TEMPO.CO, Solo-Wajah Ki Dalang Supani terlihat sumringah usai mementaskan wayang beber di Bentara Budaya Balai Soedjatmoko Solo, Senin malam 25 Maret 2013. Selama ini, dia lebih sering mendalang dari desa ke desa di wilayah Pacitan, Jawa Timur.
Pertunjukan wayang beber memang merupakan kesenian yang sudah langka dan terpinggirkan. Popularitasnya kalah jauh dibanding dengan wayang kulit, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal, pertunjukan ini sarat dengan kearifan lokal masyarakat Jawa.
Salah satu pemerhati budaya, Suprapto Suryodarmo menjelaskan bahwa wayang beber memiliki sumber cerita yang berbeda dengan wayang kulit. "Wayang beber mengambil kisah dari cerita Panji," katanya. Cerita tersebut berisi kisah asmara Panji Asmarabangun yang telah berusia ratusan tahun.
Semula, cerita Panji yang berlatar di Kerajaan Kediri di sekitar abad XII tersebut berkembang di daerah Jawa Timur. Cerita itu terus berkembang sehingga mempengaruhi kebudayaan dari ujung Jawa Timur hingga Jawa Barat. "Saat ini cerita Panji sering ditemukan dalam bentuk tari topeng di sejumlah daerah," kata pengasuh Padepokan Lemah Putih tersebut.
Namun, kesenian wayang beber ini akhirnya tergusur oleh zaman. Kesenian wayang kulit mulai berkembang di akhir masa Majapahit. Berbeda dengan wayang beber, wayang kulit mengambil latar cerita dari kisah Mahabharata dan Ramayana. "Harus diakui bahwa cerita itu berasal dari India," kata Suprapto.
Kurator Bentara Budaya Balai Soedjatmoko Solo, Ardus Sawega menyebut bahwa wayang beber merupakan kesenian yang sangat langka. Jejak artefak lama keberadaan wayang beber di masa lampau hanya ditemukan di Pacitan dan Wonosari. "Artefak itu diperlakukan sebagai pusaka yang dikeramatkan," kata Ardus.
Dia juga mengatakan bahwa wayang beber merupakan jejak nyata kebudayaan masyarakat Jawa di masa lalu yang sangat kompleks. Cerita Panji yang menjadi latar memiliki pengaruh hingga ke seluruh Jawa, Sumatera hingga Kalimantan. Di Jawa, cerita Panji beranak pinak menjadi sejumlah folklore seperti Timun Emas, Ande-ande Lumut, Keong Emas dan Golek Kencana.
AHMAD RAFIQ
Berita terkait
Cerita Wayang Kulit Indonesia yang Digemari di Luar Negeri
20 November 2021
Wayang kulit merupakan salah satu karya adiluhung Indonesia telah diakui oleh UNESCO melalui penetapan resmi pada 2003.
Baca SelengkapnyaJadi Hiburan, Wayang Potehi pun Digelar dengan Guyonan ala Jawa
21 Januari 2019
Wayang potehi dipentaskan pada 20-21 Januari dalam perayaan ulang tahun Hok Tek Ceng Sin, atau Dewa Bumi untuk kemakmuran dan jasa.
Baca SelengkapnyaPesan di Balik Cerita Wayang Kulit pada Ulang Tahun ke-7 NasDem
11 November 2018
Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk ini digelar pada hari ke-2 perayaan ulang tahun NasDem di Karanganyar, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaUlang Tahun NasDem ke-7 Diwarnai Pertunjukan Wayang Kulit
11 November 2018
Acara ulang tahun NasDem di Karanganyar, Jawa Tengah, akan ditutup dengan pembekalan calon legislatif partai di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaDalang Favorit Jokowi Meriahkan Pagelaran Wayang di Ultah PDIP
27 Januari 2018
Menurut panitia acara pagelaran wayang, Ki Purwo Asmoro yang tampil di acara ulang tahun PDIP ini adalah dalang favorit Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaMegawati Soekarnoputri Hadiri Pagelaran Wayang di Tugu Proklamasi
27 Januari 2018
Megawati mulai menyukai wayang sejak kecil karena ayahnya, Presiden RI ke-1 Soekarno kerap menggelar pertunjukan wayang di Istana.
Baca SelengkapnyaWayang Kulit Ambil Bagian dalam Festival Europalia di Belgia
11 November 2017
Wayang kulit menjadi salah satu benda seni yang dipamerkan dalam rangkaian Festival Europalia Indonesia di museum Kota Binche.
Baca SelengkapnyaAda Wayang Kulit dalam Star Trek: Discovery, Karakter Siapa?
26 September 2017
Ada wayang kulit dalam serial televisi Star Trek: Discovery episode terbaru yang tayang pada akhir pekan lalu.
Baca SelengkapnyaPT KAI Sumbang Wayang Orang Sriwedari Solo Uang Rp 223 Juta
7 Juli 2017
Pada Maret lalu, PT KAI juga menyerahkan bantuan senilai Rp 150 juta untuk gedung kesenian itu.
Opera Ramayana: Murka Rahwana di Hari Raya
3 Juli 2017
Lakon Rama Tambak dalam Opera Ranayana ini tak hanya menyuguhkan konflik antar-kerajaan, tapi juga menyelipkan pesan-pesan lingkungan.