TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia dikenal sebagai negara yang multi etnis. Hal itu menyebabkan kuliner di sana sangat beragam. Salahsatu makanan khas yang terkenal adalah nasi kandar. Hidangan klasik Malaysia yang memadukan nasi kukus dan berbagai macam kari, lauk pauk, serta bumbu berbeda.
Dilansir dari TasteAtlas, dalam sepiring nasi kandar, terdapat berbagai kondimen seperti kombinasi sayuran, daging, atau makanan laut. Saat ini nasi kandar biasanya disiapkan dan dijual di pusat kuliner Malaysia, dan secara tradisional dinikmati sebagai sarapan hangat serta bergizi.
Nasi kandar selalu disebut sebagai hidangan khas Penang. Tapi awalnya hidangan ini berasal dari komunitas India yang membawa tradisi kuliner mereka ke Malaysia. Mereka biasa menjual dan mengangkat hidangan itu menggunakan batang bambu kandar tradisional. Yang mana saat ini akhirnya menjadi nama hidangan tersebut.
Dilansir dari Channel News Asia, hal itu sejalan dengan kisah yang disampaikan Ahamed Seeni Pakir, generasi keenam pemilik restoran nasi kandar Hameediyah yang terkenal di pusat kota Penang. Dia bercerita bagaimana mendiang kakek buyutnya yakni Mohamed Thamby Rawther dari India berjualan nasi kandar pada masa penjajahan Inggris.
Seorang pedagang rempah-rempah dari India, Mohamed Thamby menyewa sebuah ruko di Campbell Street untuk menjual nasi dengan kari guna menunjukkan kepada pelanggannya cara menggunakan rempah-rempah dalam masakan mereka. Dia dan pedangan India lainnya akan menyeimbangkan sebuah tiang, atau 'kandar' dalam bahasa Melayu, di bahu mereka. Dengan dua keranjang di kedua ujungnya membawa panci berisi nasi, kari, sayur-mayur, dan daging.
Cara membawa makanan inilah yang memberi nama pada nasi kandar. Ahamed mengatakan para penjual nasi kandar akan menjual makanan itu di dermaga perdagangan dekat Dermaga Penang, sambil berseru untuk menarik pelanggan.
"Area depan ruko Pak Mohamed Thamby ada pohon angsana dan lapangan terbuka. Dia akan berjalan dari pohon ke dermaga sambil berteriak 'nasi kandar' dan penduduk setempat menyukainya," ujar dia.
Bisnis pun terus berlanjut selama Pendudukan Jepang pada Perang Dunia II. Tentara Jepang yang ditempatkan di Penang juga sangat menyukai kari. "Orang tua saya mengatakan kepada saya bahwa mereka akan datang ke Lebuh Campbell untuk makan nasi kandar juga. Itu populer secara universal," kata Ahamed.
Setalah perang, Inggris memberikan izin kepada Hameediyah untuk beroperasi sebagai restoran. Ahamed menyebutkan saat itulah bisnis mulai berkembang. Namun pada masa itu, pelanggan mereka tidak punya banyak pilihan. Untuk semua pelanggan, mereka akan menyendokkan nasi, kari, sayur-sayuran, yang biasanya menjadi santapan para wanita, dan sebutir telur.
"Itu datang sebagai satu set. Tapi mereka tetap menyukainya. Saya masih ingat antreannya saat Merdeka," ujar dia.
Ahamed bersimpati dengan pelanggan yang harus menunggu setidaknya 30 menit sampai satu jam untuk memesan makanan mereka. Tapi para pelanggan tidak keberatan untuk antre lama, asalkan mereka bisa makan. Dia mengatakan para pelanggan itu datang bersama keluarga dan teman pada acara perayaan atau hanya sekedar untuk makan enak. "Ini tempat yang ideal untuk pesta keluarga," kata pria berusia 65 tahun itu.
Pilihan Editor: Malaysia Daftarkan Menu Sarapan dan Teh Tarik sebagai Warisan Budaya UNESCO