Mengenang Kejayaan Batanghari  

Reporter

Senin, 29 Desember 2014 16:59 WIB

Jembatan pendestrian di atas Sungai Batanghari, Jambi, sepanjang 532 meter, yang menghubungkan Kota Jambi dengan Kota Seberang Jambi. TEMPO/Ika Ningtyas

TEMPO.CO, Jambi - Deru mesin perahu yang kutumpangi memecah keheningan Sungai Batanghari, Jambi. Melaju pelan, perahu meninggalkan dermaga Pelabuhan Pelayangan, Provinsi Jambi. Inilah saatnya mengarungi sungai terpanjang di Pulau Sumatera, sekaligus menikmati sisa-sisa kejayaan Batanghari yang pernah tercatat dalam sejarah.

Saya menyewa perahu bermesin satu ini, atau yang disebut getek, dengan ongkos Rp 70 ribu. Harga ini tak tentu, tergantung seberapa pandai Anda melakukan tawar-menawar. Biaya tersebut saya anggap murah karena perahu akan mengantar berkeliling hingga satu jam. Selain untuk berwisata, getek-getek ini adalah transportasi utama bagi masyarakat Kota Seberang Jambi yang akan beraktivitas ke Kota Jambi.

Mata air Batanghari berasal dari Gunung Rasan, yang mengalir sejauh 800 kilometer melewati delapan kabupaten di Sumatera Barat, termasuk Provinsi Jambi. Di Jambi sendiri, Batanghari membelah kota. Saya disuguhi deretan pabrik-pabrik karet tua di tepian Batanghari.

Jambi memang penghasil utama komoditas karet di Sumatera. Nyawa pabrik-pabrik karet itu sangat bergantung pada Batanghari untuk memasok batu bara sebagai bahan bakar. Batanghari, dengan kedalaman antara 8-12 meter, memungkinkan dilayari kapal pengangkut batu bara dan kapal perdagangan lainnya.

Ada dua jembatan yang saya nikmati dalam perjalanan ini. Jembatan pertama adalah jembatan pendestrian sepanjang 532 meter, yang sedang dalam tahap pengerjaan. Jembatan berbentuk huruf S ini menghubungkan Kota Jambi dengan Kota Seberang Jambi. Di ujung jembatan ini, bertenggerlah Gentala Arasy, sebuah menara jam setinggi 32 meter. Gentala ini akan menjadi ikon baru Kota Jambi yang lengkap dengan pusat kuliner dan museum.

Berikutnya adalah Jembatan Batanghari II sepanjang 1,35 kilometer yang tak kalah eloknya. Jembatan berbentuk lengkungan ini menghubungkan Kota Jambi dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Jabung Timur. Jembatan Batanghari II ini menjadi tempat favorit untuk berfoto ketika menjelajah Batanghari.

Ketika kapal berputar meninggalkan Jembatan Batanghari II, tampaklah deretan rumah panggung masyarakat Kota Seberang Jambi. Mereka mendirikan rumah lebih tinggi di atas Sungai Batanghari. Senen, pemilik getek yang kutumpangi, bercerita, setiap selesai hujan, Batanghari selalu meluap dan menjadikan bawah rumah warga seperti rawa-rawa. Tapi hampir sebagian besar dari mereka yang terlihat memakai Batanghari untuk mandi dan mencuci. “Kecuali minum sudah tersedia air bersih,” tutur Senen yang berasal dari Kota Seberang Jambi .

Batanghari sejatinya sudah terkenal sejak abad ke-7 Masehi. Dari sinilah awal mula nama Swarnadwipa dilekatkan untuk menyebut Pulau Sumatera. Swarnadwipa dalam bahasa Sansekerta, yang artinya Pulau Emas. Ya, sistem aliran Sungai Batanghari ini telah membawa banyak deposit emas. Sejak dulu hingga sekarang, banyak bermunculan pertambangan emas di sepanjang aliran sungai anakan Batanghari.

Batanghari pernah menjadi titik penting perdagangan di Sumatera. Di sungai ini pernah tumbuh peradaban Kerajaan Melayu hingga Kerajaan Sriwijaya. Jejak-jejak Kerajaan Melayu dan Sriwijaya itu kini bisa disaksikan di kompleks Candi Muaro Jambi, Kabupaten Muaro Jambi. Kompleks candi ini membentang seluas 260 hektare dan merupakan yang terluas di Indonesia.

Namun, kejayaan Batanghari agaknya memang tinggal cerita. Kondisi Batanghari saat ini jauh berbeda. Pertambangan emas yang tumbuh tak terkendali di anakan Sungai Batanghari telah menyisakan limbah merkuri. Padahal, sejumlah warga masih memanfaatkan Batanghari untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Saya langsung teringat pada tiga ribu warga Teluk Minamata, Jepang, yang mengalami penyakit aneh karena tercemar merkuri. Bisa saja tragedi Minamata ini akan berulang di Batanghari.

Belum lagi persoalan hutan di bagian hulu yang banyak beralih menjadi kebun sawit. Alur Sungai Batanghari berubah, erosi dan terjadinya pendangkalan. Akibatnya, saat hujan, Batanghari akan mudah meluap dengan air berwarna kecokelatan, seperti yang sedang saya saksikan saat ini. Batanghari yang tadinya membawa manfaat, sewaktu-waktu berubah mengancam menjadi bencana.

Saya menerawang jauh sebelum getek merapat kembali ke dermaga. Di tengah kepuasan menjelajah Batanghari, timbulah rasa masygul yang tiada tara. Ternyata bangsa ini selalu gagal belajar dari sejarah. Gagal membawa Batanghari kembali berjaya.

IKA NINGTYAS

VIDEO TERKAIT


Berita terkait

Banjir Dasyat Setinggi Leher Terjang Guangdong Cina, 11 Orang Hilang

25 hari lalu

Banjir Dasyat Setinggi Leher Terjang Guangdong Cina, 11 Orang Hilang

Sebelas orang hilang di Guangdong akibat banjir dasyat di provinsi selatan Cina itu pada Senin 22 April 2024

Baca Selengkapnya

Kali Kamal Meluap, Ruas Tol Sedyatmo Masih Terendam

55 hari lalu

Kali Kamal Meluap, Ruas Tol Sedyatmo Masih Terendam

Ruas Tol Sedyatmo KM 27 terpantau hingga Jumat 22 Maret 2024 pukul 18.00 WIB masih terendam air luapan Kali Kamal.

Baca Selengkapnya

Mentan Galakkan Pompanisasi 500 Ribu Hektare di Jawa, Siapkan Anggaran Rp 5,8 Triliun

58 hari lalu

Mentan Galakkan Pompanisasi 500 Ribu Hektare di Jawa, Siapkan Anggaran Rp 5,8 Triliun

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman bakal melakukan pompanisasi pada 500 ribu hektare lahan tadah hujan di Pulau Jawa.

Baca Selengkapnya

500 Ribu Meter Kubik Material Erupsi Gunung Marapi Ancam Warga hingga 7 Kilometer

23 Januari 2024

500 Ribu Meter Kubik Material Erupsi Gunung Marapi Ancam Warga hingga 7 Kilometer

Jika terjadi banjir lahar hujan, katanya, tumpukan material vulkanik Gunung Marapi tersebut dapat menjangkau hingga area tujuh kilometer.

Baca Selengkapnya

BRI Peduli Ajak Masyarakat Jaga Ekosistem Sungai

1 Januari 2024

BRI Peduli Ajak Masyarakat Jaga Ekosistem Sungai

BRI berupaya mendorong perbaikan dan revitalisasi sungai di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama yang tingkat pencemaran airnya sangat tinggi terutama akibat sampah yang menumpuk.

Baca Selengkapnya

Makassar, Kota Sehat yang Diarenya Meningkat

31 Desember 2023

Makassar, Kota Sehat yang Diarenya Meningkat

Jamban itu digunakan oleh lima orang. Mereka berdomisili di Kelurahan Banta-bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

Baca Selengkapnya

Terdampak Erupsi Gunung Marapi, Ini Kondisi Terkini Hulu Sungai di Sekitarnya

18 Desember 2023

Terdampak Erupsi Gunung Marapi, Ini Kondisi Terkini Hulu Sungai di Sekitarnya

Erupsi Gunung Marapi membuat sejumlah sungai terpapar abu vulkanik, guguran lava, awan panas, dan banjir bandang. Ini kondisi terkini.

Baca Selengkapnya

BRIN Melakukan Penelitian Jalur Migrasi Ikan, Ada Tangga Iwak di Bendungan

8 Desember 2023

BRIN Melakukan Penelitian Jalur Migrasi Ikan, Ada Tangga Iwak di Bendungan

BRIN melakukan penelitian jalur migrasi ikan atau fishway untuk pengelolaan sumber daya perairan sungai yang berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Busa Limbah Penuhi Kali Baru Depok, Ini Dugaan Sementara Penyebabnya

28 November 2023

Busa Limbah Penuhi Kali Baru Depok, Ini Dugaan Sementara Penyebabnya

Pemkot Depok sedang menelusuri munculnya busa yang menutupi areal Curug Kali Baru, Cimanggis

Baca Selengkapnya

Pesona Kali Biru, Sepotong Surga di Tanah Raja Ampat Papua Barat

11 November 2023

Pesona Kali Biru, Sepotong Surga di Tanah Raja Ampat Papua Barat

Disebut Kali Biru karena sungai di tanah Raja Ampat ini memiliki air jernih yang memancarkan warna biru dari dasarnya.

Baca Selengkapnya