Couch Surfing, Membangun Jaringan dengan Traveling
Editor
Kodrat setiawan
Senin, 15 Desember 2014 03:54 WIB
TEMPO.CO, Makassar - Sebanyak 30 lembar foto berada dalam satu bingkai. Mereka bergantung di atas tali putih yang membentang, terjepit bak jemuran pakaian di Rumata’ Art Space, 29-30 November lalu.
Ada enam baris tali yang terbentang. Di baris pertama, ada Fort Rotterdam dan Pelabuhan Paotere di Makassar, Jam Kota di Manado, Little India di Kuala Lumpur, dan Sanam Luang di Bangkok. Lalu, baris tali kedua seakan membawa kita berjalan-jalan ke Kawah Putih di Jawa Barat, danau buatan di Balikpapan, air terjun Mata Buntu di Sorowako, serta Telaga Warna di Puncak Prau-Dieng, Jawa Tengah, dan pemandangan langitnya.
Tak melulu panorama, fotografer si empunya foto-foto itu juga merekam sisi lain perjalanannya dan menggantungnya pada baris tali lainnya. Seperti tau-tau—patung manusia yang terbuat dari kayu—dan tengkorak Londa di Toraja. Ada juga sajian pisang epe di Makassar dan roti canai di Malaysia.
Di antara barisan foto-foto yang tergantung itu, ada sebaris foto yang fokus pada wajah anak-anak. Beberapa judul foto anak-anak itu berikut lokasi pengambilan fotonya, di antaranya Tatapan tanpa Dosa (Penang), Senyum Manis(Bangkok), Bocah Depan Rumah dan Penari Cilik (Toraja), serta Gadis Cilik dan Bunga (Lakkang di Makassar).
<!--more-->
Secara keseluruhan, foto-foto itu dicetak dalam berbagai ukuran. Couch Surfing Photos Exhibition, nama pameran ini, sebenarnya menampilkan ratusan foto, tapi tak semua dipajang di tali. Beberapa foto disusun dalam album, diletakkan di atas meja di tengah ruang pameran.
Ketua panitia pameran Roy Sibolga mengatakan kegiatan ini adalah salah satu cara komunitas Couch Surfing untuk berbagi pengalaman dan bertukar cerita perjalanan. Ada banyak cerita perjalanan yang disajikan, dari keindahan alam, landmark, kultur, dan kegiatan sehari-hari masyarakat di beberapa tempat di dunia yang telah dikunjungi. “Ini cara kami mengajak teman-teman untuk traveling,” kata Roy.
Tak sekadar menggugah keinginan untuk melakukan traveling, Roy berharap melalui pameran ini semakin banyak juga yang bisa berbagi informasi mengenai tempat-tempat menarik. Termasuk berbagi info tentang akses untuk memudahkan perjalanan, karakter orang-orang di beberapa tempat berbeda, serta tips saat berkunjung ke suatu tempat. “Melakukan perjalanan adalah salah satu cara untuk semakin menghargai Tanah Air,” Roy menambahkan.
Koordinator Couch Surfing Makassar Rian Borahima mengatakan komunitas ini hadir dari orang-orang yang sama menyukai perjalanan. Dari perjalanan itulah kemudian teman-teman lokal di suatu kawasan bertambah. “Beberapa hasil interaksi teman-teman ada yang dalam bentuk foto dan video perjalanan mereka,” kata Bora—sapaan akrab Rian.
<!--more-->
Irawati Tahir, anggota Couch Surfing Makassar, mengatakan pihaknya menerapkan “kode etik” dalam trip bersama komunitas yang dipimpinnya, yakni dilarang membawa atau mengkonsumsi minuman beralkohol. Menurut dia, Couch Surfing hadir di mana para anggotanya berbagi hidup, pengalaman, perjalanan, bahkan rumah mereka. “Tak sekadar membangun koneksi atau jaringan, tapi juga menghadirkan toleransi, penghormatan, dan penghargaan terhadap perbedaan.”
Manajer Operasional Rumah Budaya Rumata Abdi Karya mengatakan karya foto ini adalah sudut pandang orang-orang yang sedang jalan-jalan. Rumah Budaya Rumata, kata dia, hadir untuk memberi ruang segala bentuk kreativitas. “Sebuah kota harus hadir dengan tidak sekadar temu karya, tapi bisa dimulai dari inisiatif kecil seperti ini,” kata Abdi.
IRMAWATI
Berita lain:
Kemenkoinfo: TPI Tak Berhak Bersiaran
Ditemukan 10 Korban Longsor dalam Satu Mobil Colt
Ini Kegiatan Jokowi di Lokasi Longsor Banjarnegara