Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menyusuri Sejarah Umbul Jumprit, Hulu Sungai Progo di Kaki Gunung Sindoro

image-gnews
Gerbang masuk Umbul Jumprit Hulu Sungai Progo (Tempo.co/Arimbihp)
Gerbang masuk Umbul Jumprit Hulu Sungai Progo (Tempo.co/Arimbihp)
Iklan

TEMPO.CO, Temanggung - Hamparan tanaman tembakau hijau menyambut para pengunjung yang datang ke Kabupaten Temanggung di lereng Gunung Sindoro. Selama perjalanan, hawa sejuk dan aroma wangi kopi yang diseduh di warung-warung bisa dirasakan pengunjung. Selain pemandangan alam yang indah, lereng Gunung Sindoro menyimpan banyak peninggalan sejarah. Salah satunya Umbul Jumprit yang terletak di Desa Tegalrejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Umbul Jumprit adalah kawasan mata air dan bangunan bersejarah yang berada 26 kilometer di sebelah barat laut Kota Temanggung. Secara geografis, itu merupakan hulu dari Sungai Progo. Umbul Jumprit terletak di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut sehingga mata air ini tetap dingin meski saat siang hari.

Sejarah Umbul Jumprit

Menurut penelusuran Tempo, untuk mencapai Umbul Jumprit, para pengunjung harus melewati beberapa tikungan yang cukup tajam dan berkelok. Setibanya di lokasi tersebut, pengunjung akan disambut ratusan monyet yang berada di sekitar patirtan, pintu masuk dan makam Ki Jumprit. Menurut cerita, Ki Jumprit adalah ahli nujum Kerajaan Majapahit.

Menurut sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS), Rendra Agusta, Umbul Jumprit pernah disebut dalam Serat Centhini. "Nama Jumprit ini muncul pada Serat Centhini saat membahas perjalanan Cebolang ketika tiba di Gunung Sindoro," kata Rendra saat dihubungi Tempo, Sabtu, 17 Juni 2023.

Menurut Rendra, dalam pengembaraannya, Cebolang (pemuda pengembara dalam Serat Centhini) bertemu dengan seorang pejabat berpangkat kentol atau demang yang menceritakan sosok Ki Jumprit. "Di situ di sebut, Ki Jumprit tadinya adalah seseorang yang sedang menderita sakit, badannya lemas hingga tak berdaya," ujarnya.

Umbul Jumprit Hulu Sungai Progo (Tempo.co/Arimbihp)

Kemudian, dalam kesakitannya, Jumprit mendapat menerima wangsit untuk bertapa saka tunggal. Tapa saka tunggal  adalah bertapa dengan cara berdiri menggunakan satu kaki di tempat tertentu.

"Dalam pertapaannya, Jumprit mendapat bisikan, jika dirinya ingin sembuh dan sehat lagi, maka harus mencari Sirah Progo (Kepala atau Hulu Sungai Progo)," kata Rendra.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari bisikan tersebut, Jumprit lantas mencari letak Hulu Sungai Progo yang dimaksud hingga menemukan mata air di kaki Gunung Sindoro. "Setibanya di mata air tersebut, Jumprit menceburkan diri dan ternyata benar, badannya sehat serta bugar kembali, penyakitnya hilang," kata Rendra.

Atas kesembuhan tersebut, Jumprit kemudian melakukan tasyakuran di dekat mata air itu. "Sampai ia akhirnya memutuskan tinggal, bertani dan merawat mata air tersebut," kata Rendra.

Cerita tentang kesembuhan Jumprit pun akhirnya tersebar luas, hingga banyak masyarakat yang datang untuk berbagai kepentingan. "Jumprit pun akhirnya kondang sebagai tetua hingga wafat di tempat tersebut, untuk mengenangnya, mata air itu diberi nama Umbul Jumprit," kata Rendra.

Kera di Umbul Jumprit

Banyaknya kera juga tak lepas dari cerita tentang Ki Jumprit yang bertapa di mata air untuk mencari kesembuhan. Rendra mengatakan, selama bertapa, tinggal hingga wafat, Ki Jumprit memiliki peliharaan kera bernama Kyai Dipa.

Tak hanya itu, kera tersebut akhirnya dianggap sebagai penghantar orang-orang yang mau mendapatkan berkah atau ilmu di Umbul Jumprit. "Ki Dipa ini yang meneruskan menjaga Umbul Jumprit bersama ribuan kera yang lain hingga tempat tersebut menyerupai kerajaan kera," kata Rendra.

Rendra mengatakan, pada Serat Centhini juga disebut bahwa Ki Dipa adalah titisan Sugriwa dalam cerita Ramayana.

Pilihan Editor: Melihat Prosesi Pengambilan Air Berkah Waisak di Umbul Jumprit

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Wendy Walters Selebgram Penakluk Puncak-puncak Gunung, Terakhir Gunung Sindoro

25 Januari 2024

Mantan istri Reza Arab, Wendy Walterss saat berpose di puncak Gunung Merbabu. Dibalik paras wajahnya yang cantik, ternyata Wendy Waltres sangat menyukai aktivitas mendaki gunung, gunung-gunung yang sudah di dakinya yakni Gunung Papandayan, Merbabu, Raung, Prau, dan Arjuno. FOTO/instagram/wendywalters
Wendy Walters Selebgram Penakluk Puncak-puncak Gunung, Terakhir Gunung Sindoro

Selebgram dan youtuber Wendy Walters kini memiliki hobi baru mendaki gunung. Deretan gunung yang pernah dinaiki oleh Wendy Walters, yakni Prau, Merbabu, Sindoro, Agung, Rinjani, hingga Arjuno.


Inovasi Membangun Tembanggung

27 November 2023

Inovasi Membangun Tembanggung

Kabupaten Temanggung gencar mensosialisasikan pencegahaan pernikahan dini dan kekerasan pada peremuan dan anak.


5 Gunung yang Aman Didaki saat Musim Kebakaran Gunung

6 Oktober 2023

Padang bunga edelweiss menjadi dayatarik pendaki di area Tegal Alun, gunung Papandayan. TEMPO/ Nita Dian
5 Gunung yang Aman Didaki saat Musim Kebakaran Gunung

Meski musim kebakaran gunung, sejumlah gunung aman untuk didaki karena tidak mengalami kebakaran.


Dampak Kemarau Panjang, Warga Kampung di Hambalang Ramai-ramai Gali Mata Air

2 Oktober 2023

Warga mencari dan menggali mata air untuk mengatasi dampak kemarau panjang di Kampung Tajur Tapos, Hambalang, Kabupaten Bogor, Ahad 1 Oktober 2023. TEMPO/M.A MURTADHO
Dampak Kemarau Panjang, Warga Kampung di Hambalang Ramai-ramai Gali Mata Air

Kemarau panjang yang sedang terjadi berdampak kekeringan dan kesulitan air bersih untuk 217 keluarga di kampung itu.


Merti Umbul, Tradisi Warga Sleman Yogyakarta Syukuri Mata Air yang Terus Mengalir saat Kemarau

25 September 2023

Warga Dusun Saren Sleman menggelar Merti Umbul untuk mensyukuri limpahan air yang terus mengalir di masa kemarau. (Dok. Istimewa)
Merti Umbul, Tradisi Warga Sleman Yogyakarta Syukuri Mata Air yang Terus Mengalir saat Kemarau

Merti Umbul dianggap penting dilakukan warga Dusun Saren di Sleman, Yogyakarta, karena sejarah panjang mata air serta kemanfaatan Umbul Saren.


Optimalkan Pelayanan kepada Masyarakat, Bupati Lantik Pejabat JPT, Administrator dan Pengawas

18 Agustus 2023

Optimalkan Pelayanan kepada Masyarakat, Bupati Lantik Pejabat JPT, Administrator dan Pengawas

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Temanggung melaksanakan pelantikan dan pengambilan sumpah janji jabatan kepada pejabat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi, Administrator, dan Pengawas di lingkungan Pemkab Temanggung.


Situs Liyangan di Temanggung Disiapkan jadi Cagar Budaya Nasional

2 Agustus 2023

Patirtan atau tempat membasuh kaki dan tangan di Situs Liyangan. Tempo/Arimbihp
Situs Liyangan di Temanggung Disiapkan jadi Cagar Budaya Nasional

Situs Liyangan memiliki informasi yang berharga tentang peradaban masyarakat di Jawa abad VII-IX.


Menikmati Indahnya Pemandangan 9 Gunung dari Embung Bansari

28 Juni 2023

Pemandangan di Embung Bansari. Tempo.co/Arimbihp
Menikmati Indahnya Pemandangan 9 Gunung dari Embung Bansari

Embung Bansari di Lereng Gunung Sindoro menyajikan pemandangan gunung sekaligus hamparan perkebunan hijau serta udara yang sejuk.


Menyusuri Candi Pringapus, Penjaga Ketersediaan Air di Lereng Gunung Sindoro

27 Juni 2023

Candi Pringapus di Lereng Sindoro. Tempo/Arimbihp
Menyusuri Candi Pringapus, Penjaga Ketersediaan Air di Lereng Gunung Sindoro

Salah satu peninggalan sejarah di lereng Gunung Sindoro yang unik dan menarik untuk dipelajari adalah Candi Pringapus.


Situs Liyangan, Sisa Permukiman Kuno yang Hilang di Lereng Gunung Sindoro

19 Juni 2023

Patirtan atau tempat membasuh kaki dan tangan di Situs Liyangan. Tempo/Arimbihp
Situs Liyangan, Sisa Permukiman Kuno yang Hilang di Lereng Gunung Sindoro

Situs Liyangan adalah bukti nyata bahwa ada sebuah peradaban yang hilang akibat bencana meletusnya Gunung Sindoro di masa lampau.