TEMPO.CO, Jakarta - Sumbu Filosofi Yogyakarta telah resmi diakui sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia di Riyadh, Arab Saudi. Keputusan ini merupakan sebuah pencapaian besar dan penghargaan atas kebijaksanaan Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menjadi inisiator dari Sumbu Filosofi yang sarat dengan nilai-nilai filosofis tinggi.
Sumbu Filosofi Yogyakarta telah resmi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 18 September 2023. Lantas, apa yang akan dilakukan Yogyakarta setelah penetapan itu?
"Tindak lanjut pertama setelah penetapan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia itu dengan menyusun dokumen rencana pengelolaan (management plan)," kata Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dian Lakshmi Pratiwi Rabu, 27 September 2023.
Dikutip dari situs Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X merasa bersyukur atas keputusan ini dan menganggapnya sebagai hasil kerja sama dari semua pihak.
Ia mengungkapkan rasa terima kasih kepada UNESCO dan seluruh masyarakat yang telah mendukung pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia dengan nilai yang berharga bagi peradaban manusia.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada UNESCO dan seluruh lapisan masyarakat, yang telah mendukung upaya pelestarian Sumbu Filosofi sebagai warisan dunia yang memiliki nilai-nilai universal yang luhur bagi peradaban manusia di masa kini dan mendatang," ujar Sri Sultan.
Makna Sumbu Filosofi
Menurut Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya Mayangkara edisi 2 tahun 2016, Sumbu Filosofi memiliki makna yang simbolis dan filosofis. Sumbu ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Sumbu Filosofi juga mencakup tiga unsur pembentuk kehidupan (fisik, tenaga, dan jiwa) serta melambangkan konsep filosofi Islam Jawa "Hamêmayu Hayuning Bawana" dan "Manunggaling Kawula lan Gusti".
Tujuan adanya Sumbu Filosofi adalah untuk melestarikan dan menghormati nilai-nilai budaya dan filosofi yang ada di Yogyakarta. Sumbu ini juga bertujuan untuk menciptakan keselarasan dan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Melalui Sumbu Filosofi, diharapkan masyarakat dapat memahami dan menghayati filosofi yang terkandung dalam tata ruang dan simbol-simbol yang ada di sekitar mereka.
Selain itu, menurut Kebudayaan.Jogjaprov.go.id, Sumbu Filosofi juga menjadi bagian dari upaya pelestarian dan pengembangan Kota Yogyakarta sebagai "City of Philosophy" yang dapat memberikan sumbangan berarti bagi peradaban dunia.
Dengan menjadikan Yogyakarta sebagai Warisan Dunia, nilai-nilai luhur dan tradisi yang mengakar dalam masyarakat DIY dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya dan diapresiasi oleh masyarakat lokal, bangsa Indonesia, dan dunia.
Di Mana Sumbu Filosofi?
Dilansir dari artikel KWRI Unesco edisi 2017, Anggota Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya Daerah (DP2WB) saat itu, Yuwono Sri Suwito menggambarkan Sumbu Filosofi sebagai garis lurus dari Tugu Golong-Gilig, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, hingga Panggung Krapyak.
Ia juga membedakan Sumbu Filosofi dari Sumbu Imajiner, di mana Sumbu Imajiner adalah garis imajinasi, sementara Sumbu Filosofi adalah garis fisik.
Panggung Krapyak menggambarkan perjalanan manusia dalam kehidupannya, mulai dari kelahiran hingga memiliki keturunan. Sebaliknya, perjalanan dari Tugu Golong-Gilig ke Kraton mencerminkan perjalanan menuju Sang Kholiq.
Tugu Golong-Gilig melambangkan keberadaan sultan dan spiritualitasnya. Tugu ini menjadi titik pandang utama sultan saat meditasi di Bangsal Manguntur Tangkil. Golong-gilig melambangkan penyatuan pikiran, perasaan, dan tekad yang didasari kesucian hati melalui Margatama ke arah selatan, melalui Malioboro hingga Margamulya dan Pengurakan.
Sumbu imajiner pun dipercaya melintas dari Gunung Merapi - Tugu - Keraton Yogyakarta - Panggung Krapyak - Pantai Selatan.
PUTRI SAFIRA PITALOKA I PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Peristiwa Langka Pernikahan 4 Putra Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Depan Jenazah Ayahanda, Begini Prosesinya