Klenteng Hok Lay Kiong, Saksi Pelarian Tionghoa dari Batavia
Reporter
Adi Warsono (Kontributor)
Editor
Ludhy Cahyana
Jumat, 24 Januari 2020 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang perayaan Imlek 2571 yang jatuh pada 25 Januari, Klenteng Hok Lay Kiong di Jalan Kenari, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi mulai berhias. Lampu-lampu lampion berwarna merah terpasang menghiasai langit-langit lingkungan klenteng, lilin-lilin besar ditata rapih di ruang utama tempat ibadah.
Klenteng ini menjadi satu-satunya di Kota Bekasi. Usianya diperkirakan 350 tahun. Tak ada jejak kapan mulai dibangun, namun diprediksi pada abad ke-17, setelah masyarakat Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) bermigrasi ke pinggiran.
"Kakek saya masih kecil, itu sudah ada," kata Ketua Yayasan Pancaran Tri Dharma, pengelola klenteng itu, Ronny Hermawan kepada Tempo, Jumat, 24 Januari 2020.
Letak klenteng ini berada di antara permukiman padat, berdiri di atas lahan seluas 700 meter. Bangunannya paling mencolok di antara bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Menurut Ronny, dengan usia ratusan tahun, tentu bangunan kleteng mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Tapi, ada yang masih utuh sampai sekarang yaitu gerbang masuk.
Setelah melewati gerbang, di halaman klenteng ini ada dua bangunan menyerupai menara pagoda. Satu bangunan tingginya kira-kira tujuh meter, satu lagi sekitar tiga meter. Tempat ini dipakai untuk pembakaran dupa, setelah umat Konghucu berdoa.
Masuk area dalam kleteng, para dewa berdiri tegak di altar. Dewa utama adalah Hok Lay Kiong, yang dijadikan nama klenteng tersebut. Di sampingnya ada empat dewa pendamping, sedangkan di belakangnya ada tujuh dewa pengawal.
Ronny mengatakan, letak klenteng hanya berjarak puluhan meter dari Kali Bekasi, kali alam yang hulunya di pegunungan di Bogor, Jawa Barat. Menurut dia, lokasi ini menandakan awal mula peradaban penduduk Tionghoa setelah "terusir" dari Jakarta pada abad ke-18, ketika masuknya harga gula jatuh dan banyak tekanan terhadap warga Tionghoa di Batavia.
"Sistem penggajian yang mungkin kurang sejahtera, lalu dalam kondisi banyak tertekan, buruh-buruh Tionghoa memberontak," kata Ronny.
Ketika terjadi pemberontakan, kata dia, cukup banyak warga etnik Tionghoa yang tewas, sebagian melarikan diri ke pinggiran Jakarta, salah satunya Bekasi hingga Karawang. "Makanya ada klenteng-klenteng tua di Bekasi, Cikarang, dan Karawang," kata Ronny.
Menurut dia, di sekitaran Klenteng Hok Lay Kiong mereka bertahan hidup. Mereka bercocok tanam, bekerja, bertani, akhirnya beranak-pinak. Di lokasi ini pula, kata dia, terdapat sebuah pasar, pusat ekonomi Bekasi. Pasar itu hilang setelah dibangun Pasar Baru (sekarang Pasar Proyek).
ADI WARSONO