TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta (PRJ), adalah pameran tahunan terbesar di Indonesia yang diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Jakarta. Acara ini telah menjadi simbol perayaan yang kaya akan sejarah dan tradisi, serta menjadi ajang bagi promosi produk lokal dan budaya Indonesia.
Sejarah Jakarta Fair tidak dapat dipisahkan dari Pasar Malam Gambir yang digelar pertama kali pada 31 Agustus 1898. Acara ini diadakan sebagai perayaan penobatan Ratu Wilhelmina dari Belanda dan berlangsung dari akhir Agustus hingga pertengahan September setiap tahunnya. Pasar Malam Gambir diadakan di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Pada masa kolonial Belanda, Pasar Malam Gambir menjadi ajang yang sangat dinantikan oleh masyarakat Batavia (nama lama Jakarta). Selain menawarkan berbagai produk dan kuliner khas, acara ini juga menjadi tempat bagi berbagai hiburan, termasuk pertandingan tinju yang mempertemukan petinju pribumi dengan orang Belanda. Pertandingan ini tidak hanya diadakan di Pasar Gambir tetapi juga di lokasi lain seperti Deca Park (sekarang lapangan Monas), Varia Park (Krekot), dan Princen Park (Lokasari).
Melansir dari laman resmi Jakarta Fair, pada tahun 1968, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mengusulkan untuk menyatukan berbagai pameran dan pasar malam di Jakarta menjadi satu event besar bernama Jakarta Fair. Ide ini bertujuan untuk mempromosikan produk-produk lokal dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia. Jakarta Fair pertama kali diadakan di kawasan Monas dan dibuka secara simbolis oleh Presiden Soeharto dengan pelepasan burung merpati pos, menandakan dimulainya era baru dalam pameran dan festival di Jakarta.
Pada dekade ini, Jakarta Fair mulai berkembang pesat dengan meningkatnya partisipasi dari berbagai perusahaan dan komunitas. Acara ini menjadi platform utama bagi promosi produk lokal, mulai dari industri otomotif, elektronik, hingga kerajinan tangan. Selain pameran produk, Jakarta Fair juga menjadi ajang untuk berbagai hiburan seperti konser musik, pertunjukan tari, dan berbagai lomba, menarik ribuan pengunjung setiap harinya.
Pada 1992, lokasi Jakarta Fair dipindahkan ke Arena Pekan Raya Jakarta atau PRJ Kemayoran yang lebih luas. Kepindahan ini memungkinkan pameran untuk tumbuh lebih besar dan menampung lebih banyak pengunjung serta peserta pameran. Arena PRJ Kemayoran yang memiliki fasilitas lebih modern dan luas memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para pengunjung. Relokasi ini juga membawa modernisasi dalam penyelenggaraan acara, termasuk peningkatan fasilitas pameran dan hiburan.
Memasuki era 2000-an, Jakarta Fair mulai mengadopsi teknologi modern dalam penyelenggaraannya. Sistem tiket elektronik, promosi melalui media sosial, dan aplikasi mobile mulai digunakan untuk memudahkan pengunjung. Acara ini tidak hanya menjadi ajang pameran produk, tetapi juga sebagai tempat hiburan keluarga dengan hadirnya wahana permainan, konser musik dari artis lokal dan internasional, serta berbagai kuliner khas dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada 2020, Jakarta Fair menghadapi tantangan besar akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan pembatalan acara untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tahun berikutnya, meskipun pandemi masih berlangsung, Jakarta Fair kembali diadakan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan adaptasi digital untuk tetap mengakomodasi pengunjung. Setelah pandemi mereda, Jakarta Fair kembali dengan semangat baru, fokus pada kebangkitan ekonomi lokal dan inovasi produk menjadi salah satu highlight acara.
Jakarta Fair telah menjadi bagian integral dari budaya Jakarta dan Indonesia. PRJ juga menjadi platform penting bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memperkenalkan produk mereka ke pasar yang lebih luas, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Pilihan Editor: Jakarta Fair dari masa ke Masa, Presiden AS Richard Nixon Pernah Hadir