikan tidak adanya dampak buruk dari segi sosial, budaya dan ekonomi warga di sekitarnya. "Semua pihak harus peduli dengan kondisi sekarang," kata dia.
Di tempat yang sama, Direktur Lembaga Konsultasi dan bantuan Hukum (LKBH) UII, Zairin Harahap menengarai banyak celah hukum yang mengakibatkan sejumlah izin bangunan hotel dan mall di Yogyakarta tetap legal meskipun bermasalah dalam praktiknya. Dia berpendapat masyarakat semestinya aktif mengawasi semua penyusuna aturan dan kebijakan pemerintah daerah. "Harus ada yang rajin melototi," kata dia.
Salah satu celah hukum, menurut Zairin, ialah kepala daerah memiliki kewenangan diskresi untuk memberikan sanksi atau tidak dalam kasus izin bangunan usaha bermasalah. Akibatnya, kepala daerah bisa saja tidak mengeluarkan sanksi ketika ada kasus bangunan sudah berdiri, tapi izin baru dalam proses pengurusan. Makanya, Zairin menambahkan, di banyak kasus izin usaha bermasalah di berbagai daerah, upaya pembatalannya hanya bisa lewat pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Celah hukum seperti ini, menurut Zairin, memunculkan banyak protes masyarakat ketika orientasi pemerintah daerah dalam mengeluarkan izin usaha berfokus melulu mencari keuntungan ekonomi. Apalagi, ada dorongan kuat agar pemerintah daerah terus memperbesar nilai pendapatannya. "Akhirnya, izin menjadi komoditas yang mudah diperjualbelikan," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Baca berita lainnya:
Vonis Tommy Soeharto Jadi Novum Terpidana Mati
Khotbah Jumat Ngawur, NU: Jemaah Boleh Interupsi
Moeldoko Ngiler Lihat USS Sampson dan Sea Hawk
Ekor Air Asia Ditemukan, Penyelam Kehabisan Oksigen
Interupsi Khotbah Jumat Ngawur Boleh, Ini Dasarnya