TEMPO.CO, Jakarta - Sir Richard Branson telah menulis surat terbuka kepada staf Virgin Group. Dalam suratnya, sebagaimana dinukil dari Business Traveller, ia memperingatkan bahwa Virgin Atlantic membutuhkan dukungan pemerintah, untuk dapat melewati krisis virus corona saat ini.
Dalam surat itu Branson mengatakan bahwa Virgin Atlantic beroperasi pada banyak sektor yang paling parah terkena dampak Covid-19, termasuk penerbangan, pariwisata, hotel dan kapal pesiar. Ia juga mengatakan tantangan yang dihadapi sekarang adalah tidak ada uang masuk dan banyak yang keluar.
"Bersama dengan tim di Virgin Atlantic, kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menjaga agar maskapai tetap berjalan," ujar Branson.
Namun, untuk tetap beroperasi, Branson menegaskan membutuhkan dukungan pemerintah, dalam menghadapi ketidakpastian yang parah seputar bisnis penerbangan. Ia mengaku tidak tahu berapa lama pesawat armadanya terus didaratkan.
“Ini akan dalam bentuk pinjaman komersial - itu bukan uang gratis dan maskapai akan mengembalikannya," ujarnya. Sebelumnya Easyjet meminjam kepada pemerintah £ 600 juta. Menurut Branson, realitas krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, adalah banyak maskapai penerbangan di seluruh dunia, uang membutuhkan dukungan pemerintah -- dan banyak yang telah menerimanya.
"Tanpa itu tidak akan ada kompetisi yang tersisa dan ratusan ribu pekerjaan lagi akan hilang, bersama dengan konektivitas kritis dan nilai ekonomi yang sangat besar," paparnya.
Surat terbuka itu mengatakan bahwa hal yang sama juga berlaku di Australia, di mana tim Virgin Australia yang brilian berjuang untuk bertahan hidup. Mereka membutuhkan dukungan untuk melewati krisis global yang menghancurkan.
Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa operator terbesar kedua Australia tersebut, diatur untuk masuk ke dalam administrasi negara secara sukarela.
British Airways 747 dan Virgin Atlantic. AP/Alastair Grant
Virgin Atlantic (yang merupakan 51 persen dimiliki oleh Virgin Group, sementara Maskapai Delta memegang 49 persen saham sisanya) telah meminta £ 500 juta bantuan pemerintah.
Tetapi pekan lalu The Financial Times melaporkan bahwa maskapai itu telah diperintahkan untuk mengirim kembali proposalnya "setelah pemerintah Inggris tidak terkesan dengan tawaran awalnya".