Dampak Beragam Festival, Omzet Penjualan Batik Banyuwangi Melejit
Reporter
Antara
Editor
Tulus Wijanarko
Selasa, 30 Oktober 2018 15:57 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi - Sejumlah pengusaha batik di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengaku omzet penjualan naik hingga ratusan persen dengan adanya beragam festival di kota itu. Berbagai perhalatan tersebut memang telah berhasil mengundang wisatawan domestik maupun mancanegara.
Firman Sauqi, pemilik galeri Godho Batik, misalnya, bercerita saat merintis bisnis batik pada 2011dulu terasa cukup seret. Saat itu dalam sebulan dia hanya mampu menjual sekitar 25 lembar kain. Usaha Godho Batik berada di di Kecamatan Giri dan saat ini sudah melibatkan puluhan perajin di desa itu.
Lalu pada tahun 2011 itu pula pemerintah memulai penyelenggaraan Banyuwangi Festival. Ajang yang lalu berlangsung saban tahun itu menampilkan puluhan atraksi wisata seni-budaya dan wisata olahraga berbasis alam.
Dari tahun ke tahun, kata Firman, penjualan Godho Batik jaug terus meningkat dengan adanya fetsival. Dalam dua tahun terakhir, tiap bulan Firman bisa menjual hingga 200 lembar kain. Ini artinya melonjak sekitar 700 persen dibanding saat memulai usaha pada 2011.
Dari sisi keuangan, pada 2011 dalam sebulan hanya mampu mengantongi omzet Rp 5–10 juta. Kini, omzetnya naik menjadi Rp50-250 juta. Adapun harga kain batiknya dipatok antara Rp100.000 sampai Rp1,3 juta per lembar. "Alhamdulillah, festival di Banyuwangi ini menjadi berkah buat kami. Hal ini juga dirasakan perajin batik dan UMKM lainnya.”
Firman mengatakan, saat ada Banyuwangi Batik Festival (BBF), penjualannya bahkan mencapai 500 hingga 700 lembar per bulan. Kondisi itu bertahan terus hingga lima bulan setelah BBF usai. " Kami ikut merasakan berkahnya,” katanya sebagaimana dikutip tertulis Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.<!--more-->
Batik produksi Firman kini sudah merambah ke Jakarta, Surabaya, Malang, Lampung, Palembang, hingga Papua. Juga, “Dengan penjualan online," ujarnya.
Susiyati, pemilik galeri batik Gondo Arum pun mengalami hal serupa. Dia memulai bisnis batik pada 2012 dan menghasilkan omzet yang tak terlalu besar.
Dia merintis produksi batik setelah mendapat pelatihan membatik dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Banyuwangi. Saat itu, tetangga-tetangganya juga ikut. “Jadi saat memulai bisnis ini saya langsung bisa mengajak tetangga-tetangga desa di rumah," kata perempuan yang mengembangkan workshop batik di Desa Pakistaji, Kecamatan Kabat, ini.
Di awal bisnisnya, Susiyati mengaku hanya bisa menjual 50 lembar batik per bulan. Namun, kini dia bisa menjual hingga 300 lembar batik per bulan, dengan harga Rp125.000 sampai Rp1,6 juta per lembar. "Semoga Banyuwangi bisa terus kreatif meningkatkan ekonomi perajin batik, seperti lewat festival, karena kami sangat merasakan manfaatnya," kata dia.
Bupati Azwar Anas bersyukur Banyuwangi Festival mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. "Festival bukan sekedar ajang untuk bersenang-senang atau mendatangkan wisatawan. Lebih dari itu, festival juga menjadi alat menggerakkan roda perekonomian warga kecil," kata Anas
Perhelatan Banyuwangi Batik Festival kembali akan digelar pada 17 November 2018. "Selain menjadi panggung karya kreatif para perajin dan desainer batik, BBF juga membawa berkah terhadap para perajin," kata Abdullah Azwar Anas.
ANTARA