TEMPO.CO, Yogyakarta - Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada atau UGM menjadi salah satu masjid terfavorit di Yogyakarta yang nyaris tak pernah sepi jemaah. Baik di bulan Ramadan atau hari biasa, masjid yang berada di Jalan Tevesia 1 Bulaksumur, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta itu senantiasa ramai disambangi jemaah berbagai daerah di tanah air.
Dengan jemaah yang sangat banyak, baik kalangan mahasiswa maupun umum itu, Masjid Kampus UGM menggencarkan literasi dan pemenuhan fasilitas beribadah untuk kalangan disabilitas. "Sejak dicanangkan sebagai masjid ramah disabilitas 2018 silam, sejumlah fasilitas dan layanan masjid dibenahi secara bertahap sampai saat ini," kata Koordinator Takmir Muda Masjid Kampus UGM Yogyakarta Yarabisa Yanuar di sela workshop literasi digital para penyandang disabilitas di masjid itu, Kamis, 7 Juni 2023.
Yanuar mengatakan pihaknya seringkali melihat antusias kalangan penyandang disabilitas yang begitu besar untuk datang dan beribadah ke masjid kampus itu dari waktu ke waktu. Tak jarang, kata dia, semangat para disabilitas beribadah, tampak lebih kuat dibanding mereka yang fisiknya normal.
"Ibaratnya, kalau harus datang dengan merangkak pun, mereka (kaum disabilitas) akan tetap datang demi bisa beribadah," ujar Yanuar.
Hanya saja, menurut Yanuar, sempat ada beberapa kendala yang harus dihadapi para penyandang disabilitas itu kala hendak beribadah di masjid kampus itu. Misalnya, untuk penyandang disabilitas perempuan sempat kesulitan naik di lantai dua yang dikhususnya bagi jemaah putri.
"Sekarang untuk penyandang disabilitas putri, sudah kami sediakan space khusus di lantai satu sehingga tak perlu lagi naik ke lantai dua," kata Yanuar.
Perbaikan sarana lain yang juga sudah dilakukan di masjid kampus itu dengan menyiapkan model toilet dan tempat wudhu khusus sehingga memudahkan aksesnya bagi penyandang disabilitas, baik laki laki maupun perempuan.
"Sebenarnya sudah ada desain keseluruhan untuk sarana prasana disabilitas agar mudah beribadah, namun untuk mewujudkan desain itu kami lakukan bertahap karena menyangkut soal anggaran," kata Yanuar.
Budi Arvan, pegiat Komunitas Tunanetra Indonesia yang turut workshop itu mengatakan sarana prasana ramah disabilitas di tempat ibadah masih menjadi salah satu harapan agar dapat terealisasi merata. "Pernah suatu waktu saya menyambangi sebuah masjid untuk salat, karena tidak tahu arah dan tidak ada penanda yang bisa membantu, saat selesai saya baru diberitahu, ternyata salah menghadap kiblat," kata dia.
Budi menuturkan perlu alat atau sarana yang bisa jadi pemandu disabilitas saat beribadah dan ini perlu diimbangi peningkatan literasi kaum disabilitas.
Pemateri lain yang juga Head of Sales XL Axiata DIY, Yudith Sabrina mendorong perusahaan bisa memberi kesempatan bekerja lebih luas bagi kalangan disabilitas di tanah air. "Ada sebanyak sejumlah peserta disabilitas magang saat ini dan ditempatkan di kantor perwakilan Medan, mulai tuna rungu, rungu-wicara, netra, dan daksa," kata dia.
Dalam pelatihan bagi penyandang disabilitas di Masjid UGM itu, para difabel dilatih meningkatkan dan memanfaatkan sarana yang ada. Seperti peserta tunarungu diajarkan literasi seputar pengenalan internet dan alat digital seperti tablet untuk mendukung pembuatan konten foto dan video untuk media sosial.
Keterampilan literasi siswa penyandang disabilitas rungu sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang digunakan. Seperti pola interaksi dengan teman di sekolah, bagaimana menanggapi hingga kepekaan terhadap sarana pembelajaran yang ada.
Pilihan Editor: 9 Fakta Menarik Masjid Raya Sheikh Zayed Solo yang Dibuka untuk Umum 28 Februari 2023
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
