Kwita Izina, Ritual Penamaan Bayi Gorila di Rwanda

Minggu, 20 Oktober 2019 17:00 WIB

Festival Kwita Izina merupakan upacara pemberian nama pada bayi manusia yang diterapkan kepada bayi gorila, sebagai bagian dari konservasi. Foto: Matt Horspool/Atlas Obscura

TEMPO.CO, Jakarta - Taman Nasional Volcanoes Rwanda merupakan wilayah penjelajahan gorila. Di sini waktu memang sangat lambat, bebunyian satwa membuat suasana rimba tropis itu tenang dan nyaman.

Pagi di bulan September, sekawanan gorilla berjumlah 26 – yang disebut kelompok Susa – bergerak menemus hutan di kaki gunung berapi. Anggota kelompok yang ke-26 adalah bayi gorilla. Di pelukan ibunya, bayi itu mengikuti kawanan menebus kabut hutan Gunung Karisimbi.

Mengenal gorila, bahkan untuk waktu yang singkat menimbulkan perasaan untuk melindungi mereka. Kelahiran bayi itu menjadi kabar gembira pengelola taman nasional. Sebagaimana tradisi warga, mereka menggelar Festival Kwita Izina, upacara penamaan untuk bayi gorila gunung. Kwita Izina berarti “memberi nama” sejatinya adalah tradisi leluhur wargam yang digunakan untuk memberi nama bayi manusia. Namun dalam hal ini, diterapkan pada gorila yang bertujuan meningkatkan kesadaran konservasi.

“Ini adalah tradisi Rwanda kuno, dan sekarang kami melakukannya untuk hewan paling berharga kami,” kata Rosette Rugamba, anggota pendiri Kwita Izina dan pemilik Amakoro Songa Lodge, dekat Taman Nasional Gunung Berapi. "Kami menghubungkan konservasi dan budaya."

Gorila di Taman Nasional Volcanoes Rwanda terancam habitatnya karena perambahan hutan sejak 1998, usai kerusuhan etnik di Rwanda. Foto: Matt Horspool/Atlas Obscura

Advertising
Advertising

Kebiasaan menyelenggarakan upacara penamaan untuk bayi yang baru lahir merupakan tradisi budaya tertua di Rwanda. Tradisi ini dimulai sekitar abad ke-11. Seminggu setelah seorang anak lahir, orang tuanya akan mengundang teman dan keluarga dari klan mereka, untuk membantu memilih nama. Perempuan dan anak-anak akan menyiapkan makanan — biasanya berupa produk lokal seperti singkong, kacang polong, dan kacang tanah — sementara para lelaki berbagi bir dari sorgum malt.

Upacara dimulai dengan menunjukkan bayi yang baru lahir kepada seluruh anggota suku. Diikuti dengan doa bersama kepada Imana, Dzat Tertinggi, untuk melindungi keluarga dan memberi orang tua banyak anak. Semua orang dari anak-anak hingga orang tua menyumbangkan nama-nama yang memiliki arti baik.

Setelah orang tua memilih dari daftar nama yang diusulkan, ibu-ibu klan akan muncul dengan bersorak dan tepuk tangan, yang dikenal sebagai impundu ("suara kebahagiaan"), dan bir perpisahan yang terbuat dari pisang yang difermentasi, yang disebut agashinguracumu, akan disajikan kepada para tamu yang akan berangkat. Keluarga itu akan dihujani hadiah, seperti sapi atau linen baru, dan bayi itu akan diizinkan meninggalkan rumah, dan memasuki dunia luar, untuk pertama kalinya.

Upacara penamaan ini masih dipraktekkan saat ini, meskipun disesuaikan dengan kehidupan kontemporer. Doa sering disesuaikan dengan iman Kristen sekarang, misalnya, dan mungkin bertepatan dengan baptisan anak. "Ini pesta besar," kata Rugamba. "Sekarang ini juga pesta untuk gorila kita."

Gorila gunung merupakan satwa endemik yang hidup di Rwanda, Uganda, dan Republik Demokratik Kongo. Meskipun menjadi hewan yang paling dilindungi, gorilla merupakan makhluk paling menderita: diburu dan kena penyakit menular dari manusia.

“Sekitar 1998, manusia mulai merambah hutan habitat gorila,” kata Jean Paul Karinganire, seorang ahli biologi di Taman Nasional Akagera di Rwanda Barat.

Namun perlahan-lahan, melalui kehadiran penjaga hutan yang kuat dan komunitas lokal yang waspada, perburuan gorilla menurun. Sejak Kwita Izina dimulai, pada 2005, lebih dari 280 bayi gorila telah dinamai. Pada saat yang sama, jumlah gorila gunung di alam telah meningkat.

Usai kerusuhan etnik di Rwanda pada 1994, 3-4 tahun kemudian para pengungsi diberi lahan di sekitar Taman Nasional Vulkano, yang berakibat perambahan hutan. Foto: Novarc Images/Alamy

Menurut sensus terbaru dari Taman Nasional Volcanoes Rwanda, pada 2016, ada 604 di Virunga Massif — sebelumnya hanya 242 gorila pada beberapa dekade sebelumnya — dan 1.004 semuanya (termasuk yang ada di Taman Nasional Bwindi Impenetrable National Park).

Upacara penamaan telah membantu meningkatkan jumlah populasi gorila dalam dua cara: meningkatkan kesadaran internasional tentang (dan dana untuk) konservasi gorila dan melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi. Salah satu pelibatan warga lokal adalah menjadi mereka sebagai staf Taman Nasional Volcanoes Rwanda – jumlahnya mencapai 94 persen. Mereka membangun tembok pembatas antara hunian manusia dan kawasan konservasi, untuk mengurangi konflik manusia dengan gorilla.

Festival Kwita Izina dihadiri 30.000-an pengunjung dari Rwanda dan sekitarnya. Foto: Matt Horspool/Atlas Obscura

Kini, ketika Festival Kwita Izina dihelat, tak kurang 30.000 wisatawan hadir. Mereka menyaksikan penamaan bayi-bayi gorilla – yang sebelumnya hanya dinamai oleh polisi jagawana, peneliti, atau staf taman nasional. Kini, Kwita Izina telah menjadi atraksi wisata yang menjanjikan.

Berita terkait

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

7 hari lalu

Belajar Buat Narkoba Sintetis dan Diedarkan, Pria di Tangerang Ditangkap Polsek Ciputat Timur

Pengungkapan kasus narkoba jenis sintetis ini berawal saat kecurigaan seorang warga akan adanya penyalahgunaan narkoba di wilayah Larangan, Tangerang.

Baca Selengkapnya

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

25 hari lalu

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

Rwanda pada Minggu memulai peringatan selama satu pekan untuk memperingati 30 tahun genosida terhadap ratusan ribu warga etnis Tutsi pada 1994.

Baca Selengkapnya

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

26 hari lalu

Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

Penelitian mengungkap dampak dari tambang mineral di Afrika untuk memenuhi ledakan teknologi hijau di dunia terhadap bangsa kera besar.

Baca Selengkapnya

Kongo, Rwanda, dan Chad Bantah Keterlibatan dalam Rencana Israel Relokasi Warga Gaza

7 Januari 2024

Kongo, Rwanda, dan Chad Bantah Keterlibatan dalam Rencana Israel Relokasi Warga Gaza

Kongo, Rwanda, dan Chad membantah keterlibatan mereka dalam rencana merelokasi warga Palestina dari Gaza.

Baca Selengkapnya

Viral Gorila di Kebun Binatang Ragunan Lempar Kayu ke Pengunjung, Ini Penjelasannya

3 Januari 2024

Viral Gorila di Kebun Binatang Ragunan Lempar Kayu ke Pengunjung, Ini Penjelasannya

Gorila Ragunan yang bernama Komu tersebut melempar kayu untuk menyampaikan protes kepada pengunjung.

Baca Selengkapnya

Menlu Retno Sambut 10 Dubes Asing Baru, Fokus Peningkatan Kerja Sama Ekonomi

8 Desember 2023

Menlu Retno Sambut 10 Dubes Asing Baru, Fokus Peningkatan Kerja Sama Ekonomi

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (Menlu Retno) menyambut sepuluh duta besar asing yang baru bertugas di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menteri Inggris yang Dipecat Tuduh Rishi Sunak Mengkhianati Dirinya dan Negara

15 November 2023

Menteri Inggris yang Dipecat Tuduh Rishi Sunak Mengkhianati Dirinya dan Negara

Suella Braverman juga mengkritik cara Rishi Sunak menangani unjuk rasa Pro-Palestina dengan menyebutnya lemah.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ambisius Hasilkan Atlas Baru Sel Otak Manusia, Ternyata Ada 3.313

13 Oktober 2023

Penelitian Ambisius Hasilkan Atlas Baru Sel Otak Manusia, Ternyata Ada 3.313

Penelitian ambisius menghasilkan atlas baru sel otak manusia

Baca Selengkapnya

Mengenal Destinasi Wisata dan Kuliner Rwanda, Menyusuri Eksotika Negeri di Afrika Timur

2 Juli 2023

Mengenal Destinasi Wisata dan Kuliner Rwanda, Menyusuri Eksotika Negeri di Afrika Timur

Rwanda terkenal dengan keindahan alamnya. Destinasi wisata berupa ekowisata menjadi sektor yang berkembang pesat di Rwanda.

Baca Selengkapnya

Menengok Rwanda, Negara yang Merdeka dari Belgia 61 Tahun Silam

2 Juli 2023

Menengok Rwanda, Negara yang Merdeka dari Belgia 61 Tahun Silam

Rwanda memiliki sejarah yang rumit, terutama konflik berdarah suku Hutu dan Tutsi yang mencapai puncaknya saat genosida Rwanda pada tahun 1994.

Baca Selengkapnya