Asyura, Makna Bentrokan di Balik Pesta Budaya Tabuik, Pariaman

Reporter

Antara

Selasa, 18 September 2018 18:48 WIB

Pagelaran Tabuik, Pariaman, Sumatera Barat. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Pariaman, Sumatera Barat, menggelar pesta budaya Tabuik untuk memperingati Asyura di Kota Pariaman, Selasa, 18 September 2018. Pesta Tabuik dimaksudkan untuk memperingati gugurnya Imam Husein, cucu Nabi Muhammad SAW, oleh Raja Yazid Bin Muawiyah dalam Perang Karbala.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman Elfis Candra mengatakan Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. “Kegiatan tersebut dilakukan untuk menarik para wisatawan dari berbagai daerah ke Kota Pariaman,” katanya.

Salah satu rangkaian dalam Tabuik adalah prosesi atau ritual Maarak Jari-Jari. Menurut Tuo (Tokoh) Tabuik Nagari Subarang Nasrun Jon, ritual tersebut sebagai pengumpamaan jasad cucu Nabi Muhammad SAW yang dibunuh secara keji. Dalam prosesi ini, para anak tabuik Pasa maupun Subarang membuat semacam duplikat jari-jari manusia yang ditempatkan di sebuah panja atau wajan.

Baca juga: Menyantap Nasi Sek di Pantai Gondariah, Pariaman

Kemudian duplikat jari-jari tersebut diarak di sekitar kawasan kota itu. Setelah itu, kedua kubu tabuik melanjutkan prosesi basalisiah atau pertemuan kedua belah pihak di Simpang Tabuik, Kecamatan Pariaman Tengah.

Advertising
Advertising

Sejumlah penari turut memeriahkan Pesta Budaya Tabuik Piaman, di lapangan Merdeka, Pariaman, Padang, Sumbar, 9 November 2014. Tempo/Aditia Noviansyah

Saat basalisiah, kedua kubu saling menyerang dan melemparkan gendang tasa sehingga terjadi bentrokan. "Basalisiah ini sudah menjadi tradisi sejak dulu. Memang ada bentrokan, namun masyarakat tidak pernah menyimpan dendam karena pesta budaya Tabuik hanya agenda pariwisata, bukan kriminal," ujar Nasrun. Setelah semua selesai, masyarakat tidak menyimpan dendam.

Ritual maarak jari-jari adalah lanjutan dari prosesi maradai yang dilakukan sehari sebelumnya. Prosesi ini berupa kegiatan meminta sumbangan kepada masyarakat. Ritual tersebut juga memiliki makna bahwa kegiatan pesta budaya Tabuik perlu melibatkan masyarakat luas. "Jadi dalam ritual maradai tersebut anak tabuik sama-sama meminta sumbangan karena biaya kegiatan itu cukup besar," ucap Nasrun.

Wakil Wali Kota Pariaman Genius Umar mengatakan pesta budaya Tabuik merupakan salah satu tulang punggung pariwisata daerah setempat. "Tabuik setiap tahunnya menyedot perhatian masyarakat dari berbagai daerah, bahkan wisatawan asing. Hal ini cukup berdampak pada perekonomian masyarakat," tuturnya.

ANTARA

Berita terkait

Tradisi 1 Muharram di Berbagai Daerah, Tabuik Hingga Kirab Kebo Bule

9 Agustus 2021

Tradisi 1 Muharram di Berbagai Daerah, Tabuik Hingga Kirab Kebo Bule

1 Muharram atau Tahun Baru Islam tahun tak bisa dirayakan seperti tahun-tahun sebelumnya,

Baca Selengkapnya

Pariaman juga Ingin Dikenal Sebagai Kota Matahari Terbenam

26 Januari 2021

Pariaman juga Ingin Dikenal Sebagai Kota Matahari Terbenam

Selama ini, Pariaman dikenal sebagai kota Tabuik yang diibaratkan sebagai baju kemeja putih lengan panjang yang merupakan jati diri kota tersebut.

Baca Selengkapnya