Memunculkan Kembali Seni Terpinggirkan di Solo
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Senin, 3 Juni 2013 03:32 WIB
TEMPO.CO, Surakarta--Sebuah bangunan serupa tempat menangkap ikan di laut terpasang di halaman Museum Radya Pustaka, Solo, Minggu, 2 Juni 2013 pagi. Berbentuk kerucut, ada empat tiang yang menyangga di empat titik.
Di masing-masing tiang terpasang senar yang memanjang dari atas hingga bawah dan terhubung dengan pengeras suara. Pada senar terpasang anyaman bambu berbentuk ikan. Ketika senar dipetik, dipukul dengan batang kayu, atau ikan dinaik turunkan, tercipta bunyi melengking.
Daeng Misbakh, si seniman, mengajak para penonton untuk ikut serta memainkan senar. Sedangkan sosok asal pulau Selayar, Sulawesi Selatan itu memainkan seruling untuk mengimbangi petikan senar.
"Saya terinspirasi masa kecil saya di Selayar. Saat saya ikut memancing dan mendengarkan permainan seruling para nelayan," ujarnya seusai pentas.
Bangunan tempat menangkap ikan, di Selayar disebut Bagang, dilengkapi dengan kain yang menyimbolkan jaring untuk menangkap ikan.
Dia mengatakan suara yang dihasilkan replika Bagang tersebut sebagai meditasi. "Saya ingin menciptakan bunyi sendiri untuk meditasi," katanya yang Agustus mendatang akan mengikuti festival musik kontemporer di Jakarta.
Bersebelahan dengan Daeng, seorang perempuan berambut pirang tengah melumuri dua perempuan, salah satunya anak-anak, dengan lumpur. Mengambil lumpur dari bejana, dia mengoleskan ke tubuh keduanya yang tengah berbaring hingga merata ke seluruh tubuh.
Perempuan asal Polandia tersebut, Karolina Nieduza tengah merekonstruksi proses penciptaan manusia. "Menurut kitab suci, manusia diciptakan dari tanah, air, dan api," ujarnya. Dia menggabungkan antara seni dengan arkeologi, bidang yang saat ini tengah dia geluti.
Dia menginginkan pertunjukan tersebut bisa tampil di berbagai museum, agar museum tampak hidup. "Selama ini museum tampak seperti benda mati," katanya.
Para seniman tersebut tampil dalam acara bertajuk Nunggak Semi Leluhur. Menurut penggagasnya, Suprapto Suryodarmo acara akan diselenggarakan secara rutin setiap bulan tiap minggu pertama di halaman Radya Pustaka.
"Nunggak Semi Leluhur serupa pohon yang ditebang, tapi masih punya akar. Lalu tumbuh lagi," ujarnya. Dia berpendapat hal itu seperti kondisi kebudayaan leluhur saat ini yang tertebang oleh budaya kota, tapi masih punya potensi untuk bangkit.
"Sehingga kami mengadakan acara ini dan mengundang seniman untuk tampil. Terutama kesenian yang sudah terpinggirkan," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO
Topik terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Fathanah
Baca juga
EDSUS GENG MOTOR
Gaya Minimalis dan Simpel Ala Inneke Koesherawati
Tips Memotret Ritual Agama
Sebagian Besar Penduduk Indonesia Adalah Perokok
Gaun Pengantin Klasik Irna Mutiara di IIFF 2013