TEMPO.CO, Temanggung - Sejuk dan dinginnya udara pegunungan menyapa pengunjung yang memijakkan kaki di Kabupaten Temanggung. Letak geografis Temanggung yang berada di antara Gunung Sumbing dan Merbabu, membuatnya memiliki daya tarik wisata.
Warung Jadoel, Warisan Leluhur di Temanggung
Tak hanya wisata alam, Temanggung juga terkenal memiliki beragam peninggalan sejarah serta kuliner legendaris yang patut dicoba. Salah satu kuliner legendaris di Temanggung yang sayang untuk dilewatkan pengunjung adalah Warung Jadoel.
Baca juga:
Warung yang berada di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 102, Jampirejo Tengah itu sekilas tampak tak begitu istimewa, catnya biru, bangku-bangku berjajar rapi, para pembeli tampak antre. Namun siapa sangka, Warung Jadoel ternyata usianya diperkirakan lebih dari 2 abad alias 200 tahun, dan menjadi tempat makan pertama yang didirikan di Temanggung.
Generasi keempat yang kini menjadi penerus Warung Jadoel, Siti Sukastiyah, 77 tahun, menuturkan, Warung Jadoel didirikan oleh neneknya. "Kula mawon kesupen namine sinten, nek ibu ne kula Dulah Rujini, riyin nggih sadeyan sakderenge kula (saya saja sampai lupa nama nenek yang mendirikan siapa, tetapi kalau nama ibu saya Dulah Rujini, dulu juga berjualan disini)," kata Siti saat ditemui Tempo, Jumat, 16 Juni 2023.
Siti Sukastiyah, generasi keempat pendiri Warung Jadoel (Tempo.co/Arimbihp)
Menurut Siti, sejak ibunya masih berjualan, Warung Jadoel tidak pernah mengubah bentuk maupun menu makanannya. "Saya 77 tahun lahir, tinggal dan besar di sini, hanya bagian depan dahulu sampai halte, tetapi terkena pelebaran sedikit, jadi dimundurkan, lainnya sama," tutur Siti.
200 Tahun Lalu Jadi Langganan Pribumi dan Orang Belanda
Siti menceritakan, semasa kecil, pembeli yang datang tak hanya masyarakat pribumi, bahkan ada dari kalangan Belanda dan Jepang. Berdasarkan cerita tutur yang pernah didengar Siti dari almarhum sang ibu, para residen Kedu juga pernah singgah di warungnya.
"Dulu tidak ada namanya, ya hanya warung saja, seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar menyebut Jadoel, karena saking tuanya," ujar Siti. Lebih lanjut, Siti menceritakan, sehari-hari, ia juga tinggal di lantai 2 Warung Jadoel bersama anaknya, Yulianto Murtono yang kini belajar meneruskan usaha kuliner keluarga tersebut.
Kepada Tempo, Sito mengatakan, setiap hari ia bangun pukul 04.00 dan tidur pada 23.00 WIB untuk mengelola Warung Jadoel. "Ya dibantu anak-anak, tetapi saya masih terus ikut, sekadar menjuali pembeli atau membantu menata makanan," kata Siti,
Saat berjualan, Siti juga dibantu 7 pegawai yang berasal dari daerah sekitar Temanggung untuk memasak dan membersihkan Warung Jadoel. "Setiap hari habis 40 kilogram nasi, bahan sayur dan daging lainnya sekitar 5 hingga 10 kilogram," tutur Siti.
Suasana Warung Jadoel yang dipenuhi pembeli (Tempo.co/Arimbihp)
Ada berbagai jenis makanan yang jadi favorit di Warung Jadoel, mulai dari sayur nangka muda, tongkol cabe ijo, brongkos, hingga opor ayam kampung hingga aneka lauk pauk gorengannya yang sangat lengkap. Selain itu, ada salah satu menu makanan khas Temanggung yang sulit ditemukan di daerah lain, yaitu empis-empis.
"Buka 24 jam dan tidak pernah tutup meskipun tanggal merah atau hari minggu, kecuali saat lebaran, 7 hari libur," kata Siti.
Dapat Penghargaan dari Kabupaten Temanggung
Menurut Siti, Warung Jadoel adalah sebuah aset sekaligus saksi bisu dari bagian kehidupan masyarakat Temanggung dan bagian sejarah dari keluarga pengelola warung. Atas kerja keras Siti dan keluarganya, Warung Jadoel bahkan juga mendapatkan penghargaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung. "Dulu pernah dikasih emas batangan 40 gram dari Dinas Kabupaten Temanggung, masih kami simpan," ujar Siti.
Hingga kini, Siti berjanji pada diri sendiri, anak-anak serta para pelanggannya, untuk mempertahankan usaha ini sampai kapanpun. Bahkan, hingga ke generasi selanjutnya.
Aneka makanan di Warung Jadoel (Tempo.co/Arimbihp)
Diana, salah satu pelanggan, yang datang ke Warung Jadoel bersama suaminya mengatakan, sudah berlangganan sejak kecil. "Bahkan sejak saya belum lahir, almarhum orang tua dulu juga langganan di sini, maka saya sering diajak waktu kecil," kata Diana.
Oleh karena itu, bagi Diana, Warung Jadoel selalu menjadi kenangan untuknya yang kini tinggal merantau di ibu kota. "Setiap pulang kampung seperti sekarang, sebelum ke rumah, saya justru ke Warung Jadoel dulu, nostalgia," tuturnya.
Menu favorit yang dipilih Diana adalah tongkol santan, buntil dan tahu isi, lengkap dengan segelas teh hangatnya. "Semua harga di sini juga sangat terjangkau, mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 10.000, setiap saya makan, 1 orang tidak pernah lebih dari Rp 20.000 padahal sudah dengan minum dan lauk," ujarnya.
Pilihan Editor: Wiwit Durian, Tradisi Awal Panen Durian di Temanggung