TEMPO.CO, Jakarta - Blangkon, termasuk penutup kepala yang menjadi pelengkap dalam pakaian adat pria di Jawa. Kain batik yang membentuk seperti kopiah ini awalnya bernama iket, menurut sebuah jurnal uns, yang berbentuk persegi empat dengan ukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain tersebut kemudian dilipat menjadi dua sisi bentuk segitiga, lalu dililitkan pada kepala.
Secara umum, orang mengenal blangkon selalu melekat pada kesultanan Yogyakarta dan Surakarta (Solo). Di sisi lain, kedua daerah sebenarnya menggunakan blangkon yang berbeda.
Perbedaan ini juga tak lepas dari sejarah saat Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua, yaitu Yogyakarta dan Surakarta pada 1755. Sehingga membuat masyarakat tumbuh dengan budaya masing-masing. Berikut perbedaann keduanya disarikan dari jurnal.isi-ska.ac.id dan surakarta.go.id.
Blangkon Yogyakarta
Salah satunya, pria Yogyakarta dahulu masih berambut panjang, dan membuat mereka menggelung rambutnya. Gelung rambut ini menonjol dan disembunyikan di bawah blangkon, atau dikenal dengan blangkon jenis mondholan pada Yogyakarta. Dalam filosofi Jawa, rambut merupakan representasi perasaan (rahasia atau aib), yang harus disembunyikan untuk menjaga perasaan sendiri demi perasaan orang lain.
Blangkon Solo
Sementara pria Surakarta lebih dekat dengan orang-orang Belanda lebih mengenal cara bercukur dahulu. Alhasil, mereka mulai berambut pendek dan menggunakan blangkon tanpa mondolan, alias hanya mengikatkan dua pucuk helai pada kanan dan kiri kedua sisinya.
Saat agama Islam masuk ke Jawa, bagian belakang blangkon yang terdapat 2 ujung kain yang terikat menjadi simbol dari syahadat Tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat Rasul menjadi satu bermakna syahadatain. Kepala menurut orang Jawa merupakan bagian terhormat, sehingga blangkon ditempatkan paling atas. Juga segala pemikiran yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh syariat-syariat Islam.
Selain bentuknya, blangkon Yogyakarta dalam laman surakarta menggunakan motif kain modang, blumbangan, kumitir, celengkewengan, jumputan, sido asih, sido wirasat, atau taruntum. Berbeda dengan blangkon Solo, yang menggunakan motif keprabon, kesatrian, perbawan, dines, serta motif tempen.
Solo dan Yogyakarta masuk ke dalam varian dari blangkon Kejawen, yang meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Madiun, Kediri, dan Malang. Solo juga memiliki perbedaan dengan gaya utara dan selatan.
Blangkon gaya Solo memiliki banyak persamaan dengan blangkon Pasundan, namun bentuknya berbeda. Adapun blangkon daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa yang corak motif batiknya berbeda.
Pilihan Editor: Festival Blangkon 2022 Bakal Tampilkan 80 Gaya Blangkon dari Berbagai Daerah di Jawa