Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kampung Anggrek dan Kebun Era Kolonial di Kaki Gunung Kelud

image-gnews
Kampung Anggrek di Kabupaten Kediri berada di kaki Gunung Kelud, Dusun Sumberpetung, Desa Sempu, Kecamatan Ngancar ini, menyediakan ratusan jenis anggrek dan kunjungan kebun yang luar biasa. TEMPO/Hari Tri Warsono
Kampung Anggrek di Kabupaten Kediri berada di kaki Gunung Kelud, Dusun Sumberpetung, Desa Sempu, Kecamatan Ngancar ini, menyediakan ratusan jenis anggrek dan kunjungan kebun yang luar biasa. TEMPO/Hari Tri Warsono
Iklan

TEMPO.CO, Kediri - Kampung Anggrek di Kabupaten Kediri berada di kaki Gunung Kelud, Dusun Sumberpetung, Desa Sempu, Kecamatan Ngancar ini, tak hanya menyediakan ratusan jenis anggrek dari seluruh Indonesia, tetapi juga kunjungan kebun yang luar biasa.

Dengan mengendarai mobil kayu yang didesain khusus menyerupai kereta kelinci, para pengunjung bisa menyisiri hamparan kebun nanas, kakao, cengkeh, hingga tebu yang terhampar seluas 400 hektar. Kebun ini adalah bekas peninggalan Belanda yang dikelola dan menjadi aset PT Anugerah Anggrek Nusantara.

Minggu, 13 Oktober 2019, saya mencoba wahana baru ini. Perjalanan menyusuri perkebunan di kaki Gunung Kelud itu, ternyata sangat mengasyikkan sekaligus menantang. Cukup membayar tiket mobil kayu sebesar Rp15.000 per orang, perjalanan seru bisa dimulai.

Siang itu saya kebagian mobil kayu ukuran paling kecil. Pemilihan mobil ini disesuaikan dengan jumlah penumpang yang naik. Terdapat empat baris bangku yang mampu menampung 10 penumpang dewasa sekaligus. Saya memilih duduk di bangku paling belakang, agar bisa menyaksikan ekspresi penumpang di depan.

Usai membayar tiket, saya diminta mengambil masker muka. Menurut petugas loket, perjalanan menyusuri kebun akan sangat berdebu pada musim kemarau. Namun hal itu tak akan mengurangi keindahan panorama kebun yang akan kami lalui.

Konstruksi mobil didesain terbuka dengan menyisakan atap sebagai pelindung panas. Seluruh rangkanya, kecuali mesin dibuat dari kayu, dengan tempat duduk berjajar ke belakang. Tiap baris bangku bisa diisi 2 – 3 orang dewasa. Tak ada kaca atau pelindung samping pada mobil, sehingga benar-benar menjadi kendaraan terbuka yang asyik.

Etape pertama mengelilingi kebun adalah permukiman penduduk. Menyusuri jalanan tanah yang bergelombang, pengunjung bisa menyaksikan dari dekat kondisi pemukiman penduduk di kaki Gunung Kelud yang sederhana. Rumah-rumah kecil yang sebagian masih berupa papan, berjajar di kanan kiri jalan.

Beberapa rumah tampak berdampingan dengan kandang sapi. Selain bercocok tanam, warga Desa Sempu juga memerah susu sapi sebagai mata pencarian.

Usai melintasi kawasan pemukiman, perjalanan berikutnya adalah membelah kebun cengkih. Mobil kayu yang kami tumpangi berderit saat melewati gundukan tanah yang tinggi. “Tidak usah takut, mobil ini kuat kok,” kata pengemudi dengan suara tenang.

Menurut dia, mobil ini awalnya adalah Suzuki Futura. Bodinya sengaja dihilangkan untuk diganti dengan rangka kayu. Sementara mobil yang berukuran lebih besar dimodifikasi dari Suzuki ELF.

Gundukan tanah yang kami lewati ternyata menjadi pembuka perjalanan yang lebih ekstrim. Selanjutnya mobil bergerak pelan menyusuri jalanan kebun yang jauh dari rata. Beberapa kali mobil terlihat miring dan memicu teriakan para penumpang. “Nah ini serunya,” sahut pengemudi mendengar teriakan penumpang.

Tak lama kemudian dia menyalakan tape mobil yang memperdengarkan narasi seseorang. Suara itu menjelaskan tentang kebun yang kami lewati. Dari situ saya mengetahui jika usia perkebunan ini sudah sangat tua, yakni sejak jaman penjajahan Belanda. Di kanan kiri terhampar tanaman cengkeh dan hamparan kebun nanas yang sangat luas.

Dari atas mobil saya bisa menjangkau tanaman yang tumbuh di kanan kiri jalan. Meski berdebu, hawa pegunungan yang dingin cukup menyejukkan perjalanan kami siang itu.

Setelah beberapa saat berjalan, mobil berhenti di depan rumah pohon. Di sini pengunjung dipersilahkan turun untuk naik ke atas rumah pohon dan berswafoto. Dari atas rumah pohon terlihat jelas hamparan tanaman nanas dan cengkih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak berapa lama kami melanjutkan perjalanan. Etape berikutnya masih menanjak dengan jalanan tanah yang bergelombang. Dari kejauhan tampak Gunung Kelud yang menjulang tinggi. Lokasi agrowisata Kampung Anggrek memang berada di lereng Gunung Kelud.

Pos pemberhentian kedua memberikan pemandangan yang lebih bagus. Masih dengan konsep rumah panggung, kami bisa berswafoto dengan latar belakang Gunung Kelud.

Mobil yang digunakan pengunjung untuk melahap medan penuh tanjakan di perkebunan era kolonial. TEMPO/Hari Tri Warsono

Puas mengabadikan pemandangan, etape berikutnya tak kalah menantang. Bagaimana tidak, dengan mobil kayu yang terus berderit, kami menuruni jalan yang sangat curam. Pengemudi mobil tampak berhati-hati saat melepas pedal gas untuk mencegah kendaraan melaju kencang. Di sini saya tak kuasa menahan teriak. Huaaaaaa..........!

Namun ketakutan itu tertebus oleh kemolekan hamparan kebun kakao. Tanaman keras yang tumbuh di kanan kiri jalan itu, bahkan bisa kami sentuh dari atas mobil. Dan asyiknya, buah kakao yang mulai masak bisa dipetik dan dibeli dengan harga Rp25.000 per kilogram.

Tak terasa perjalanan panjang itu tiba kembali di lokasi pemberangkatan. Perjalanan berkeliling kebun ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam. “Jika ingin menikmati tanaman anggrek, silahkan ke area budidaya,” kata Zainudin, Direktur PT Anugerah Anggrek Nusantara.

Lebih dari 100 jenis varietas anggrek dibudidaya oleh pakar botani di laboratorium Kampung Anggrek. Komoditas ini juga dinilai cocok dengan suhu udara Desa Sempu yang cenderung rendah.

Anggrek Bulan (Dendrobium) dan Vanda menjadi dua varietas anggrek yang paling diburu di tempat ini. Berbentuk serangga dan memiliki warna cerah, anggrek Bulan kerap memikat serangga penyerbuk dibanding anggrek lain. Karakteristik akarnya yang menempel pada inang tergerai hingga menyerupai rambut panjang menjadi alasan penghobi untuk mengoleksi. “Anggrek ini paling diburu dengan harga di atas Rp 95.000 per batang,” kata Zaenudin.

Kampung Anggrek memiliki fasilitas kebun binatang mini. TEMPO/Hari Tri Warsono

Mantan Kepala Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember ini memastikan seluruh anggrek yang dibudidaya telah memenuhi standar pengolahan baku, dengan target penjualan ke mancanegara. Sebelum ditata apik di showroom penjualan, benih anggrek diperlakukan khusus di laboratorium steril.

Di tempat ini pula Zaenudin melakukan uji coba persilangan untuk menciptakan varietas baru yang cantik dan lebih tahan penyakit.

Tak berlebihan jika para penggemar anggrek tanah air menyematkan Kampung Anggrek sebagai surga mereka. Apalagi obyek wisata ini tak hanya mengeksplore tentang anggrek, namun menyediakan destinasi lain mulai kuliner, area bermain anak, dan kebun binatang mini. HARI TRI WASONO   

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mas Dhito Fokus Tuntaskan Periode Kepemimpinan di Kabupaten Kediri

3 hari lalu

Mas Dhito Fokus Tuntaskan Periode Kepemimpinan di Kabupaten Kediri

Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana yang digadang-gadang mencalonkan kembali sejauh ini masih fokus menuntaskan amanah hingga masa periodenya berakhir.


Mas Dhito Ajak Masyarakat Sukseskan Pembangunan Infrastruktur di Kediri

8 hari lalu

Mas Dhito Ajak Masyarakat Sukseskan Pembangunan Infrastruktur di Kediri

Pemerintah Kabupaten Kediri saat ini tengah mengerjakan pembangunan stadion, revitalisasi pasar tradisional, serta akses penunjang ke Bandara Internasional Dhoho.


Mas Dhito Pantau ATCS Pengurai Kemacetan Mudik Lebaran 2024

19 hari lalu

Mas Dhito Pantau ATCS Pengurai Kemacetan Mudik Lebaran 2024

Simpang Mengkreng menjadi salah satu titik paling ramai setiap tahunnya sebelum dan setelah Idul Fitri.


Pj Gubernur Jatim Kunjungi Bandara Dhoho Kediri

27 hari lalu

Pj Gubernur Jatim Kunjungi Bandara Dhoho Kediri

Bandara Internasional Dhoho tinggal menunggu perizinan penerbangan reguler.


Mas Dhito dan Putra Sampoerna Foundation Bahas Boarding School

27 hari lalu

Mas Dhito dan Putra Sampoerna Foundation Bahas Boarding School

Semua pihak terkait di Kabupaten Kediri konsisten mengawal perkembangan SMA Dharma Wanita Boarding School.


Mas Dhito Sampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemkab Kediri

32 hari lalu

Mas Dhito Sampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemkab Kediri

Pada hasil paparan terlihat mayoritas indikator kinerja utama Pemerintah Kabupaten Kediri dicapai dengan kategori sangat baik.


Mas Dhito Luncurkan Pakaian Khas Kediri Terbaru

32 hari lalu

Mas Dhito Luncurkan Pakaian Khas Kediri Terbaru

Pakaian khas Kediri terbaru menambah ragam desain seri sebelumnya. Diharapkan dapat menjadi pakaian adat.


Mas Dhito Harap Festival Kuno Kini Berdampak Nyata

32 hari lalu

Mas Dhito Harap Festival Kuno Kini Berdampak Nyata

Festival Kuno Kini digelar dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-1220 Kabupaten Kediri. Diikuti oleh 210 UMKM.


Bupati Kediri Lakukan Perombakan Pejabat Struktural dan Fungsional

34 hari lalu

Bupati Kediri Lakukan Perombakan Pejabat Struktural dan Fungsional

Para pejabat yang dilantik diminta untuk menjunjung tanggung jawab pada jabatan baru yang diemban


Pemkab Kediri dan PLN Bahas Program Listrik Masuk Sawah

40 hari lalu

Pemkab Kediri dan PLN Bahas Program Listrik Masuk Sawah

Keberadaan pompa air yang ditenagai kelistrikan PLN sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan di Kediri.