Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dari Objek Wisata Ini, Ditemukan Gurun Pasir Sahara Dulunya Subur

Reporter

Editor

Ludhy Cahyana

image-gnews
Ternak menjadi salah satu alasan manusia untuk beradaptasi di Gurun Sahara. Sehingga mereka tak lagi nomaden namun menetap membentuk desa hingga kerajaan di Gurun Sahara. Foto: Matt Stirn/BBC
Ternak menjadi salah satu alasan manusia untuk beradaptasi di Gurun Sahara. Sehingga mereka tak lagi nomaden namun menetap membentuk desa hingga kerajaan di Gurun Sahara. Foto: Matt Stirn/BBC
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Di sudut terpencil Sabu-Jaddi di timur laut Sudan, para peneliti menemukan jejak-jejak perubahan iklim. Menyulap wilayah berhutan menjadi gurun pasir, yang hanya menyisakan kesuburan di sepanjang aliran Sungai Nil yang membelah Sudan.

Di sebuah wadi (dasar sungai kering) yang dilapisi batu-batu pasir yang runtuh di Sabbu-Jadi, wisatawan dapat menemukan permukaan batu yang terbuka, ada ribuan petroglyph kuno yang menggambarkan pemandangan gajah, jerapah, burung unta, dan perahu.

Artinya, Sabu-Jaddi dulunya bukanlah wilayah yang gersang. Sabu-Jaddi saat ini berada di Gurun Nubian yang kering, sisi timur Sahara terjepit di antara Sungai Nil dan Laut Merah. Matt Stirn arkeolog yang telah mengerjakan proyek-proyek dari dasar Laut Hitam hingga puncak Pegunungan Rocky, menceritakan temuannya itu kepada BBC.

Petroglyph itu menjadi jejak awal mengenai kerasnya akibat perubahan iklim terhadap bumi. Sabu-Jaddi (atau hanya "Sabu") berisi lebih dari 1.500 gambar batu yang mencakup 10.000 tahun sejarah manusia di wilayah tersebut.

Para arkeolog belum menentukan kapan, tepatnya, orang-orang Nubia kuno yang tinggal sekitar Sabu-Jaddi untuk pertama kali dan memahat gambar-gambar itu. Tetapi satu hal yang pasti: etsa kuda nil, buaya, dan perahu papirus yang sangat terawat, menggambarkan dunia yang sangat berbeda dari lanskap gurun yang kering. Gurun itu dikenal sekarang sebagai Gurun Sahara yang mencakup sebagian besar Afrika utara, dan menawarkan sekilas masa lalu Sahara yang hijau.

Gurun Sahara pada awalnya adalah hutan dan padang rumput. Perubahan iklim membuat wilayah yang hijau menjadi gurun pasir. Foto: @mohamedsaleban

"Sabu-Jaddi memiliki keragaman dalam jumlah yang besar," kata arkeolog Dr Bruce Williams, yang bekerja di Sudan selama lebih dari 50 tahun. "Ada hewan dari zaman awal, ternak dari periode Kerma (2600-1450 SM), perahu Kerajaan Baru Mesir (1570-1069 SM), koleksi motif periode Kristen dan banyak lagi yang berlanjut sepanjang waktu."

Di luar besarnya jumlah gambar dan sejarah mendalam pada situs tersebut, Sabu juga memberikan catatan terperinci tentang bagaimana orang hidup dan beradaptasi, ketika gurun terbesar di dunia mulai terbentuk di sekitar mereka.

Iklim di wilayah Sahara dulu sangat berbeda dari sekarang. Meskipun gurun umumnya dianggap berumur dua hingga tiga juta tahun, selama masa yang dikenal sebagai Periode Lembab Afrika (sekitar 13000-3000 SM), angin musiman dari Afrika Tengah menyapu ke atas, memberikan curah hujan yang cukup ke bagian utara benua. Selama era ini, Sungai Nil melonjak karena dialiri oleh anak-anak sungai yang dipenuhi hujan yang tak terhitung jumlahnya, yang berliku-liku menjadi dataran hijau yang subur - seperti sabana di Kenya dan Tanzania.

Kawanan gajah, jerapah, dan rusa dalam jumlah yang sangat besar bergemuruh melintasi bentang alam. Serta kuda nil mendengus di seluruh kolam rawa dan sungai. Berbagai macam tumbuhan dan hewan menawarkan sumber daya berlimpah bagi manusia, yang menjelajahi padang rumput ini dalam kelompok keluarga kecil pemburu-pengumpul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Sabu-Jaddi, ratusan figur hewan yang tertoreh ke permukaan batu pasir adalah bukti dari era yang terlupakan itu. Bentuk awal seni cadas Sahara ini dikenal sebagai Fase Bubaline, dan sementara Sabu bukan satu-satunya situs dengan petroglyph kuno, yang menggambarkan binatang buruan eksotis di Sahara. Sabu-Jadii hanyalah situs pertama di Sudan yang didokumentasikan (oleh ekspedisi arkeologis Inggris di tahun 1940-an) dan tetap menjadi satu-satunya yang mudah diakses pengunjung hingga hari ini.

Di luar seni kuno, informasi lain tentang hubungan manusia prasejarah dengan binatang telah diidentifikasi di penggalian di dekatnya, di mana tulang yang dipotong dari babi hutan, macan tutul, biawak, ikan, kijang dan jerapah terletak di samping sisa-sisa alat batu yang terkelupas dan perapian api kuno.

Bukti kehidupan seperti itu, baik di Sabu-Jadii dan di penggalian di dekatnya, menawarkan sekilas ke masa ketika kehidupan di dataran berumput Afrika Utara berkecukupan. Tapi itu tidak berlangsung lama, dan sekitar 5500-5000 SM, iklim memulai transformasi 2.000 tahun ketika Periode Lembab Afrika perlahan-lahan berakhir.

Ketika pola cuaca lembab di Afrika Utara mulai memendek saat musim hujan semakin jarang, baik manusia maupun hewan bermigrasi lebih dekat ke tepi Sungai Nil. Ketika cuaca terus mengering, periode lembab berakhir, dan pada tahun 3500 SM, Sahara yang kita kenal sekarang terbentuk.

Matt Stirn menduga, sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim itu, para menusia pengumpul-pemburu bergerak di wilayah Sabu-Jaddi secara bertahap. Mereka tidak berpindah-pindah dan semakin bergantung pada hewan peliharaan seperti sapi, domba dan kambing, yang merumput di dekat lubang berair.

Pergeseran budaya ke pastoralisme ini sering digunakan untuk mendefinisikan awal mula Periode Neolitikum, dan lintasan yang pada akhirnya akan berkembang menjadi pertanian dan penciptaan desa, kota, dan kerajaan permanen. Selama masa ini, pentingnya ternak meningkat secara eksponensial dan menjadi titik fokus bagi perdagangan dan ekonomi di Sudan.

Lukisan pada batu berbentuk hewan dan perahu menunjukkan Sabu-Jaddi dulunya adalah wilayah yang subur, sebelum menjadi bagian dari Gurun Sahara. Foto: @beatricetravels

Menurut arkeolog Swiss Jerome Dubosson, prevalensi figur sapi di Sabu membantu manusia memahami pentingnya hewan-hewan ternak di seluruh Sudan. Sebagai contoh, di ibu kota bersejarah terdekat dari Kerajaan Kushite kuno, Kerma, terdapat tengkorak dari ribuan sapi yang dikorbankan. Mereka dimakamkan di kuburan yang berasal dari tahun 2000 SM.

Peningkatan ternak baik dalam seni batu cadas maupun pada penggalian lainnya, menunjukkan pergeseran dalam ekonomi dan gambaran bagaimana manusia beradaptasi dengan perubahan kondisi padang pasir.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


OCHA Ingatkan Warga Sudan Terancam Kelaparan dan Wabah Penyakit

1 hari lalu

Anak-anak bermain dengan senjata anti-serangan pesawat udara  di Leer town, Sudan Selatan (8/5). Pemandangan memilukan seperti mayat-mayat di sumur, rumah-rumah dibakar, dan balita yang kelaparan terlihat di kawasan Leer ini.   (AP Photo/Josphat Kasire)
OCHA Ingatkan Warga Sudan Terancam Kelaparan dan Wabah Penyakit

Dari total sumbangan dana USD2.7 miliar (Rp43 triliun) yang dibutuhkan, baru 12 persen yang diterima OCHA untuk mengatasi kelaparan di Sudan.


Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

15 hari lalu

Jenderal Sudan Abdel Fattah al-Burhan. REUTERS
Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

Anak panglima militer dan pemimpin de facto Sudan meninggal di rumah sakit setelah kecelakaan lalu lintas di Turki.


Keindahan Big Daddy Dune, Bukit Pasir Menjulang yang Menarik Turis ke Namibia

17 hari lalu

Big Daddy Dune, bukit pasir tertinggi di Namibia yang jadi simbol keindahan negara tersebut. (Pixabay)
Keindahan Big Daddy Dune, Bukit Pasir Menjulang yang Menarik Turis ke Namibia

Terletak di jantung Gurun Namib yang terpencil, Big Daddy Dune menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dari seluruh dunia untuk berkunjung ke Namibia.


Turis Pose Telanjang di Big Daddy Dune, Pemerintah Namibia Marah

18 hari lalu

Big Daddy Dune, bukit pasir tertinggi di Namibia yang jadi simbol keindahan negara tersebut. (Pixabay)
Turis Pose Telanjang di Big Daddy Dune, Pemerintah Namibia Marah

Big Daddy Dune menjadi simbol keindahan alam Namibia dan menjadi tujuan populer bagi para wisatawan yang mencari petualangan.


10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

26 hari lalu

Warga Afghanistan berkumpul untuk naik bus saat mereka bersiap untuk kembali ke rumah, setelah Pakistan memberikan peringatan terakhir kepada migran tidak berdokumen untuk pergi, di halte bus di Karachi, Pakistan 29 Oktober 2023. REUTERS/Akhtar Soomro
10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Indonesia Termasuk?

Ada 10 negara yang paling tidak aman di dunia dan tidak disarankan untuk berkunjung ke sana. Siapa saja?


800.000 Orang Berisiko Hadapi Bahaya Ekstrem di Sudan

29 hari lalu

Seorang wanita dan bayi di kamp pengungsi Zamzam, dekat El Fasher di Darfur Utara, Sudan. MSF/Mohamed Zakaria/Handout melalui REUTERS
800.000 Orang Berisiko Hadapi Bahaya Ekstrem di Sudan

PBB telah memperingatkan bahaya yang akan menimpa setidaknya 800.000 warga Sudan ketika pertempuran semakin intensif dan meluas di Darfur.


Jokowi Lepas Bantuan Kemanusiaan Rp 30 Miliar ke Palestina dan Sudan

46 hari lalu

Presiden Jokowi melepas bantuan kemanusiaan pemerintah untuk Palestina dan Sudan di Pangkalan TNI AU Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 3 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Jokowi Lepas Bantuan Kemanusiaan Rp 30 Miliar ke Palestina dan Sudan

Presiden Jokowi melepas bantuan kemanusiaan pemerintah untuk Palestina dan Sudan.


Hampir 5 Juta Warga Sudan Kelaparan

50 hari lalu

Anak-anak bermain dengan senjata anti-serangan pesawat udara  di Leer town, Sudan Selatan (8/5). Pemandangan memilukan seperti mayat-mayat di sumur, rumah-rumah dibakar, dan balita yang kelaparan terlihat di kawasan Leer ini.   (AP Photo/Josphat Kasire)
Hampir 5 Juta Warga Sudan Kelaparan

IPC menemukan hampir lima juta warga Sudan mengalami kelaparan karena dampak perang dan anjloknya produksi sereal


BNPB Kirim Bantuan untuk Palestina dan Sudan: Masing-masing Rp 15,49 Miliar

54 hari lalu

Warga Palestina berkumpul untuk menerima makanan gratis saat penduduk Gaza menghadapi krisis kelaparan, selama bulan suci Ramadhan, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Jabalia di Jalur Gaza utara 19 Maret 2024. REUTERS/Mahmoud Issa
BNPB Kirim Bantuan untuk Palestina dan Sudan: Masing-masing Rp 15,49 Miliar

Bantuan yang akan diberikan dari BNPB untuk Palestina dan Sudan, akan sampai pekan depan. Bantuan diambil dari dana siap pakai BNPB.


Indonesia Beri Bantuan Kesehatan Senilai 1 Juta Dolar untuk Palestina dan Sudan

54 hari lalu

(Dari kanan ke kiri) Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto (rompi hijau), Menteri PMK Muhadjir Effendy, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Konferensi Pers usai Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) perihal Bantuan Penanganan Darurat Kesehatan untuk Palestina dan Sudan, di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, pada Selasa, 26 Maret 2024. Sebelumnya, RTM tersebut digelar tertutup. TEMPO/Adinda Jasmine
Indonesia Beri Bantuan Kesehatan Senilai 1 Juta Dolar untuk Palestina dan Sudan

Kesepakatan pemberian bantuan untuk Palestina dan Sudan dilakukan setelah pembahasan yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait.