TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) Yogyakarta menjelaskan penyebab suhu cuaca yang gerah dan panas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam beberapa hari terakhir. Gerahnya suhu cuaca di Yogya itu dirasakan warga menyusul makin jarangnya hujan turun terutama di wilayah perkotaan.
BMKG Yogyakarta mencatat suhu maksimal di Yogyakarta saat siang hari pada 14 sampai 18 Februari berkisar 31,7 -32,7 derajat celsius. Adapun suhu terendah saat malam-dini hari berkisar 23 -25 derajat celsius. Pemicu utama yang meningkatkan suhu udara dan memicu kondisi gerah itu karena ada faktor yang tidak mendukung pembentukan awan hujan.
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menuturkan ada sejumlah kondisi penyebab yang tidak mendukung pembentukan awan hujan.
“Salah satunya, cuaca cerah yang kerap terjadi di Yogya, membuat penyinaran matahari tak terhalang awan,” kata Reni Selasa 20 Februari 2024.
Reni melanjutkan, posisi matahari pada bulan Februari ini, relatif tepat di atas Pulau Jawa. Sehingga intensitas penyinaran matahari relatif tinggi.
“Kondisi berawan pada siang hingga malam hari yang tak disertai hujan belakangan ini juga menyebabkan panas yang diterima bumi tertahan oleh awan,” ujarnya.
Selain itu, suhu udara juga meningkat karena berdasarkan streamline angin udara atas yang bertiup di atas Jawa dari tenggara membawa sifat cenderung kering atau RH rendah.
"Faktor –faktor itu menyebabkan suhu jadi lebih panas sepanjang hari," katanya.
Adapun aktivitas Gunung Merapi dalam sepekan terakhir juga cenderung landai alias tak ada guguran awan panas terjadi. Meski demikian, selama sepekan terakhir ini, hujan secara kontinyu masih terjadi di lereng Gunung Merapi.
PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Paguyuban Andong dan Pedagang Ikut Tegakkan Aturan Malioboro Kawasan Tanpa Asap Rokok