Perjalanan Tol Jakarta - Binjai, dari Pemandangan Hingga Berbagai Tantangan
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Rabu, 19 Januari 2022 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Jakarta biasanya lebih memilih pergi dengan pesawat ketika hendak pulang kampung ke Medan, Sumatera Utara. Waktu liburan yang sempit membuat mereka memilih burung besi itu dibanding naik mobil. Namun keluarga kami sengaja pergi menggunakan mobil ketika hendak mudik ke Kota Binjai, Sumatera Utara. “Kita kan belum coba tol di Sumatera itu,” kata ayah saya, Johnny Tarigan pada pertengahan Desember 2021.
Terakhir saya pulang kampung menggunakan mobil hingga Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, terjadi sekitar 2014. Tentu saja, kala itu kami menggunakan jalur biasa. Belum ada tol lintas Sumatera yang sudah diresmikan. Selebihnya, kami beberapa kali pulang kampung namun menggunakan pesawat. Berbagai berita pembangunan tol lintas Sumatera tentu saja membuat kami tergiur untuk mencobanya.
Kami berangkat pada 22 Desember 2021 pukul 21.00 dari Jakarta menggunakan mobil innova. Kami memilih jalan malam sehingga tidak banyak waktu terbuang saat hendak menyeberang lewat kapal Merak-Bakauheni. Dari kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, kami membayar tol dalam kota sebanyak Rp 7 ribu. Malam itu, mobil tidak ramai. Kemacetan menjelang libur Natal tidak ada.
Saat keluar di pintu tol Cikupa kami pun membayar dana sebesar Rp 52 ribu. Dari daerah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan. Kami sampai di kawasan Merak pukul 23.30.
Setelah melakukan riset awal, kami pun baru tahu bahwa memesan tiket kapal penyeberangan Merak- Bakauhuni harus melalui aplikasi Ferizy. Tarif yang diberikan dihitung per kendaraan. Sehingga bila penumpangnya 1 atau 4 dalam 1 kendaraan, maka harganya pun sama. Walau begitu, saat membeli tiket lewat aplikasi Ferizy, kami tetap didaftarkan nama dan nomor KTP. Nomor polisi kendaraan kami pun didaftarkan dalam aplikasi itu.
Saat selesai mendaftar, kami dikirimkan e-tiket melalui email. Dalam email e –tiket itu, tertera identitas kami, dan semua informasi yang kami masukkan. Bahkan terdata pula apakah kami sudah melakukan vaksin Covid-19 atau belum, atau sudah melakukan vaksinasi dosis ke berapa. Kami memilih layanan regular kapal feri itu seharga Rp 419 ribu.
E tiket itu nantinya diperiksa di loket pelabuhan. Pemeriksaan dilakukan dari mobil. Kami hanya menunjukkan e-tiket kami dari handphone, dan petugas tiket pun melakukan pengecekan. Pada pintu pelabuhan itu juga, kami diminta bukti sudah melakukan tes antigen maksimal 24 jam sebelum perjalanan. Bila hasil aman, kami diminta langsung jalan menuju antrian kapal.
Banyak orang yang merasa takut ketika memasuki pelabuhan, khususnya di malam hari. Namun dari pengalaman mudik kami akhir Desember 2021 itu, antrean menuju kapal sudah sangat teratur. Kami sempat bingung mengarahkan mobil ke dermaga mana. Kami akhirnya mengikuti kebanyakan mobil-mobil kecil. Sebaiknya jangan mengikuti rombongan mobil besar seperti truk atau bis, karena biasanya antrean mereka berbeda dengan mobil pribadi. Biasanya mobil besar diparkir di lantai dasar kapal, sedangkan mobil kecil, bisa diarahkan untuk ke lantai 2 kapal.
Ketika bingung, biasanya ada petugas yang memegang senter melambai-lambai kepada para pengendara agar mereka mendekat ke petugas. Ada pula petugas dengan motor yang mendekati kendaraan pribadi yang mengalami salah antrean. Kami sempat didatangi petugas itu. Kami mengikuti instruksinya untuk jalan ke antrean kapal yang sudah siap berangkat. Kapal kami berangkat pukul 01.45 dini hari. Setelah memarkir di lambung kapal, kami pun beristirahat di ruang penumpang.
Kami tiba di Pelabuhan Bakauheni pukul 5.00 pada 23 Desember 2021. Perjalanan selama di kapal cukup cepat. Kami langsung masuk tol Lampung-Palembang. Saat keluar kawasan pelabuhan, langsung ada tanda masuk tol di sebelah kiri jalan. Pintu gerbang tol itu sangat mudah diakses.
Setelah masuk tol terdekat dari Pelabuhan Bakauheni, kami bayar tol di pintu tol Kayu Agung Utama seharga Rp 289 ribu. Setelah itu kami lanjut bayar tol di pintu tol Kramasan seharga Rp 50 ribu. Jika ditotal, harga tol Bakauheni Palembang ini cukup mahal sehingga penting bagi para pengendara untuk menyiapkan saldo e-toll dengan jumlah yang besar. Saking takutnya kekurangan dalam bayar tol lintas Sumatera, kami sudah mengisi saldo e-toll kami sebanyak Rp 2 juta.
<!--more-->
Bila telepon genggam kamu tidak bisa isi ulang kartu e-toll, ada banyak loket warga yang menawarkan top up untuk kartu e-toll sebelum memasuki pelabuhan Merak. Ada banyak pula rest area setelah memasuki tol di Lampung yang bisa membantu kamu untuk top up. Sayang tidak tersedia ATM di kebanyakan rest area tol itu, namun ada agen-agen yang menawarkan top up kartu e-toll atau bahkan menawarkan jasa tarik uang dari semua bank. Di rest area tol Bakauheni Palembang itu juga terdapat banyak mini market di mana kamu bisa top up kartu e-toll.
Bila ternyata kamu baru menyadari saldo kartu e-toll kamu tidak cukup, kamu tidak perlu khawatir. Di gerbang tol Kramasan, jalur pembayarannya bukan dibedakan oleh ukuran mobil, melainkan berdasarkan saldo kartu e-toll. Plang di pintu itu menunjukkan ada jalur untuk mobil yang saldo cukup, ada pula jalur pembayaran untuk mobil yang saldo kurang.
Ketika melewati Lampung, kami menikmati pemandangan berbagai jenis kebun. Ada kebun jagung, kebun singkong, kebun nanas. Ketika memasuki kawasan Sumatera Selatan, pemandangannya lebih banyak sawit, dari ujung ke ujung sawit terus.
Kondisi jalan di tol Bakauheni-Palembang pun beragam. Di kawasan Lampung, kondisi jalan tolnya cukup mulus. Namun ketika sudah sampai Sumatera Selatan, kondisinya tidak terlalu bagus. Sudah banyak lubang di mana-mana. Kondisi jalan yang tidak selalu mulus, membuat kami berjalan dalam kecepatan sedang. Lagipula akan sangat berbahaya bila melaju cepat ketika kanan kiri kami adalah truk-truk dengan muatan besar.
Setelah sampai Palembang, kami harus melanjutkan perjalanan lewat jalan biasa. Tol lintas Sumatera baru tersambung lagi dalam tol Pekanbaru - Dumai yang sejauh 131 kilometer. Namun dari Palembang, kami tidak sampai gerbang tol Dumai. Seorang penjaga tol setempat menyarankan kami keluar Gerbang Tol Bathin Solapan ketika hendak ke Binjai. Kami membayar sebanyak Rp 95,5 ribu di gerbang Tol Bathin Solapan.
Pemandangan di kawasan tol ini, tentu saja kebanyakan sawit. Terbayang sekali bila malam hari tiba, jalanan di daerah ini pasti gelap sekali, karena kami jarang melihat lampu jalan. Kami melewati daerah tol ini pukul 10 pagi setelah sempat menginap di Pekanbaru. Kondisi jalanan di daerah ini ada yang bagus mulus, namun sedikit ada pula yang sudah berlubang.
Salah satu yang menjadi perhatian saya adalah rest area. Sebaiknya para pelintas tol Pekanbaru-Dumai ini mengisi tangki bensin mereka penuh sebelum masuk tol. Karena dari pantauan kami, tidak ada pom bensin sama sekali.
Ada rest area yang menyediakan kamar mandi, namun kondisinya tidak nyaman. Ketika beberapa rest area di lintas Lampung-Palembang cukup megah dengan atap gedungnya selalu dihiasi ukiran khas daerahnya masing-masing, rest area di Pekanbaru-Dumai sangat sederhana. Kami sempat berhenti di rest area kilometer 81 tol Pekanbaru-Dumai itu. Toilet yang berada di rest area itu masih berupa bilik toilet darurat yang belum dibangun tetap. Biasanya toilet seperti itu kita lihat saat ada festival di taman. Sangat tidak nyaman, menurut saya.
Ada pula pesan layanan masyarakat yang terlihat di sepanjang jalan tol Pekanbaru-Dumai. Pesan yang ditulis di spanduk hitam putih itu tertulis "Dilarang Kecelakaan, Rumah Sakit Jauh". Cukup unik, ketika mengimbau masyarakat untuk berhati-hati. Di rest area itu ada pula mini market dan musala. Setelah keluar dari Gerbang Tol Bathin Solapan, kami melanjutkan perjalanan non-tol hingga kawasan Kota Tebing Tinggi.
Kami melanjutkan perjalanan tol di Tebing Tinggi setelah kami sebelumnya, menginap di kawasan Aek Kanopan. Sebelum memasuki gerbang tol Tebing Tinggi - Binjai, ada banyak sekali orang yang berjualan lemang. Ketan yang dibakar di bambu itu dijual masih dalam keadaan hangat. Lemang bisa jadi camilan kamu sebelum memasuki tol Tebing Tinggi. Jalan tolnya masih tergolong mulus, namun hanya ada 1 buah rest area sepanjang tol itu. Kami melihat sawah dan kebun karet di kanan kiri tol itu.
Kami menghabiskan Rp 74 ribu ketika melintasi Tol Tebing Tinggi- Binjai. Satu hal yang juga perlu menjadi perhatian ketika melintasi tol lintas Sumatera, kita tidak bisa hanya bergantung pada Google Maps, karena masih ada beberapa area yang sinyalnya susah atau bahkan tidak ada sinyal sama sekali. Sehingga sebaiknya memantau papan jalan tujuan yang tertera, atau membawa peta yang dicetak. Bila masih ragu, kamu bisa bertanya kepada petugas tol yang terkadang ada saat kita tap untuk membayar di gerbang tol. Kami sempat bertanya arah kepada petugas, namun dia juga meminta kami untuk menghubungi nomor hot line yang tertera di papan jalan sepanjang tol tersebut.
Memang akomodasi di tol lintas Sumatera ini masih banyak yang perlu dibenahi dan dikembangkan demi kenyamanan pengguna tol. Maklum, harga tol yang cukup mahal sebaiknya disertai dengan layanan yang prima. Walau begitu, adanya tol lintas Sumatera yang masih sepotong-potong ini cukup membantu kami menghemat waktu dan tenaga. Karena bila dipaksa untuk lewat jalan non tol, ada banyak sekali tantangannya dari mulai ibu-ibu menyeberang jalan; warga lokal yang membawa motor dengan asal dan tidak mengenakan helm atau tidak ada plat nomor kendaraan; ada pula tantangan harus menyalip truk-truk besar yang menghalangi jalan lintas yang lebarnya kecil itu.
Baca: Tol Trans Sumatera Dilalui 1 Juta Kendaraan saat Libur Natal dan Tahun Baru