TEMPO.CO, Banyumas--Dengan penuh kehati-hatian, Bambang Setianto membersihkan sejumlah patung dewa dengan air kembang tujuh rupa. Baju ditanggalkan dan setiap sudut patung tak lepas dari pembersihan. Ritual tahunan menyambut imlek tahun 2565 itu dilakukan bersama-sama penganut Tri Dharma di Klenteng Boen Tek Bio Banyumas.
"Harus benar-benar bersih agar sembahyang nanti bisa diterima yang Maha Kuasa," kata Bambang yang juga Ketua Rumah Peribadatan Boen Tek Bio Banyumas, Jumat (24/1).
Bambang mengatakan, tidak hanya patung dewa yang disucikan menjelang imlek yang akan jatuh pekan depan itu. Namun, seluruh perlengkapan peribadatan dibersihkan semua. Termasuk tempat lilin dan dupa serta altar pemujaan lainnya.
Tahun ini, kata dia, selain upacara keagamaan, panitia juga akan menggelar acara ruwatan massal lintas agama. Ruwatan atau Ci Swa tersebut merupakan salah satu rangkaian perayaan Imlek tahun ini. "Setiap anak sulung yang ikut ritual ini akan dibuang sialnya," imbuhnya.
Bambang mengatakan, selain ruwatan, perayaan Imlek juga akan dimeriahkan dengan perayaan Cap Go Meh lintas agama. Perayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih mempererat persaudaraan antarumat beragama.
Puncak perayaan Imlek akan digelar pada 31 Januari malam. Pada malam puncak tersebut, sejumlah 250 lilin baik yang berukuran besar maupun kecil akan dinyalakan. Selain itu, sebanyak 999 lampion juga akan dinyalakan oleh mereka. "Tujuannya untuk memohon keselamatan di tahun baru ini," katanya.
Ia menambahkan, tahun ini perayaan Imlek tidak dilakukan secara mewah. Menurutnya, perayaan dilakukan secara sederhana karena tahun ini bangsa Indonesia masih dalam kondisi prihatin.
Humas Boen Tek Bio Subitananda menambahkan, tahun lalu ada 2.000 peserta ruwatan. Sedangkan tahun ini baru sekitar 700 pendaftar. "Dari luar negeri juga ada yang ikut," katanya.
Subitananda mengatakan, filosofi Ci Swa dan ruwatan dalam tradisi Jawa sama saja. Ia mengatakan, tradisi ini sudah dilakukan di Boen Tek sudah dilakukan sejak tahun 1980. Menurutnya, akulturasi budaya sudah terjadi sejak jaman dahulu di klenteng tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya altar persembahan di klenteng tersebut biasa digunakan oleh masyarakat tionghoa dan Jawa.
Terkait ruwatan tersebut, ia mengatakan hanya untuk anak laki-laki sulung. "Anak laki-laki sulung tidak harus anak pertama, mungkin ada anak perempuan sebagai anak pertama," katanya.
Mengapa harus anak laki-laki? Subitananda mengatakan, anak laki-laki merupakan calon pemimpin rumah tangga nantinya. Sebagai pemimpin rumah tangga, ia harus dibuang sengkala atau nasib buruknya.
Tahun ini, kata Subitananda klenteng tidak menyelenggarakan wayang sebagai rangkaian imlek. "Kalau 10 tahun lalu ada, tapi kini kami kurang orang untuk mengurusinya," kata dia.
Andre Kurniawan, 16 tahun, salah satu anak yang akan mengikuti ruwatan tersebut mengatakan, ritual tersebut dia percayai bisa menghilangkan nasib sial dirinya. "Supaya nanti kalu ujian nasional saya bisa lulus," katanya.
Ia mengatakan, baru tahun ini ikut ruwatan. Sebab, baru tahun ini ia merasa terpanggil untuk mengikuti ruwatan yang sudah menjadi budaya dalam keluarganya/
Terkait umur, Subitananda mengatakan, tidak ada batasan umur bagi siapapun untuk mengikuti ruwatan. "Bahkan ada yang baryu mengikuti ruwatan setelah umur 50 tahun," katanya.
Tahun ini, ruwatan juga akan diikuti oleh warga dari luar negeri seperti Jerman, Australia, Amerika, singapura dan negara lainnya. Hanya saja mereka tidak hadir di acar ruwatan tetapi diwakilkan. "Hanya semacam jimat dari kantong berwarna merah yang dikirimkan oleh perwakilan mereka di sini," katanya.
ARIS ANDRIANTO
Baca juga:
Wisata Indonesia Diminati di Austria
Menikmati Soto Banjar Dengan Musik Panting
Benarkah ada India dan Cina dalam Soto
Sehari, Warga Lamalera Tangkap Tiga Paus