Pemilik sapi memeriksa sapi unggulan yang biasa digunakan untuk lomba karapan sapi di pasar sapi di Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pasar jual beli sapi di desa ini hnya berlangsung setiap hari Jumat dari waktu ashar sampai dengan magrib. Tempo/Rully Kesuma
Obyek Wisata
Dalam buku Kerapan Sapi oleh Herry Lisbijanto, disebutkan bahwa kerapan sapi merupakan tradisi yang sudah lama ada di lingkungan masyarakat Madura. Ajang ini diadakan di area terbuka untuk memeriahkan keberhasilan panen.
Menurut Herry, karapan sapi bermula pada masa pemerintahan Adipati Arya Wiraraja di kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep. Kala itu sehabis mengolah sawah, para petani melakukan kegiatan adu cepat sapi menggunakan gahru atau bajak.
Kegiatan ini kemudian disempurnakan pada masa pemerintahan Kyai Ahmad Baidawi atau Pangeran Katandur. Berdasar cerita yang berkembang di masyarakat Madura, keberadaan karapan sapi memang tak bisa lepas dari figur Pangeran Katandur.
Dia adalah seorang penyebar Islam di Madura. Permainan adu cepat sapi tak lagi dilakukan di tengah-tengah pekerjaan mengolah sawah. Perlombaan digelar setelah panen dan dilaksanakan di tanah lapang.
Alat gahru pun diganti dengan yang lebih baik yaitu keleles. Kemudian untuk menggandeng dua sapi agar tetap beriringan saat lari, digunakanlah pangonong.
Seiring berkembangnya zaman, karapan sapi bukan saja menjadi pesta rakyat. Permainan ini telah menjadi obyek wisata yang dapat menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara.
HENDRIK KHOIRUL MUHID