TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan pegiat lingkungan dan pelajar melepas 1.000 ekor tukik jenis penyu hijau (Chelonia Mydas) di Pantai Taman Kili-kili, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Selasa.
Aksi yang diprakarsai komunitas pegiat lingkungan dari Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Konservasi Penyu Taman Kili-kili itu dilakukan secara massal. Mereka menyebut kegiatan itu dengan nama "tradisi ucul-ucul".
Tradisi ucul-ucul juga ditandai dengan pelepasan seratusan ekor burung berbagai jenis ke alam bebas. "Tradisi ucul-ucul ini menjadi kegiatan tahunan di akhir musim penyu bertelur,” kata Sekretaris Pokmaswas Konservasi Penyu Taman Kili-kili, Kecamatan Panggul, Eko Margono.
Sebelum pelepasan tukik secara masal itu, menurut Eko, Pokmaswas Konservasi Penyu Taman Kili-kili secara periodik telah melepas tukik-tukik yang lebih dulu menetas.
Selama periode musim bertelur tahun ini total ada sekitar 3.000 ekor tukik yang dilepas liarkan ke laut bebas. "Saat ini masih ada satu kelompok telur yang belum menetas dan masih masa inkubasi," kata Ari Gunawan, salah satu pegiat konservasi.
Menurut Eko, tidak semua telur penyu berhasil menetas. Dari total sekitar 3.600-4.000 butir telur penyu yang berhasil mereka evakuasi sebelumnya, diperkirakan hanya 85 persen yang berhasil ditetaskan.
Selebihnya gagal menetas karena keterlambatan proses evakuasi ke lokasi konservasi. Jika lebih dari 24 jam telur belum dievakuasi, risiko gagal (menetas) tinggi.
Eko berharap, mudah-mudahan dengan vegetasi pantai yang telah dilakukan, induk penyu semakin nyaman bertelur di Taman Kili-kili.
Kepala Dinas Perikanan Syuhadak Abdullah mengatakan momentum pelepasan tukik seperti itu kemungkinan akan mulai dikurangi bertahap. Menurut dia, secara ilmiah tukik-tukik itu tidak boleh ditahan terlalu lama di penangkaran agar harapan hidup lebih tinggi.
"Setelah menetas kami akan langsung kasih jalan agar ke laut supaya tukik penyu bisa cepat beradaptasi dengan habitat aslinya," kata Syuhadak Abdullah.
ANTARA