TEMPO.CO, Jakarta - Suku Baduy adalah kelompok masyarakat yang memiliki adat Sunda dan tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten. Baduy termasuk suku yang menutup diri dari dunia luar dan memiliki keyakinan yang tabu untuk didokumentasikan.
Sebenarnya, kata “baduy” adalah sebutan dari masyarakat luar terhadap suku tersebut. Mengutip p2k.stekom.ac.id, hal ini berawal dari para peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan kelompok Arab Betawi karena sering melakukan perpindahan. Selain itu, sebutan tersebut mungkin muncul karena adanya Gunung Baduy dan Sungai Baduy yang berada di bagian utara wilayah tersebut.
Masyarakat Baduy lebih senang menyebut dirinya sebagai orang Kanekes. Sesuai dengan nama desa yang mereka tinggali. Saat berbicara, masyarakat menggunakan bahasa Sunda dengan dialek Baduy. Walaupun dalam keseharian menggunakan bahasa Sunda, mereka fasih berbahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan penduduk luar.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam pendidikan sekolah sehingga mereka tidak mengetahui adat-istiadat, budaya tulis, dan kepercayaan. Mereka menganggap bahwa pendidikan formal bertentangan dengan adat istiadat suku Baduy. Demi mempertahankan adat-istiadat, masyarakat Baduy menolak adanya pembangunan fasilitas sekolah di desanya.
Sejumlah warga Baduy mengikuti tradisi Seba di Pendopo Gubernur Banten, di Serang, Sabtu 7 Mei 2022. Ritual Seba Baduy ditandai penyerahan hasil bumi kepada wakil pemerintah kembali dilakukan secara terbuka setelah sempat tertunda selama dua tahun akibat pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Suku Baduy Dalam dan Baduy Luar
Suku Baduy memiliki dua kelompok masyarakat, yaitu Baduy Dalam (tangtu) dan Baduy Luar (panamping). Masyarakat Baduy Dalam dikenal sangat mengikuti adat yang berlaku. Jika dilihat dari penampilan, Baduy Dalam memakai baju yang didominasi oleh warna putih dan warna hitam di ikat kepalanya. Warna putih melambangkan kesucian dan budaya yang tidak terpengaruh dari luar.
Mengambil dari dispar.bantenprov.go.id, masyarakat Baduy Dalam memegang kuat konsep pikukuh, yaitu aturan ada yang isi terpentingnya mengenai keapaadaan. Secara mutlak dalam kesehariannya banyak pantangan yang masih diberlakukan secara ketat hingga saat ini. Mereka menentang keras adanya perubahan di dalam kelompoknya.
Baduy Dalam tinggal di tiga kampung, yaitu Cikeusik, Cibeo, dan Cikertawana. Di kampung tersebut, mereka dilarang untuk bertemu dengan orang asing. Lalu, mereka juga dilarang menggunakan alat elektronik, dilarang menggunakan sarana transportasi, dan dilarang menggunakan alas kaki.
Sementara masyarakat Baduy Luar adalah kelompok suku yang telah dipengaruhi oleh budaya modern. Penampilannya pun berbeda dengan Baduy Dalam. Mereka menggunakan pakaian yang dominan biru donker atau hitam, termasuk ikat kepala seperi batik. Warna tersebut menandakan bahwa mereka tidak lagi suci. Biasanya, kelompok masyarakat ini tinggal di berbagai kampung yang tersebar di wilayah Kanekes Dalam, seperti Kaduketuk, Cisagu, Cikandu, dan Gajeboh.
Masyarakat Baduy Luar telah terbiasa menggunakan barang elektronik. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap penduduk luar dibandingkan dengan Baduy Dalam. Bahkan, mereka memperbolehkan tamu mancanegara untuk menginap di rumah.
Selanjutnya: Apa saja yang dipantang atau diularang di kawasan Baduy?