Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Begini Rute Perjalanan 8 Pahlawan Indonesia

image-gnews
Mohammad Hatta (tengah) di Brussels tahun 1927. Wikipedia
Mohammad Hatta (tengah) di Brussels tahun 1927. Wikipedia
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Para pahlawan dan bapak pendiri bangsa kita dulu juga melakukan perjalanan. Tentu saja perjalanan yang dilakukan bukan bertujuan sekadar menyalurkan hobi atau healing. Mereka melawat dengan tujuan besar: mencari ilmu alias sekolah untuk belajar bagaimana melepaskan diri dari penjajahan, perjalanan diplomasi, atau melarikan diri dari kejaran musuh.

Perjalanan 8 Pahlawan ke Luar Negeri

1. Raden Mas Panji Sosro Kartono (1877-1952)

Abang RA Kartini ini merantau ke Belanda selulus HBS di Semarang. Semula dia kuliah di Sekolah Teknik Tinggi Leiden. Tapi kemudian dia sadar kalau itu bukan panggilan hidupnya. Dia ganti haluan dengan mengambil Jurusan Bahasa dan Kesusasteraaan Timur. Panggilan hidupnya memang bahasa. Tak mengherankan jika RM Panji Sosro Kartono akhirnya dikenal sebagai poliglot pertama Indonesia, karena dia menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah Nusantara.

Karir sebagai wartawan perang di The New York Herald Tribune bikin Sosro Kartono harus pergi ke banyak tempat (kebetulan waktu ia memulai karir, Perang Dunia I lagi seru-serunya). Supaya bisa leluasa bergerak, ia bahkan dikasih gelar mayor sama Panglima Perang AS. Tercatat ia pernah “berkeliaran” di Prancis, Spanyol, Austria, dan tentu saja Belanda.

2. Haji Agus Salim (1884-1954)

Kalau saja pemerintah kolonial mengabulkan permohonan beasiswa sekolah kedokteran Agus Salim, mungkin lanskap sejarah Indonesia akan jauh berbeda. Gagal jadi dokter, di umurnya yang masih 22 tahun, Agus Salim muda merantau ke Jeddah dan bekerja di Konsulat Belanda di sana. Tugasnya adalah mengurus jamaah haji dari Hindia Belanda.

Pengalaman-pengalaman di Jeddah lah yang akhirnya 'memaksa' Agus Salim jadi diplomat ulung (ia bahkan pernah jadi Menteri Luar Negeri). Perjalanan-perjalanan diplomatik membawa Agus Salim ke banyak negara, antara lain India, Mesir, Amerika Serikat, dan Inggris. 

3. Tan Malaka (1897-1949)

Kalau saja zaman dulu sudah ada internet, mungkin foto-foto perjalanan yang dipos Tan Malaka di Instagram akan membuatnya menjadi selebgram. Dibanding perjalanan pahlawan-pahlawan Indonesia yang lain, mungkin petualangan Tan Malaka adalah yang paling jauh dan lama.

Perjalanan pembuka Tan Malaka adalah pelayarannya ke Haarlem, Negeri Belanda, pada 1913 saat umurnya 16 tahun. Lulus sekolah guru, ia pulang ke Tanah Air. Ia sempat menjadi guru di perkebunan teh di Deli, Sumatera Utara, sebelum akhirnya pergi ke Pulau Jawa. Tahun 1922 ia dibuang ke Belanda. Sejak itu perjalanannya makin jauh: ke Jerman, Uni Soviet, Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Hong Kong, Burma, dan Malaysia.

4. Iwa Koesoemasoemantri (1899-1971)

Anak Unpad yang kuliah di Dipati Ukur mungkin sudah familiar dengan Iwa Koesoemasoemantri. Pahlawan asli Ciamis ini semula kuliah di OSVIA Bandung. Tak main-main, OSVIA adalah sekolah calon amtenar. Tapi karena ogah tunduk dengan kultur Barat, ia pindah ke Jakarta dan belajar hukum.

Selesai kuliah hukum di Jakarta tahun 1921, Iwa cabut ke Belanda dan kuliah di Universitas Leiden. Setelah itu ia sempat kuliah satu setengah tahun di Moskow, Uni Soviet. Pulang ke Tanah Air tahun 1927, Iwa Koesoemasoemantri terlibat aktif dalam gerakan pro-kemerdekaan. Tahun 1930 ia dibuang ke Banda Naira dan menghabiskan waktu selama sepuluh tahun di sana.

5. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

Mendirikan Indische Partij bersama dua orang kawannya (Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo) membuat Ki Hajar Dewantara dibuang ke Bangka oleh pemerintah kolonial. Seolah-olah Bangka di zaman itu kurang lengang untuk dijadikan lokasi pengasingan, Ki Hajar Dewantara malah dibuang semakin jauh, yaitu ke Belanda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi barangkali ada hikmahnya juga Ki Hajar Dewantara dibuang ke Belanda. Di Negeri Kincir Angin, eks siswa STOVIA ini belajar ilmu pendidikan dan dapat ijazah Europeesche Akte. Jika tidak, bisa jadi kita tak pernah mendengar semboyan Tut Wuri Handayani”

6. Sam Ratulangi (1890-1949)

Dari Tondano, Sulawesi Utara, Sam Ratulangi hijrah ke Batavia untuk bersekolah. Dari sana ia ke Belanda untuk kuliah di University of Amsterdam. Lulus sarjana, ia lanjut kuliah master di sana. Selepas S2 ia meneruskan S3 mencari gelar doktor di Universitas Zurich, Swiss.

Kembali ke Indonesia, Sam Ratulangi sempat jadi guru sains di sekolah menengah. Ia juga pernah tinggal di Bandung dan membuat perusahaan asuransi. Tahun 1946 waktu Sam Ratulangi jadi Gubernur Sulawesi ia dibuang oleh pemerintah kolonial ke Serui, Pulau Yapen, Papua. Sekarang, selain diabadikan sebagai nama jalan, bandara, dan universitas, sosok Sam Ratulangi juga dilukis di uang pecahan Rp 20.000 terbaru.

7. Mohammad Hatta (1902-1980)

Dari Bukittinggi yang dulu masih bernama Fort de Kock, Hatta merantau ke Jakarta untuk sekolah di HBS. Dari sana ia berlayar ke Rotterdam dan kuliah di Nederlandsche Handels-Hogeschool (Sekarang Erasmus University Rotterdam). Selain belajar, di Negeri Belanda Hatta juga aktif di Perhimpoenan Indonesia. Selama di Eropa, ia pernah ke Brussels, Belgia, untuk ikut pertemuan Liga Anti Imperialisme (sempat ketemu Sri Pandit Jawaharlal Nehru juga) dan ke Swiss untuk menghadiri pertemuan Liga Perempuan Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan.

Di Indonesia, Hatta semakin aktif dalam pergerakan. Khawatir aktivitas Hatta bakal membahayakan kepentingan pemerintah kolonial, ia pun diasingkan ke berbagai pelosok, seperti Boven Digoel di Papua dan Banda Naira di Maluku.

8. Djamaluddin Adinegoro (1904-1967)

Adik Mohammad Yamin ini juga sekolah di STOVIA. Tapi tak seperti Ki Hajar Dewantara, ia sekolah di sana sampai lulus. Ia lalu cabut ke Berlin, Jerman, buat belajar banyak bidang jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik. Adinegoro lumayan lama di Eropa, sekitar lima tahun.

Yang seru adalah perjalanan pulangnya dari Eropa ke Tanah Air. Ia naik kapal dan menyempatkan diri untuk jeng-jeng di beberapa negara, seperti Italia, Abyssinia (Ethiopia), Eritrea, India, dan Sri Lanka. Djamaluddin Adinegoro yang akhirnya menjadi salah satu tokoh pers Indonesia ini membukukan perjalanannya dalam Kembali dari Perlawatan ke Europa.

Baca juga: Berwisata Sejarah di Museum HOS Tjokroaminoto

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu. 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peringatan G30S, Ini Profil 10 Pahlawan Revolusi Indonesia

23 hari lalu

Petugas saat melihat sumur maut lubang buaya di Monumen Kesaktian Pancasila, Jakarta, Selasa, 29 September 2020. Tempat tersebut nantinya akan dijadikan lokasi upacara untuk peringatan Hari Kesaktian Pancasila sekaligus mengenang korban dalam peristiwa G30S/PKI khususnya tujuh pahlawan revolusi pada 1 Oktober mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Peringatan G30S, Ini Profil 10 Pahlawan Revolusi Indonesia

Mengenal 10 sosok Pahlawan Revolusi yang gugur dalam tragedi G30S/PKI. Ada Jenderal Ahmad Yani hingga Kapten Pierre Tendean.


Indra Bekti Tahu Pahlawan Siti Manggopoh dari Sumatera Barat Berkat Pagelaran Sabang Merauke

17 Agustus 2024

Indra Bekti. Instagram
Indra Bekti Tahu Pahlawan Siti Manggopoh dari Sumatera Barat Berkat Pagelaran Sabang Merauke

Indra Bekti tampil sebagai Bagong dari kisah pewayangan dalam Pagelaran Sabang Merauke


Biografi Bung Hatta, Gelar Tak Henti Didapatnya Sampai Akhir Hayat

16 Agustus 2024

Bung Hatta atau Mohammad Hatta. Wikipedia
Biografi Bung Hatta, Gelar Tak Henti Didapatnya Sampai Akhir Hayat

Bung Hatta terus mendapat penghargaan sampai akhir hayatnya, di ujung usia ia pernah mengajar di UGM dan menjadi narasumber di berbagai seminar.


Pemikiran Proklamator Bung Hatta tentang Ekonomi Kerakyatan dan Demokrasi Kerakyatan

16 Agustus 2024

Bung Hatta atau Mohammad Hatta. Wikipedia
Pemikiran Proklamator Bung Hatta tentang Ekonomi Kerakyatan dan Demokrasi Kerakyatan

Konsep ekonomi kerakyatan adalah sebuah ideologi "jalan tengah" yang digagas Bung Hatta menanggapi kegagalan komunisme dan liberalisme saat itu.


Sekretaris Dewan Pengarah BPIP Pupuk Semangat Kebangsaan

7 Agustus 2024

Sekretaris Dewan Pengarah BPIP, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya pada acara penyerahan duplikat Bendera Pusaka kepada Bupati dan Walikota seluruh Indonesia dari BPIP di Balai Samudera, Jakarta Utara, Rabu, 7 Agustus 2024. TEMPO/Andi Prasetyo
Sekretaris Dewan Pengarah BPIP Pupuk Semangat Kebangsaan

Wisnu mengatakan, pada 17 Agustus 1966, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, dalam pidato terakhirnya berjudul "Jas Merah", mengingatkan kepada anak bangsa agar tidak melupakan sejarah.


Deretan Jalan di Belanda dengan Nama Indonesia, Ada Munirpad, Kartinistraat, hingga Balistraat

22 Juni 2024

Munirpad. Google Maps
Deretan Jalan di Belanda dengan Nama Indonesia, Ada Munirpad, Kartinistraat, hingga Balistraat

Tidak sedikit nama jalan di Belanda yang menggunakan nuansa Indonesia, baik dari tokoh maupun pulau. Lantas, apa saja nama jalan di Belanda yang bernuansa Indonesia?


Jejak Singkat Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Tan Malaka Hingga Pemikirannya

2 Juni 2024

Tan Malaka. id.wikipedia.org
Jejak Singkat Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Tan Malaka Hingga Pemikirannya

Peran Tan Malaka sebagai pemikir dan revolusioner telah menginspirasi banyak orang dan pengaruhnya masih terasa hingga saat ini.


127 Tahun Tan Malaka, Sosok Pahlawan Revolusioner

2 Juni 2024

Rumah dan Museum Tan Malaka yang memprihatinkan, di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Payakumbuh, Sumbar, 2 Desember 2014. Tan Malaka merupakan tokoh pahlawan nasional yang tidak diakui oleh Orde Baru karena kedekatannya dengan Partai Komunis Indonesia. Tempo/Aris Andrianto
127 Tahun Tan Malaka, Sosok Pahlawan Revolusioner

Tan Malaka, sosok penting perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan ideologinya yang khas.


6 Tokoh Kebangkitan Nasional: Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, hingga Cipto Mangunkusumo

20 Mei 2024

Tiga serangkai di Indonesia (Soewardi Soerjadiningrat, Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoema). Dok. Museum Kebangkitan Nasional
6 Tokoh Kebangkitan Nasional: Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, hingga Cipto Mangunkusumo

Hari Kebangkitan Nasional tak lepas dari 6 pahlawan nasional ini. Selain Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan Cipto Mangunkusumo, siapa lagi?


15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

13 Mei 2024

Ruhana Kuddus. Wikipedia
15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

15 tokoh Sumbar dinobatkan sebagai pahlawan nasional, antara lain Proklamator Mohamad Hatta, Imam Bonjol, Rohana Kudus, Rasuna Said, hingga AK Gani.