Menjelajah Bawah Laut Selat Bali yang Eksotis

Reporter

Editor

Eni Saeni

Rabu, 20 Agustus 2014 12:31 WIB

Terumbu karang di Selat Bali. TEMPO/Ika Ningtyas

TEMPO.CO, Bali - Menjelajahi alam bawah laut Selat Bali yang terkenal berarus kuat itu ibarat menguji nyali. Apalagi bulan Agustus merupakan periode angin kencang yang mengundang gelombang tinggi. Namun saya mengabaikan bayangan ngeri tentang Selat Bali. Bersama tujuh kawan, saya berhasrat menaklukkannya pada Ahad, tepat pada Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2014.

Ada dua spot di Selat Bali yang kini dikembangkan sebagai wisata bawah laut, yakni di Desa Bansring, Kecamatan Wongsorejo, dan Pulau Tabuhan. Kedua spot wisata yang baru populer tiga bulan lalu tersebut dikelola oleh Kelompok Nelayan Samudera Bakti.

Saya memulai penjelajahan alam bawah laut dari Desa Bansring, sekitar 15 kilometer arah utara Kota Banyuwangi. Sebagai pemula, saya hanya menyelam di permukaan alias snorkeling. Seperangkat alat antara lain snorkel, masker, pelampung, dan sepatu katak saya sewa dengan tarif Rp 25 ribu.

Titik yang saya coba ini memang belum terkenal, seperti Pulau Menjangan, Bali, meski lokasinya sama-sama berada di Selat Bali. Kelebihannya, saya tidak perlu menempuh jauh ke tengah laut seperti di Menjangan untuk snorkeling. Dari pantainya saja, saya sudah bisa melihat terumbu karang yang hidup di balik air laut yang jernih. Terumbu karang di wilayah ini memang tersebar mulai kedalaman setengah meter hingga 30 meter.

Terumbu karang ini pernah hancur akibat pemakaian potasium yang sering dipakai nelayan ikan hias. Banyuwangi memang menjadi pengekspor ikan hias nomor wahid di Jawa Timur, yang rutin mengirim ke Jepang, Taiwan, Cina, hingga Eropa. Sayangnya, nelayan sering menggunakan cara-cara instan untuk mendapatkan ikan hias walau harus dibayar mahal dengan kerusakan ekosistem lautnya.

Menurut Wakil Ketua Kelompok Nelayan Sukirno, baru pada 2008, ada 31 nelayan yang "bertobat". Mereka menyadari bahwa pemakaian potasium telah menyebabkan terumbu karang rusak, yang efeknya juga mengurangi populasi ikan hias. Mereka lantas membentuk Kelompok Nelayan Samudera Bakti yang berkomitmen berhenti menggunakan potas dan menggantinya dengan jaring yang lebih ramah lingkungan. "Kami juga membuat terumbu karang buatan dan menebarkan benih ikan ke laut," kata mantan nelayan ikan hias ini.

<!--more-->

Upaya itu akhirnya memulihkan populasi ikan hias. Bila sebelumnya penghasilan nelayan hanya Rp 50 ribu sehari, saat ini bisa mencapai Rp 500 ribu. Keberhasilan upaya ini akhirnya menarik nelayan lainnya sehingga ada 150 nelayan yang bergabung.

Saya berenang ke sana-kemari, sesekali menyelam lebih dalam. Menyaksikan terumbu-terumbu karang beraneka warna diterpa matahari. Beberapa jenis ikan, seperti nemo, lion fish, dan kepe merah, seolah menyambut kedatangan saya. Terumbu karang alami itu mulai tumbuh menjadi rumah yang nyaman bagi ratusan jenis ikan. Meski saya juga melihat masih banyak terumbu karang yang rusak sisa eksploitasi besar-besaran.

Berdampingan dengan terumbu karang alami itu, masih terdapat bekas-bekas transplantasi alias terumbu karang buatan yang pernah ditenggelamkan para nelayan. Inilah nilai lebih menyelam di Selat Bali. Selain bisa menikmati keindahan alamnya, saya bisa menyaksikan bagaimana perjuangan para nelayan untuk menyelamatkan biota laut.

Gelombang setinggi 1-1,5 meter disertai arus memang menjadi kesulitan ber-snorkeling di Selat Bali. Sebab, saya harus berenang sekuat tenaga agar tidak terbawa arus terlalu jauh. Termasuk, agar bisa kembali ke pantai. Namun capek dan napas yang ngos-ngosan terbayar lunas dengan rasa takjub karena bisa menyelesaikan spot pertama tanpa hambatan berarti.

Setelah beristirahat setengah jam, saya melanjutkan perjalanan menuju spot kedua ke Pulau Tabuhan. Pulau kosong ini terletak sekitar 5 mil dari spot pertama. Letaknya berada di antara Pulau Bali dan Pulau Jawa. Saya dan rombongan menyewa kapal nelayan berkapasitas sepuluh orang, dengan tarif sewa Rp 500 ribu.

Ini pengalaman pertama juga menyeberangi Selat Bali dengan kapal kecil. Merasakan goyangan kuat karena ombak besar mempermainkan kapal yang saya naiki, belum lagi angin kencang yang menampar tubuh saya. Empasan ombak yang menghantam kapal mengguyur tubuh saya. Dalam situasi seperti ini, bersikap tenang alias tak panik adalah obat yang manjur. Toh, ada pelampung yang sudah saya kenakan sehingga tetap merasa aman.

<!--more-->

Pulau Tabuhan dengan pasirnya yang bersih dan putih berkilau dari kejauhan. Semakin dekat, air lautnya berwarna kehijauan bening, sehingga saya bisa melongok ribuan ganggang laut yang melambai-lambai. Setelah kapal berhenti, saya tak sabar langsung memakai snorkel dan berenang. Dari pantai hingga berjarak 300-an meter, kedalaman lautnya hanya sepaha, cukup oke untuk penyelam pemula dan anak-anak sekalipun.

Pulau Tabuhan seluas 5 hektare ini hanya dihuni sekelompok burung pantai berwarna putih. Ditumbuhi lebat pepohonan dengan sebuah mercusuar yang sepertinya sudah tak aktif. Ada pula reruntuhan bangunan dari batu bata, yang menurut para nelayan dibangun pada zaman Belanda. Reruntuhan bangunan yang menghadap persis ke Pulau Bali itu diperkirakan sebagai menara pengintai. Ya, perpaduan yang sempurna: laut yang eksotis dengan pulaunya yang cantik.

Ketua Kelompok Nelayan Samudera Bakti Ikhwan Arief mengatakan, sejak wisata menyelam dibuka tiga bulan lalu, respons pengunjung sangat tinggi. Setiap bulan, mereka melayani sekitar seribu penyelam yang datang dari berbagai kota. "Ada yang dari Surabaya hingga Jakarta," katanya. Selain snorkeling, mereka juga melayani diving dengan tarif Rp 300 ribu per orang.

Teguh Siswanto, 55 tahun, seorang penyelam, mengatakan dirinya sudah menyelam di 40 lokasi, mulai Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Menurut dia, laut di Banyuwangi sebenarnya punya potensi besar untuk dikembangkan sebagai wisata menyelam, tak kalah dengan Bali atau Lombok. Hanya, laut di Banyuwangi pernah rusak sehingga keanekaragaman biota lautnya tak selengkap di Bali dan Lombok. "Di Bali, biota lautnya sangat dijaga," kata lelaki asal Banyuwangi ini.

Menurut dia, menyelam adalah salah satu wisata yang banyak diminati wisatawan. Namun syarat untuk mengembangkan wisata ini mutlak harus menjaga keutuhan biota lautnya. Dia mengapresiasi upaya yang dilakukan nelayan Desa Bansring yang mengembangkan wisata menyelam sebagai salah satu penghasilan alternatif.

Ya, saya sepakat dengan Teguh. Laut sangat penting bagi kehidupan manusia dan sebagai penjaga keseimbangan alam. Menyaksikan keindahan biota laut adalah salah satu cara untuk menikmati karunia Tuhan yang tiada taranya itu.

IKA NINGTYAS




Terpopuler:
9 Kilometer Menjelajah Lereng Gunung Merapi
Tiga Hotel Ramah Anak
Sate Blekok Khas Gresik

Berita terkait

Musim Liburan Sekolah, Gubernur Khofifah Promosikan Wisata Kawah Ijen Hingga Gili Iyang

25 Juni 2023

Musim Liburan Sekolah, Gubernur Khofifah Promosikan Wisata Kawah Ijen Hingga Gili Iyang

Libur long weekend bersamaan liburan sekolah bisa dimanfaatkan masyarakat untuk berwisata bersama keluarga ke berbagai destinasi.

Baca Selengkapnya

Ada Ritual Yadnya Kasada, Kawasan Wisata Bromo Ditutup Total 3-5 Juni

22 Mei 2023

Ada Ritual Yadnya Kasada, Kawasan Wisata Bromo Ditutup Total 3-5 Juni

Penutupan kegiatan wisata di Gunung Bromo tersebut dalam rangka upacara ritual Yadnya Kasada yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

Bangkai Ikan Paus Balin di Surabaya akan Direkonstruksi Jadi Sarana Wisata Edukasi

19 Mei 2023

Bangkai Ikan Paus Balin di Surabaya akan Direkonstruksi Jadi Sarana Wisata Edukasi

Bangkai ikan paus balin itu ditemukan nelayan tersangkut di kawasan hutan mangrove Tambakbatu Sukolilo Surabaya pada Ahad dini hari, 14 Mei lalu.

Baca Selengkapnya

Gubernur Khofifah Ajak Masyarakat Wisata ke Jawa Timur Saat Libur Lebaran

16 April 2023

Gubernur Khofifah Ajak Masyarakat Wisata ke Jawa Timur Saat Libur Lebaran

Gubernur Jawa Timur Khofifah menyebut daerahnya memiliki banyak daya tarik wisata yang menarik untuk dikunjungi saat libur Lebaran.

Baca Selengkapnya

Jembatan Kaca Seruni Point di Bromo Telah Diuji Coba, Kapan Akan Dibuka?

16 Februari 2023

Jembatan Kaca Seruni Point di Bromo Telah Diuji Coba, Kapan Akan Dibuka?

Jembatan kaca Seruni Point merupakan jembatan kaca yang dibangun di kawasan Bromo, tepatnya di Dusun Seruni Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura.

Baca Selengkapnya

Gubernur Khofifah Promosikan Wisata Pantai Sijile Situbondo, Apa Daya Tariknya?

10 Januari 2023

Gubernur Khofifah Promosikan Wisata Pantai Sijile Situbondo, Apa Daya Tariknya?

Pantai Sijile yang berada di kawasan wisata Merak Baluran Situbondo itu termasuk pantai indah yang masih belum banyak terjamah.

Baca Selengkapnya

Beji Antaboga, Wisata Religi 5 Agama di Kaki Gunung Raung

22 Desember 2022

Beji Antaboga, Wisata Religi 5 Agama di Kaki Gunung Raung

Beji Antaboga dapat ditempuh dua jam perjalanan dari pusat Kota Banyuwangi.

Baca Selengkapnya

Wisata ke Pecinan Kya-kya Surabaya Nanti Bisa Sekalian Belanja Malam di Pasar Bong

11 Desember 2022

Wisata ke Pecinan Kya-kya Surabaya Nanti Bisa Sekalian Belanja Malam di Pasar Bong

Sebagai langkah awal, dilakukan pembersihan Pasar Bong di Surabaya secara menyeluruh sebelum dilakukan beautifikasi.

Baca Selengkapnya

KA Blambangan Ekspres Diharapkan Dongkrak Kunjungan Wisata ke Banyuwangi

5 Desember 2022

KA Blambangan Ekspres Diharapkan Dongkrak Kunjungan Wisata ke Banyuwangi

KA Blambangan Ekspres menghubungkan Semarang dan Banyuwangi yang selama ini belum dilayani rute kereta secara langsung.

Baca Selengkapnya

Jember Mini Zoo Ingin Jadi Lembaga Konservasi Eduwisata

1 Desember 2022

Jember Mini Zoo Ingin Jadi Lembaga Konservasi Eduwisata

Saat ini, Jember Mini Zoo memiliki koleksi satwa sebanyak 300 ekor dengan 40 macam spesies.

Baca Selengkapnya