Rangkuman Pro Kontra Iuran Pariwisata, Anggota Komisi V DPR: Sebaiknya Tidak Diterapkan
Reporter
Ellya Syafriani
Editor
Dwi Arjanto
Minggu, 28 April 2024 14:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Iuran dana Pariwisata pada tiket pesawat yang direncanakan pemerintah menjadi kontroversi kini. Wacana ini telah dirapatkan pada 24 April 2024 di Kantor Kemenko Marves. Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Ordo RM membenarkan hal tersebut.
“Rancangan ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pariwisata berkualitas,” ujarnya diambil dari laporan Tempo, di Jakarta, Senin, 22 April 2024.
Pun dana abadi pariwisata akan dimanfaatkan untuk tujuan promosi branding nasional dalam mendukung keberlangsungan kegiatan nasional skala domestik dan internasional.
Lantas bagaimana tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak atas rencana ini? Simak rangkumannya di bawah ini.
Sandiaga Uno: Iuran Tidak Akan Membebani Penumpang
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengakui adanya rapat pemerintah soal dana pariwisata berkelanjutan. Lewat jumpa pers mingguan secara daring di Jakarta, ia minta masyarakat untuk tidak khawatir soal pungutan yang dibebankan dalam tiket pesawat. Sebab belum ada keputusan soal pungutan itu.
Ujarnya lagi iuran kepariwisataan ini akan dilaporkan secara transparan. “Transparansi tentu harus sangat transparan karena sekarang era yang penuh dengan keharusan transparan dan fully disclosure, dan akan kelola dengan transparan. Kita wajibkan melakukan laporan dan kita pastikan tidak akan membebani penumpang karena tarif tiket,” katanya diambil dari Tempo pada 23 April 2024.
Sigit Sosiantomo: Sebaiknya Tidak Diterapkan
Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Sigit Sosiantomo pun menanggapi hal ini. Ia katakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.
“Kalau dipaksa lagi mau menarik iuran pariwisata, itu sama saja penumpang dikenakan tambahan biaya double. Dan tidak semua penumpang naik pesawat untuk keperluan pariwisata,” katanya.
Dengan berbagai pertimbangan, Sigit menegaskan bahwa penarikan iuran pariwisata sebaiknya tidak diterapkan.
Suryadi Jaya Purnama: Melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) penerapan iuran ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Di samping itu juga dapat menurunkan minat masyarakat menggunakan pesawat.
Tuturnya, Kemenparekraf harusnya lebih kreatif lagi mencari dana pariwisata. “Fraksi PKS juga meminta Kementerian Perhubungan agar dalam penetapan tariff tiket pesawat memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat,” katanya.
Garuda Menolak
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Saputra katakan tidak menyetujui adanya iuran pariwisata di tiket penerbangan. Menurutnya pengenaan iuran dapat membuat tariff tiket dan beban penumpang meningkat.
“Enggak setuju dikenakan di dalam harga tiket,” katanya pada Rabu, 24 April 2024.
Tambahnya apabila rencana ini direalisasikan dapat, secara umum masyarakat tidak akan mengetahui, dan berpotensi menyalahkan maskapai yang seenaknya menaikkan harga tiket.
INACA: Beban Tambahan untuk Penumpang
Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menilai iuran pariwisata akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai karena jika harga tiket menjadi mahal, dikhawatirkan jumlah penumpang akan berkurang.
"Dengan tambahan iuran pariwisata dalam komponen tiket akan membuat harga tiket menjadi lebih mahal bagi penumpang. Maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja dalam keterangan di Jakarta, Kamis dari Antaranews.
YUDONO YANUAR | NOVALI PANJI NUGROHO
Pilihan editor: Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai