TEMPO.CO, Mataram - Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berbenah untuk menjadikan pariwisata sektor pendapatan andalan daerah. Namun, destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan mancanegara (wisman) di NTB masih kawasan Gili Indah atau 3 Gili: Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air.
Hal tersebut disimpulkan dari hasil survei Bank Indonesia selama dua tahap Juli - Agustus 2019 dan November 2019, sebanyak 81 persen wisman yang berkunjung ke NTB mengunjungi Gili Trawangan. Dan hanya 49 persen dari wisman tersebut yang mengunjungi tempat lainnya selain Gili Indah.
Selain Gili Indah, tujuan wisata lainnya yang dikunjungi oleh wisman adalah Kuta Mandalika (29persen), Senggigi (27 persen), Mataram (12 persen), Senaru (10 persen), Sekotong (6 persen) dan destinasi wisata lainnya sebanyak 16 persen ke Sembalun - lembah Rinjani di Kabupaten Lombok timur, Desa Sade di Lombok Tengah, Eka Surf, Sumbawa, Bima, dan tempat wisata lainnya.
Wisatawan bersantai dengan bersepeda di Gili Trawangan. TEMPO/Supriyantho Khafid
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB Achris Sarwani mengemukakan hasil survei tersebut pada acara "Diseminasi Superwisman dan Diskusi Pengembangan Pariwisata Provinsi NTB", di Hotel Santika Mataram, Selasa 19 November 2019. ''Usulan kami, menjadikan Gili Indah sebagai promosi wisata di luar 3 Gili,'' katanya.
Selain itu, ia mengusulkan adanya peningkatan aksesibilitas dan konektivitas dari 3 Gili ke tujuan destinasi lainnya, mengingat tingginya kunjungan wisman ke 3 Gili. Juga diusulkan penerapan sistem retribusi dan ticketing di 3 Gili untuk meningkatkan pendapatan daerah serta mempermudah pencatatan kunjungan wisatawan di 3 Gili.
Wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan didominasi oleh wisatawan dari Eropa Barat (Britania Raya, Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia) serta Australia. Usia dominan para wisman yang menikmati Gili adalah 20 –39 tahun.
Suasana sunset di Gili Trawangan, Pulau Lombok, NTB
Pada tahap I survei, ditemukan kebanyakan wisman yang berkunjung ke NTB tinggal selama tiga hari. Sementara itu jumlah hari rata-rata tinggal wisatawan adalah selama 10 hari. Tahap II survei, kebanyakan wisman yang berkunjung ke NTB tinggal selama lima hari. Sementara itu jumlah hari rata-rata tinggal wisatawan adalah selama sembilan hari.
Dari tahap II survei mendapatkan data pengeluaran mereka selama di Lombok, adalah Rp 5,681 juta, yang terbanyak digunakan untuk biaya akomodasi Rp 2,682 juta, makanan Rp 1,858 juta, transportasi lokal Rp732.000, paket wisata lokal Rp726.000 dan suvenir Rp622.000.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah mengatakan melihat data, sama artinya melihat kondisi yang sebenarnya dalam masyarakat. Keputusan yang diambil akan tepat sasaran dan efektif. Dengan begitu, memiliki banyak manfaat dan terbuka satu sama lain khususnya terkait dengan pariwisata, butuh kerjasama, kontribusi dan sinergi dengan yang lain.
Menurutnya, NTB sedang memperjuangkan beberapa program-program unggulan, salah satunya adalah desa wisata. Program tersebut merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan lingkungan. Dengan memperjuangkan desa wisata, masyarakat setempat tentu tidak akan merusak lingkungan.
Wisatawan menaiki perahu mesin menuju Gili Trawangan di pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Selasa, 9 Oktober 2018. Wisatawan kembali mengunjungi kawasan wisata Gili Trawangan melalui pelabuhan Bangsal menggunakan perahu mesin dengan tarif per orang Rp15 ribu ke Gili Trawangan, Rp.20 ribu ke Gili Meno dan Rp12 ribu ke Gili Air dan R.85 ribu menggunakan kapal cepat ke Gili Trawangan. ANTARA/Ahmad Subaidi
Pasalnya, orang datang ke desa wisata itu untuk mencari alam, keindahan, keasrian, dan mencari sesuatu yang ada di desa tersebut. "Dari sisi kerajinan, kebudayaan, bahkan kehidupan masyarakat setempat dan kita harus memelihara itu semua," kata Sitti Rohmi Djalilah.
Desa wisata ke depannya diharapkan dapat memperjuangkan NTB yang asri dan lestari. Hal tersebut tidak bisa lepas, karena akan saling mempengaruhi satu sama lain. Ia mendorong generasi-generasi muda yang lain untuk mau membangun potensi ekonomi, potensi wisatanya, potensi sampah yang bisa menjadi berkah.
SUPRIYANTHO KHAFID