Bagaimana respon masyarakat terhadap kuliner ubi kekinian itu?
<!--more-->

Beragam respon ditunjukkan masyarakat atas mulai menjamurnya usaha kuliner dengan makanan olahan ubi yang disajikan sebagai menu jualannya. Jenis olahan yang ditawarkan beraneka dengan rasa yang pas dengan selera orang kebanyakan.

"Harganya kan murah, terus rasanya juga enak. Jadi suka beli, apalagi kalo lagi diet, pas banget makan bola ubi. Bahan utamanya juga ubi, jadi kenyang," kata Ayu, salah satu pembeli bolbi saat membeli makanan itu di Plaza Lotus Bandarlampung.

Pembeli lainnya, Adi menyebutkan makanan olahan ubi disukai semua usia.

"Dibandingin dengan makanan kekinian lainnya, bola ubi ini yang paling banyak disukai semua usia. Gak cuma anak mudanya aja, saya sekarang beli buat adek saya yang kecil karena dia suka citarasa bolbi manis dan gurih," katanya.

"Cita rasa yang ditawarkan dari makanan olahan ubi cukup variatif dan membuat ketagihan. Kalau susu ubi itu rasanya manis dan segar, apalagi pas dingin, dan donat mi ubi juga buat nagih apalagi yang rasa pedasnya. Dengan harga yang murah terus rasanya enak banyak yang ketagihan kalau makan camilan ubi ini," kata Rus, penggemar makanan olahan ubi lainnya.
bola ubi (pixabay.com)
Konsep makanan jalanan dengan harga yang terjangkau, ditambah citarasa yang beragam, memang cocok dengan selera anak muda masa kini, yang gemar dengan makanan cepat, praktis dan kekinian. Apalagi ada kencenderungan diabadikan dan dibagikan melalui media sosial, seperti instagram dan whatsapp, jika tampilannya memikat mata.

Makanan olahan yang disajikan sebenarnya tidak hanya sebatas dari bahan ubi segar, bisa juga dari tepung dan pati ubi, karena stok bahan bakunya berlimpah.

Apalagi Lampung termasuk penghasil ubi utama nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung pada Januari hingga Desember 2014, produksi ubi jalar Lampung Utara mencapai 8.964 ton, Lampung Tengah 5.847 ton, Lampung Timur 5.389 ton, Tanggamus 4.960 ton, Lampung Barat 4.252 ton, dan Lampung Selatan mencapai 3.843 ton.

Namun, menurut Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Prof Dr Ir Neti Yuliana dalam tulisannya "Tantangan rantai pasokan agroindustri tepung dan pati" yang disiarkan Antaralampung.com, tantangan terbesar agroindustri tepung dan pati ubi jalar adalah manufaktur atau pabrik pengolahannya.

Padahal, konsumen tepung dan pati ubi jalar bersifat luwes untuk pengembangan produk, lebih tahan disimpan karena kandungan airnya rendah, serta penting sebagai penyedia bahan baku industri. Produk berbasis tepung dan pati ubi jalar adalah mi, gorengan, sflake, saus, penyalut, serta bahan aneka produk kue dan roti.

Tepung dan pati ubi jalar bermanfaat untuk pembuatan sirup glukosa, alkohol, aseton, butanol, asam sitrat, monosodium glutamat (MSG), dan sebagainya.

Menurut dia, tepung dan ubi jalar memiliki beberapa kelebihan yang layak dipertimbangkan, yakni pertama, mengandung senyawa antosianin dan betacarotene yang bermanfaat bagi kesehatan. Kedua, bebas gluten sehingga aman bagi penderitan alergi gluten, terutama anak yang menderita autis. Ketiga, dianjurkan bagi penderita diabetes karena bermanfaat dalam mempertahankan tingkat glukosa darah.

Sehubungan itu, menjadikan ubi sebagai makanan kekinian tidak hanya sebatas dari ubi segar diolah secara secara biasa, seperti direbus, dikukus, dibakar dan digoreng, atau dibuat kolak, keripik dan lainnya, tetapi juga bisa dikembangkan dari tepung dan pati ubi.

Semakin banyak ubi diserap sektor industri, petanipun bergaraih membudidayakan ubi karena harganya naik, serta "makanan ubi" makin elit karena berbagai jenis olahan makan bisa diracik dari tepung dan pati ubi, maupun ubi segar.

Baca juga: 5 Makanan Ini Ditetapkan Kemenpar sebagai Kuliner Nasional