TEMPO.CO, Jakarta - Thailand akan mengadakan pembicaraan tentang rencana penerapan travel bubble bilateral dengan Cina dan Malaysia akhir bulan ini. Langkah itu sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan pemulihan sektor pariwisata negeri gajah putih.
Pada 2019, Thailand menerima rekor hampir 40 juta wisatawan asing, lebih dari seperempatnya berasal dari Cina. Tapi jumlah kedatangan internasional merosot menjadi sekitar 0,5 persen dari tahun lalu karena lemahnya permintaan akibat persyaratan karantina dan ketentuan masuk yang ketat.
Hotspot liburan di Asia Tenggara telah menderita miliaran dolar AS dalam bisnis yang hilang karena kurangnya wisatawan dari Cina daratan yang belum menyetujui pengaturan travel bubble apa pun.
Kesepakatan dengan Thailand akan menentukan jumlah orang yang diizinkan dalam pertukaran, termasuk protokol untuk visa, perjalanan dan asuransi, kata juru bicara pemerintah Thanakorn Wangboonkongchana. Menurut dia, Cina telah setuju untuk membahas "pertukaran turis".
Itu terjadi sepekan setelah Thailand mengaktifkan kembali skema perjalanan Test & Go untuk kedatangan yang divaksinasi dari semua negara dengan syarat asuransi kesehatan dan tes Covid-19 negatif. Sebaliknya, Cina membutuhkan karantina yang panjang untuk sebagian besar pendatang, termasuk warga negara Cina dan memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap wabah.
Thailand juga menghadapi peningkatan kasus Covid-19 baru akhir-akhir ini, mencapai 10.000 pada Sabtu, 5 Februari 2022, terbesar dalam tiga bulan.
REUTERS
Baca juga: Mulai 1 Februari, Thailand Terima Kembali Wisatawan Asing Tanpa Karantina
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.