Wisata Sejarah Timbangan, Ada yang Antik Buatan Tahun 1800

Rabu, 10 Juli 2019 15:49 WIB

Aneka timbangan dan alat ukur yang dipamerkan dalam Pameran Alat Ukur dan Timbangan "Datcin" di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa, 9 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

TEMPO.CO, Yogyakarta - Wisata sejarah tak melulu dilakukan dengan mendatangi candi atau situs peninggalan kerajaan masa lalu. Melalui timbangan, seseorang bisa mengetahui bagaimana waktu mengubah cara masyarakat dalam menera sesuatu.

Baca: Wisata Serajah, Puluhan Timbangan Kuno Dipamerkan di Yogyakarta

Seperti pameran timbangan bertajuk 'Pameran Alat Ukur dan Timbangan Datjin' yang berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta pada 2 - 11 Juli 2019. Dalam pameran itu, beragam timbangan dari zaman dulu ditampilkan. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang kecil, besar, digantung sampai terbuat dari emas.

Kolektor timbangan, Subiyanto menjelaskan kisah setiap timbangan dengan detail dan runut. Menurut pria 39 tahun ini, salah satu timbangan kuno yang menarik perhatian adalah timbangan gantung Cina. Ada empat batang gantungan, mulai dari ukuran terpendek hingga terpanjang yang disusun bertingkat dan digantung di langit-langit ruang pamer.

Tiap-tiap ujung batang terdapat pengait untuk mencantolkan barang yang ditimbang. Kemudian pada ujung lainnya diberi bandul dengan aneka berat. Batang paling pendek untuk menghitung berat 1 sampai 5 kilogram, di atasnya hingga 10 kilogram, 50 kilogram, dan ratusan kilogram. Uniknya, batang timbangan bukan berbahan besi atau baja.

Advertising
Advertising

Empat batang timbangan gantung Cina dari kayu Swanci yang dipamerkan dalam Pameran Alat Ukur dan Timbangan "Datcin" di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa, 9 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

"Batang timbangan itu dari kayu Swanci. Kayu ini berasal dari daratan Cina," kata Subiyanto, Selasa, 9 Juli 2019. Bisa dibayangkan betapa kuatnya kayu tersebut untuk menahan beban hingga ratusan kilogram. Di sisi lain dari ruang pamer dipajang aneka ukuran bandul untuk timbangan gaantung Cina tadi. Ada yang beratnya 5 kilogram, 10 kilogram, 20 kilogram, 25 kilogram, dan 27,5 kilogram.

Koleksi timbangan lain milik Subiyanto yang dianggap berkesan adalah timbangan pasar atau Toonbankbascule yang biasa untuk menimbang aneka sayuran. Subiyanto menyebutnya timbangan kodok. Ada pula yang menyebutnya timbangan bebek karena wadah dari kuningan untuk menimbang meruncing bagian ujungnya seperti mulut bebek.

Aneka timbangan kodok yang biasa dijumpai di pasar, salah satunya dengan kapasitas beban maksimal satu kilogram (nomer tiga dari kiri) yang dipamerkan dalam Pameran Alat Ukur dan Timbangan "Datcin" di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa, 9 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Keunikan timbangan kodok miliknya karena bentuknya mungil dan digunakan untuk mengukur berat hingga maksimal 1 kilogram. Berbeda dengan timbangan kodok kebanyakan yang digunakan untuk mengukur berat hingga 10 kilogram. "Dulunya dipakai untuk menimbang merica, garam, ketumbar," kata Subiyanto.

Timbangan kodok 1 kilogram itu adalah timbangan pertama yang dikoleksi Subiyanto 15 tahun lalu. Timbangan itu buatan tahun 1940. Awalnya, ada teman yang mengirimkan foto timbangan kodok tersebut di antara barang-barang rongsokan. Subiyanto yang suka mengoleksi barang antik kemudian membelinya dengan harga Rp 10 juta. Ada pula timbangan kodok koleksinya yang digunakan untuk menakar berat hingga 3 kilogram.

Aneka timbangan dan alat ukur yang dipamerkan dalam Pameran Alat Ukur dan Timbangan "Datcin" di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa, 9 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Koleksi tertuanya adalah timbangan stasiun buatan 1800-an. Benda untuk menimbang barang-barang yang diangkut di stasiun itu sudah ada pada masa Kolonial Belanda. Tak ketinggalan Roberval Balance yang berupa timbangan dengan dua piringan yang saling bersisihan untuk wadah beban. Timbangan itu sudah terlihat berkaraat.

Ada pula timbangan yang bentuknya unik karena hanya berupa batangan kecil seperti lidi. Timbangan kuno itu biasa dimiliki saudagar Cina untuk menimbang emas. Disimpan dalam wadah berbentuk seperti gitar yang mungil juga. "Timbangan emas kuno itu bisa dibawa ke mana-mana. Bisa masuk kantong juga," kata Subiyanto.

Rondo (pita meteran yang digulung) dan timbangan emas kuno (di dalam wadah berbentuk seperti wadah gitar mungil di sisi kiri) yang dipamerkan dalam Pameran Alat Ukur dan Timbangan "Datcin" di Bentara Budaya Yogyakarta, Selasa, 9 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Timbangan lain yang tak kalah unik adalah timbangan yang baru bisa digunakan jika dimasukkan koin. Persis seperti mainan anak-anak yang baru beroperasi apabila penggunanya sudah memasukkan koin khusus ke dalamnya. Pengguna menukar koin itu dengan sejumlah uang, kemudian koin dimasukkan dan timbangan itu bisa digunakan. "Dulu timbangan ini biasanya dipajaang di tempat-tempat umum, seperti pasar," kata Subiyanto.

Lantaran ukuran timbangan koin ini terlalu besar dan bobotnya mencapai 1,5 kuintal, Subiyanto tak menyertakannya dalam pameran. Lagipula, timbangan itu sedang dipinjam untuk properti foto di sebuah studio di Semarang, Jawa Tengah.

Sejak 15 tahun lalu, Subiyanto telah mengumpulkan 400-an timbangan kuno beragam bentuk, model, dan kegunaan. Koleksi itu disimpan di galeri di rumahnya. Dia pun menerima jual beli timbangan kuno. "Kalau jenis timbangannya lebih dari satu koleksi, saya mau melepasnya. Kalau cuma satu-satunya, tidak saya jual," kata Subiyanto yang berburu timbangan sampai ke Medan, Sumatera Utara.

Berita terkait

Cerita Mahfud MD Sematkan Pepatah Sakral di Prasasti Asrama Mahasiswa Madura Yogya

3 jam lalu

Cerita Mahfud MD Sematkan Pepatah Sakral di Prasasti Asrama Mahasiswa Madura Yogya

Mahfud MD didapuk meresmikan asrama mahasiswa Madura Yogyakarta yang baru selesai direnovasi pada Senin 20 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Respons PHRI Yogyakarta Soal Wacana Pelarangan Study Tour

11 jam lalu

Respons PHRI Yogyakarta Soal Wacana Pelarangan Study Tour

Study tour dinilai menunjuang program pemerintah terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Baca Selengkapnya

Ratusan Pelari Diajak Susuri Spot Ikonik di Kampus UGM Yogyakarta

23 jam lalu

Ratusan Pelari Diajak Susuri Spot Ikonik di Kampus UGM Yogyakarta

Event lari Pejuang Run di Yogyakarta, Ahad, 19 Mei 2024, digelar untuk menyambut Hari Kebangkitan Nasional.

Baca Selengkapnya

Bus Study Tour Pelajar Yogyakarta Tertimpa Tiang Listrik di Bali, Disdik : Tak Ada Korban

1 hari lalu

Bus Study Tour Pelajar Yogyakarta Tertimpa Tiang Listrik di Bali, Disdik : Tak Ada Korban

Bus study tour yang tertimpa tiang listrik itu diganti dengan unit baru yang unitnya didatangkan dari Jember Jawa Timur.

Baca Selengkapnya

Soal Sampah Tak Kunjung Selesai, Kota Yogya dan Bantul Teken Kerjasama Disaksikan Sultan

2 hari lalu

Soal Sampah Tak Kunjung Selesai, Kota Yogya dan Bantul Teken Kerjasama Disaksikan Sultan

Persoalan sampah di Yogyakarta seolah tak kunjung usai penutupan permanen Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) Piyungan awal Mei 2024 lalu.

Baca Selengkapnya

Wisata ke Pantai Selatan Yogyakarta? Awas Sengatan Ubur-ubur

3 hari lalu

Wisata ke Pantai Selatan Yogyakarta? Awas Sengatan Ubur-ubur

Puluhan orang tersengat ubur-ubur. Sebelumnya akhir April, sejumlah wisatawan dilaporkan tersengat ubur ubur saat bermain di Pantai Krakal Gunungkidul

Baca Selengkapnya

Catat, UGM Yogyakarta Gelar Festival Anggrek Akhir Pekan ini di Sleman

3 hari lalu

Catat, UGM Yogyakarta Gelar Festival Anggrek Akhir Pekan ini di Sleman

Penggemar tanaman anggrek yang berencana melancong ke Yogyakarta akhir pekan ini, ada festival menarik yang bisa disaksikan.

Baca Selengkapnya

Dongkrak Kunjungan Museum dan Cagar Budaya, Begini Langkah Kemendikbudristek

3 hari lalu

Dongkrak Kunjungan Museum dan Cagar Budaya, Begini Langkah Kemendikbudristek

Indonesian Heritage Agency (IHA) yang bertugas menangani pengelolaan museum dan cagar budaya nasional sejak September 2023.

Baca Selengkapnya

Sleman Luncurkan Prangko Buk Renteng, Ini Peran Saluran Irigasi Bersejarah Itu di Yogyakarta

3 hari lalu

Sleman Luncurkan Prangko Buk Renteng, Ini Peran Saluran Irigasi Bersejarah Itu di Yogyakarta

Selokan yang menghubungkan wilayah Sleman Yogyakarta dan Magelang Jawa Tengah itu dibangun pada masa Hindia Belanda 1909. Kini jadi prangko.

Baca Selengkapnya

Sampah Menyebar di Beberapa Titik Jalan usai Libur Panjang, Begini Pengolahan Limbah di Yogyakarta

4 hari lalu

Sampah Menyebar di Beberapa Titik Jalan usai Libur Panjang, Begini Pengolahan Limbah di Yogyakarta

Sampah yang masuk ke TPS 3R Nitikan Yogyakarta akan diolah menjadi bahan bakar alternatif Refused Derived Fuel (RDF).

Baca Selengkapnya