Cina Tak Masuk Target Promosi Wisata Mancanegara di Yogyakarta, Ini Sebabnya
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Rini Kustiani
Rabu, 23 Maret 2022 17:18 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tak memasukkan wisatawan Cina sebagai target promosi wisata. Hal ini terungkap dalam rencana induk pembangunan kepariwisataan DI Yogyakarta periode 2012-2025.
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) DI Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Bendara mengatakan, target pasar wisatawan Cina memang mass tourism. "Namun dampak kunjungan wisata dari Cina ke Yogyakarta selama ini luar biasa kecil," kata GKR Bendara dalam forum Manajemen Pengembangan Wisata Berkelanjutan di Kawasan Lindung pada Rabu, 23 Maret 2022.
Dalam forum yang digelar Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional (PSPPR) Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, Bendara menjelaskan, pariwisata harus mempertimbangkan berbagai aspek, bukan hanya berpedoman pada jumlah wisatawan yang datang. "Terutama mempertimbangkan dampak ekonomi dan lingkungan," kata putri bungsu Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu.
Pariwisata Yogyakarta, menurut dia, lebih mengedepankan quality tourism yang membidik wisatawan mancanegara, terutama dari Eropa. Menurut dia, wisatawan Eropa lebih banyak "jajan" dan menetap lebih lama ketimbang wisatawan Cina. GKR Bendara menambahkan, quality tourism harus mahal. Harganya wajar, memberikan pengalaman berkesan dengan mengangkat budaya lokal, dan menyediakan akomodasi yang memadai.
"Quality tourism bisa tetap berjalan dengan biaya terjangkau," kata GKR Bendara. Ini terbukti selama pandemi Covid-19, dia melanjutkan, Yogyakarta menggarap quality tourism dan sekarang menduduki peringkat satu destinasi wisata terpopuler di Indonesia, mengalahkan Bali.
Mengenai quality tourism, Bendara berpesan agar mengutamakan isu responsibility tourism atau wisata yang bertanggung jawab pada pelestarian lingkungan di destinasi wisata. Menurut dia, pariwisata adalah kegiatan yang banyak menimbulkan sampah. Sebab itu, perlu mengurangi dan menangani dampak dari wisata ini.
Kabupaten Bantul, Yogyakarta, misalkan, Bendara melanjutkan, berhasil mengintegrasikan pengelolaan destinasi wisata dengan daur ulang sampah. Pengelola beberapa destinasi wisata di Kabupaten Bantul mengajak masyarakat di sekitar untuk turut mengelola sampah sebelum sampai ke tempat pembuangan akhir atau TPA.
Quality dan resposible tourism sebagai arah pariwisata, Bendara mengatakan, membuat masyarakat turut menjaga dan merawat destinasi wisata di wilayahnya. "Jangan sampai masyarakat justru benci pariwisata karena gagal melestarikan lingkungan, hanya menghasilkan sampah, dan tak berdampak ekonomi bagi mereka," kata dia.
Kepala Pusat Studi Perencanaan Pembangunan Regional UGM, Bambang Hari Wibisono mengatakan, wisatawan yang datang ke Yogyakarta perlu waspada karena banyak destinasi alam yang blank spot atau tidak memiliki jaringan internet. Berdasarkan data Dinas Komunikasi dan Informatika DI Yogyakarta, saat ini tercatat masih ada 150 area blank spot.
Mulai dari lereng Gunung Merapi perbukitan Menoreh, Pegunungan Seribu, dan kawasan pantai yang kini berkembang menjadi destinasi wisata alam. "Jaringan komunikasi sangat diperlukan untuk mengurangi risiko bencana para pengunjung wisata alam. Apalagi Yogyakarta dikenal sebagai daerah yang rawan bencana alam," kata Bambang.
Ketua Komisi B DPR DI Yogyakarta, Danang Wahyu Broto mengatakan, sebenarnya ada anggaran untuk mengembangkan destinasi wisata alam dan regulasi sudah dibuat hingga di tingkat kabupaten/kota. "Namun implementasinya di lapangan yang terkadang tidak berjalan dengan baik," kata dia.
Baca juga:
Wisata ke Yogyakarta Jangan Abai Protokol Kesehatan meski Kasus Covid-19 Menurun
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.