TEMPO.CO, Kediri - Mengelola wisata alam gunung berapi bukan persoalan mudah. Diperlukan kesadaran tinggi dari pengelola untuk memperhatikan keselamatan pengunjung. Salah satu contohnya Gunung Kelud, yang berdaya letus tinggi tapi tetap menjadi primadona wisatawan.
Letusan Gunung Kelud yang terjadi pada 2014 menjadi bukti kedahsyatan gunung api ini. Tak hanya merusak ribuan bangunan dan rumah penduduk, lontaran material vulkanisnya juga melumpuhkan operasional transportasi darat dan sejumlah bandar udara di Indonesia. “Letusan itu bisa dikategorikan bencana nasional,” kata Krisna Setiawan, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kediri kepada Tempo, Senin, 3 Juli 2017.
Namun, dalam waktu cepat, Pemerintah Kabupaten Kediri memutar otak menghidupkan kembali wisata alam terbaik di Jawa Timur itu, dengan tetap memperhitungkan ancaman keselamatan. Di antaranya menggeser paradigma wisatawan tentang destinasi kawah menjadi pemandangan alam.
Kawah Gunung Kelud, yang sebelumnya menjadi daya tarik utama pengunjung, digeser ke lokasi lain di bawahnya. Melalui pemetaan wilayah dan potensi alam, dinas pariwisata setempat membangun destinasi baru di kaki Gunung Kelud agar tak terjebak pada pesona kawah. “Sekarang konsepnya menjadi wisata alam dengan pemandangan Gunung Kelud,” kata Krisna.
Bersama Perusahaan Daerah Margomulyo yang mengelola kawasan hutan di lereng Gunung Kelud, satu per satu lokasi wisata dibangun. Di antaranya Taman Argo Bunga, Patung Lembusuro, wisata off-road dengan armada jip, pusat oleh-oleh, kebun kopi, hingga wisata petik nanas. Semua destinasi tersebut dibangun di luar zona larangan yang ditetapkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.
Meski sempat dikhawatirkan akan terjadi penurunan pengunjung, perlahan-lahan wisata baru tersebut menjadi daya tarik tinggi. Di hari libur tingkat kunjungan yang terpantau dari penjualan tiket masuk mencapai angka di atas 1.000 orang. Untuk mengatur aktivitas kunjungan, pengelola Kelud membatasi jam wisata pukul 07.00-16.00 WIB.
Konsep membangun destinasi wisata baru di luar zona larangan ini juga didukung dengan pola letusan Gunung Kelud yang terjadi periodik. Menurut perkiraan, gunung berapi ini akan memuntahkan material vulkanik dalam kurun waktu 14 tahun sekali. Ini memberi jeda waktu bagi pemerintah daerah setempat untuk mendulang keuntungan wisata tanpa mengabaikan keselamatan masyarakat.
Kepala pos pemantauan Gunung Kelud PVMBG di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Khoirul, mengatakan zona larangan yang ditetapkan di wilayah Gunung Kelud tak boleh dilanggar. Hal ini untuk memberi ruang kepada gunung api tersebut melakukan aktivitas vulkanisnya tanpa diganggu perilaku manusia. “Makanya setiap batas larangan kita kawal secara ketat melalui CCTV dan patroli,” tuturnya.
Dia juga berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kediri yang tak memaksa untuk mengeksploitasi Gunung Kelud demi mengejar keuntungan wisata. Pembangunan destinasi selain kawah dinilai menjadi solusi tepat guna menjaga keamanan pengunjung dengan tetap menikmati pemandangan Gunung Kelud.
HARI TRI WASONO