Anak-anak bermain air bersama dalam melakukan ritual padusan di Telaga Bembem, Purwosari, Gunungkidul, Yogyakarta, (8/7). Umat Islam di Pulau Jawa melakukan tradisi Padusan untuk menyucikan diri menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. TEMPO/Suryo Wibowo.
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul menggelar Festival Kesenian Gunung Kidul IX yang dipusatkan di Desa Wiladeg, Kecamatan Karangmojo, selama hampir sepekan, 24-28 September 2013. "Tahun ini fokusnya memberi ruang kepada kelompok yang daerahnya memiliki seni tradisi tapi nyaris punah, bukan yang sering tampil di depan masyarakat," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gunungkidul, Sujarwo, kepada Tempo, pada Rabu, 25 September 2013.
Tak kurang dari 34 kelompok seni tradisional akan tampil di festival tersebut, di antaranya kelompok Wayang Beber, musik tradisional Rinding Gumbeng Beji, kesenian Thekthek Wonosari, tayub Karangmojo, reyog Dhodhog Piyaman, juga seni tradisi Jelantur Karangsari Semin.
Sujarwo mengungkapkan salah satu atraksi yang mendapat tempat prioritas dalam festival adalah Wayang Beber. Wayang ini di Indonesia hanya dimiliki dua kabupaten, yakni Gunungkidul dan Pacitan. Sebagai salah satu bentuk kesenian rakyat pinggiran, keberadaan Wayang Beber nyaris punah. Padahal, tradisi yang dipercaya mulai hidup sejak abad 16 itu dapat menjadi potensi kekayaan budaya bagi daerah mengenali sejarah.
Wayang Beber ditampilkan dalam bentuk gulungan-gulungan yang memuat cerita penokohan dunia pewayangan. Di Festival ini Wayang Beber yang ditampilkan memuat gulungan cerita seperti Panji Asmarabangun dan Jaka Tarub.
Musik Rinding yang dikukuhkan pemerintah kabupaten sebagai satu kesenian kuno Gunungkidul juga ikut dipentaskan. Kesenian ini, menurut Sujarwo, dipercaya sebagai salah satu jejak peninggalan tradisi masa Majapahit yang sampai sekarang masih dimainkan masyarakat Desa Beji, Ngawen. Kekhasan musik ini terletak pada alat musiknya yang sangat sederhana, yakni menggunakan bambu berbentuk pipih persegi panjang dan dimainkan sekitar tujuh orang.
"Kami berikan tempat khusus untuk seni tradisi yang hampir punah ini. Apalagi sekarang yang mengisi adalah generasi mudanya, jadi sudah mulai ada regenerasi, perlu diberi tempat untuk berkembang," kata Sujarwo.