Wisata Multikultural, Mengunjungi Berbagai Tempat Ibadah di Yogya

Reporter

Jumat, 7 Juli 2017 19:46 WIB

Warga keturunan Tionghoa berdoa di Kelenteng Fuk Ling Miau atau Kelenteng Gondomanan, DI Yogyakarta, 28 nJanuari 2017. warga keturunan Tionghoa Yogyakarta melakukan sembahyang sebagai ungkapan syukur merayakan Tahun Baru Imlek 2568. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Yogyakarta - Jarum menunjuk pukul 10.30. Rombongan anak-anak yang berwisata pendidikan multikultural, itu menuju kelenteng Kelenteng Fuk Ling Miau, di Gondomanan, Yogyakarta.


Total ada 69 peserta, anak dari usia sekolah dasar hingga SMA dalam rombongan itu. Mereka pun berasal dari beberapa kota, seperti Klaten, Surakarta, dan DIY. Juga dengan latar belakang agama yang berbeda-beda pula.


Guyub Bocah, bekerjasama dengan Yayasan Satunama, menyelenggarakan acara itu, selama dua hari, 5-6 Juli. Pada hari pertama mereka, mengunjungi sejumlah tempat ibadah. Dari Kelenteng Fuk Ling Miau, Masjid Gede Keraton, Yogyakarta di Kauman, Gereja Katolik Santo Yusup di Bintaran, dan Gereja Kristen Indonesia di Ngupasan.


Pada hari kedua, dilanjutkan ke Candi Budha Plaosan, Candi Hindu Sambisari, dan Pura Jagadnata Sorowajan. “Saya jadi tahu. Ada tiga agama di kelenteng itu yang disebut Tri Dharma. Konghuchu, Buddha, dan Chao,” kata Esti, siswi SMP yang ditemui Tempo, di serambi Masjid Gede di Kauman, Yogyakarta.Candi Plaosan, Jawa Tengah. Tempo/Pius Erlangga


Di sana, anak-anak dikenalkan pengetahuan tentang sejumlah dewa, yang diyakini para pemeluk Tri Dharma. Seperti Dewa Candra yang memberi penerangan malam hari, Dewa Surya sebagai penerang siang hari, ada juga Dewi Welas Asih. “Sedangkan agama saya hanya mengenal satu Tuhan, Allah SWT. Tapi dengan mengenal mereka, kami bisa bertoleransi,” kata Esti.


Advertising
Advertising

Waktu salat Dhuhur, rombongan itu sampai di Masjid Gede. Anak-anak pemeluk agama Islam menjalankan salat berjamaah, di ruang utama masjid, yang dibangun pada 1773, di masa Sultan Hamengku Buwono I.


Anak-anak pemeluk agama lain menunggu di serambi masjid. Selepas salat, pengurus takmir Gatot Supriyanto, memaparkan sejarah masjid dengan megaphone, di hadapan anak-anak yang duduk meriung.


Ada yang diam mendengarkan, ada pula yang mencatat. Lantaran kepercayaan Hindu dan Buddha, ada ketika masjid tua itu berdiri. Seorang anak bertanya, “Apakah ada unsur Hindu dan Budha pada bangunan masjid?” tanyanya.


Gatot mengiyakan. Seperti relief bunga teratai di tiang masjid. Bunga teratai menjadi simbol Buddha, sebagai tempat duduk para dewa. Ada juga lambang segitiga yang menunjukkan simbol Tri Murti dalam Hindu. “Kalau simbol Kristen tidak ada. Karena pada masa itu, agama Kristen belum masuk,” kata Gatot.Prajurit Keraton Yogyakarta di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. Antara


Perjalanan itu dilanjutkan ke Gereja Katolik Santo Yusup, Bintaran, dan berakhir di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ngupasan pada sore hari. Pendeta Hadian dan Pendeta Yusak, serta sejumlah penatua menyambut mereka.


Rombongan itu dibagi dua, anak-anak usia SD, serta SMP dan SMA. Mereka diajak berkeliling melihat bangunan gereja, yang dibangun pada 1934, dengan nama awal Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee atau Persekutuan Orang-orang Tionghoa Berbahasa Melayu.


Pada kesempatan itu, rombongan anak-anak SD diperlihatkan lonceng gereja yang dibunyikan. Mereka menyaksikan petugas di gereja menarik tali lonceng ke atas dan ke bawah. “Untuk apa lonceng itu dibunyikan?” tanya Rio, bocah usia SD.


Petugas gereja itu menjawab, untuk penanda berlangsungnya ibadah. Rio sempat terdiam mencerna. Pendamping Sanggar Bocah Menoreh (SBM) dari Banjaroya, Kulon Progo, Sekarningtyas Dewi Utami, mencoba menjelaskan. “Maksudnya, kalau muslim itu mau salat ditandai suara adzan. Kalau Kristen, mau beribadah ditandai bunyi lonceng,” kata Sekar.


Sekar lalu mengajak sembilan orang anak dari komunitasnya. Dia minta anak-anak itu bertanya, apabila ada hal-hal yang tidak diketahui selama mengikuti perjalanan Wisata Pendidikan Multikultural itu. “Karena tidak semua hal tidak saya ketahui. Jadi mumpung bertemu orang-orang yang paham, bertanyalah,” kata Sekar, kepada rombongannya.


Dia mengajak komunitasnya ikut wisata itu, untuk mengisi libur sekolah. Ketimbang hanya di rumah dan menonton televisi. Lewat wisata itu, Sekar berharap anak-anak mempunyai gambaran tentang alasan mereka harus saling menghormati teman-temannya yang berbeda agama. “Tak sekedar mengunjungi tempat ibadah umat agama lain. Tapi mereka juga belajar sejarahnya,” kata Sekar, kepada Tempo.


PITO AGUSTIN RUDIANA

Berita terkait

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

32 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

48 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.

Baca Selengkapnya

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.

Baca Selengkapnya

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.

Baca Selengkapnya

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

28 Oktober 2022

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Aprilia Inka Prasasti terpilih sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya