Begini Campur Tangan UNESCO Menyelamatkan Tenun Bayan

Selasa, 10 Desember 2019 20:37 WIB

Puluhan pria warga adat Wetu Telu di Bayan berduyun-duyun mendatangi Masjid Kuno di Karang Bayan Timur. Mereka mengenakan kain tenun khusus untuk ritual Maulid Nabi. Foto: Denda Suriasri

TEMPO.CO, Mataram - Hari itu, Rabu 13 November 2019 tepatnya setelah gugur kembang waru (selepas salat Ashar atau menjelang matahari tenggelam), puluhan pria warga adat Wetu Telu di Bayan berduyun-duyun mendatangi Masjid Kuno di Dusun Karang Salah, Desa Bayan.

Mereka berasal dari gubuk (dusun) Bayan Timur, Bayan Barat, Karang Salah, Karang Bajo dan sejumlah pengulu adat. Mereka tampak gagah dengan mengenakan sarung tenun untuk ritual adat.

Sarung tenun yang mereka pakai bermotif londong abang yang dilengkapi rambe (rumbai) benang. Mereka juga mengenakan rejasa di bagian pinggang, besapuk (tutup kepala tradisional Sasak) membawa ancak (sajian makanan) untuk dimakan bersama.

Hari itu adalah peringatan Mulud Adat (sebutan Maulid Nabi secara adat budaya Wetu Telu di Bayan). Maulid Nabi yang diperingati secara adat Wetu Telu. Seluruh rangkaian Mulut Adat dihelat di dalam masjid kuno yang berdinding bambu.

Para lelaki tersebut makan secara bersama-sama, mengudap sajian yang terdiri dari nasi yang ditumbuk khusus, urap, ayam campur terong, sate kelapa daging kambing, daging ayam, dan garam.

Advertising
Advertising

Sebelum Mulud Adat dilakukan, warga menutu (menumbuk) padi. Perempuan adat Bayan yang menutu dengan mengenakan kain tenun londong abang namun tanpa rambe (rumbai) seperti yang dikenakan laki-laki, namun perempuan mengenakan tutup kepala Jong.

Masjid kuno yang berdinding bambu milik warga adat Wetu Telu, jadi lokasi penyelenggaraan ritual Maulid Adat. TEMPO/Supriyantho Khafid

Motif tenunan Bayan antara lain ada londong abang, lipak (kemben), poleng, jong, bebet anteng, rejasa (untuk dipinggang), kombong (kain kemaliq) hanya dipakai untuk potong rambut anak-anak saat ngurisang.

Langkah UNESCO Melestarikan Tenun Bayan

Nah, 28 November 2019 lalu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Utara bekerja sama dengan UNESCO menyelenggarakan Temu Publik dan Pameran Program Pemulihan Pascagempa bagi Penenun.

Sebelumnya, UNESCO memberikan bantuan untuk membangkitkan kembali kehidupan penenun pascagempa bumi. Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar menyebutkan para penenun bukan hanya menjadi pelaku ekonomi, ''Tetapi kami menganggap mereka sebagai pahlawan," katanya.

Ia menyiapkan peraturan bupati agar pada hari tertentu menjadikan pakaian adat sebagai bagian dari pakaian kerja, "Bagaimana perkakas budaya bisa bermanfaat tak hanya pada aspek sosial tetapi juga aspek ekonomi," ujarnya.

Salah seorang pemuka adat Bayan Raden Asjanom, 80, mengatakan warna-warni kain tenun Bayan merupakan warna turun temurun, yang dominan merah yang diartikan sebagai darah, putih adalah bentuk kesucian, kuning pertanda kesuburan, biru sebagai bentuk perwujudan hujan dan hitam yang menunjukkan kebutuhan hidup sehari-hari.

Perempuan adat Bayan yang menutu padi dengan mengenakan kain tenun londong abang namun tanpa rambe (rumbai). Foto: Denda Suriasri

Kain tenunan adat itu digunakan pada waktu upacara ritual adat, sehingga tidak semuanya bisa digunakan sembarang pada waktu dan tempatnya. Misalnya untuk peringatan Maulid, kemudian Ngaji Makam Ngaturang (kegiatan syukuran) yang setahun sekali dilaksanakan setelah panen.

Seorang pemuka adat lainnya, Rianom, 58, menyebutkan kelengkapan kain tenun untuk ritual adat Wetu Telu, juga berupa sampur sebagai satu kesatuan perangkat adat perempuan. Sedangkan kaum prianya mengenakan sapuk batik di kepala. Tetapi untuk pemangku mengenakan sapuk berwarna hitam dan ''kiyai lebih'' menggunakan sapuk putih.

Denda Suriasari Bayan, 37, selain sebagai salah seorang ketua Kelompok Penenun Jajak Nganter - artinya alat tenun yang tertawa - juga mengusahakan penjualan produksi tenunan Bayan tersebut. Kini, tenun itu menjadi souvenir untuk kegiatan pariwisata.

"Kami dibina oleh UNESCO untuk menghilangkan trauma," ucapnya. Jajak Nganter tidak menerima bantuan dari UNESCO karena sebelumnya sudah menerimanya dari Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

UNESCO membantu tiga kelompok penenun termasuk Jajak Bayan, Kelompok Petung Bayan dan Kelompok Nina Pacu di Pringgasela Utara Kabupaten Lombok Timur. Bantuannya selain pelatihan keterampilan mendisain motif juga dibantu paket alat tenun gedogan, alat pintal benang, alat tenun setup jajak.

UNESCO melestarikan motif tenun Bayan dengan memberi pelatihan dan bantuan permodalan. Foto: Denda Suriasari

"Bahkan mereka dikirim belajar motif ke India," kata Denda Suriasari. Selain itu mereka juga memperoleh bantuan ruang kerja berukuran 7 x 10 meter.

SUPRIYANTHO KHAFID

Berita terkait

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

1 hari lalu

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Kepala UNESCO menyerukan penghargaan atas keberanian jurnalis Palestina menghadapi kondisi 'sulit dan berbahaya' di Gaza.

Baca Selengkapnya

Program Pra Kerja Raih Penghargaan Wenhui Award dari UNESCO

2 hari lalu

Program Pra Kerja Raih Penghargaan Wenhui Award dari UNESCO

Program Pra Kerja meraih penghargaan dari UNESCO atas kontribusinya dalam inovasi pendidikan di kawasan Asia-Pasifik.

Baca Selengkapnya

Angkat Tenun Bima, Festival Rimpu Mantika jadi Daya Tarik Turis Mancanegara

7 hari lalu

Angkat Tenun Bima, Festival Rimpu Mantika jadi Daya Tarik Turis Mancanegara

Festival Rimpu Mantika tidak hanya pawai semata, selain tradisi busana, juga disuguhkan kekayaan keindahan budaya Bima dan ekonomi kreatif.

Baca Selengkapnya

Pawai Rimpu Mantika di Bima Diikuti Puluhan Ribu Peserta, Ada Fashion Show

7 hari lalu

Pawai Rimpu Mantika di Bima Diikuti Puluhan Ribu Peserta, Ada Fashion Show

Pawai rimpu merupakan acara puncak dari Festival Rimpu Mantika Kota Bima 2024.

Baca Selengkapnya

Mengenal Kain Tenun Bima, Ada Tembe Mee yang Dipercaya Bisa untuk Pengobatan Penyakit Kulit

7 hari lalu

Mengenal Kain Tenun Bima, Ada Tembe Mee yang Dipercaya Bisa untuk Pengobatan Penyakit Kulit

Kain tenun Bima yang sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Bima ini memiliki ciri khas, misalnya warna hitam pada tenun Donggo.

Baca Selengkapnya

Pekan ini, Venesia Mulai Menerapkan Biaya Masuk untuk Wisatawan Harian

10 hari lalu

Pekan ini, Venesia Mulai Menerapkan Biaya Masuk untuk Wisatawan Harian

Kamis ini, yang merupakan hari libur di Italia, pengunjung Venesia diharuskan membeli tiket masuk seharga Rp87 ribu. Tidak berlaku untuk tamu hotel.

Baca Selengkapnya

10 Geopark di Indonesia yang Masuk Jejaring UNESCO, Geopark Kebumen Menyusul?

10 hari lalu

10 Geopark di Indonesia yang Masuk Jejaring UNESCO, Geopark Kebumen Menyusul?

Indonesia berpotensi menambah daftar geopark yang masuk jejaring UNESCO

Baca Selengkapnya

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

11 hari lalu

Bamsoet Dukung Fashion Show Kain Tradisional Indonesia di San Polo Italia

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, mendukung rencana pagelaran fashion show oleh Dian Natalia Assamady bertajuk "Keindahan Karya Kain. Tenun dan Batik Ku Indonesia".

Baca Selengkapnya

Hari Buku Sedunia Diperingati Setiap 23 April, Apa Saja Hari Penting Tentang Buku dan Literasi?

12 hari lalu

Hari Buku Sedunia Diperingati Setiap 23 April, Apa Saja Hari Penting Tentang Buku dan Literasi?

Ada sejumlah hati penting tentang buku dan literasi. Di tingkat internasional, ada hari buku sedunia setiap 23 April

Baca Selengkapnya

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

12 hari lalu

11 Fakta Unik Isfahan Iran, Kota Terbaik di Timur Tengah yang Dijuluki "Separuh Dunia"

Isfahan merupakan salah satu tujuan wisata utama dan salah satu kota bersejarah terbesar di Iran.

Baca Selengkapnya