Sarapan yang Beda di Jogja, Makan Pempek Nyonya Kamto
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Tulus Wijanarko
Rabu, 25 April 2018 08:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran pempek Nyonya Kamto di Yogyakarta memberi sentuhan lain pada citarasa kuliner Kota Gudeg yang identik dengan manis. Pempek yang sudah melegenda sejak 1984 ini konon menjadi pempek Palembang populer pertama di kota pelajar itu.
Penggagasnya, yakni istri Kamto Junaidi, adalah warga asli kota “Wong Kito Galo”. “Ibu mertua saya asli Palembang dan menikah dengan Pak Kamto orang Jogja,” kata mantu Nyonya Kamto, Wiliana, saat ditemui dalam acara Festival Jajanan Bango di MH Thamrin, Jakarta Pusat, 15 April lalu.
Baca juga: 4 Pilihan Oleh-oleh Khas Palembang Selain Pempek
Nyonya Kamto, menurut Wiliana, kala itu memberanikan diri membuka bisnis kuliner khas Palembang yang rasanya bertolak belakang dengan lidah orang Yogyakarta. Cuko atau cuka, yakni bumbu utama pempek, diracik sesuai dengan citarasa aslinya yang kecut dan pedas.
Namun, seiring dengan perkembangannya, Nyonya Kamto menyesuaikan dengan selera orang lokal. Kuah cuko pun dipermanis sehingga rasanya tak terlalu ‘nylekit’. Penasaran, Tempo lantas menjajal pempek tersebut.
Saat itu, Wiliana merekomendasikan pempek kapal selam dan kulit yang menjadi favorit pengunjung. Pempek ini termasuk yang berukuran jumbo. Ukurannya hampir setengah kepalan tangan orang dewasa untuk kapal selam. Sedangkan diameter pempek kulit kira-kira 7-8 sentimeter.
Aroma ikan kedua jenis pempek itu kuat menyapa penciuman saat dihidangkan. “Kami menggunakan ikan tenggiri,” ujar Wiliana. Ia tak menggunakan ikan belida yang tumbuh di Sungai Musi, seperti yang kerap digunakan untuk olahan pempek asli Palembang. Sebab, tenggiri dinilai lebih gurih. Lagi pula, belida sudah jarang ditemukan.
Selain itu, ada beda yang mencolok antara pempek Nyonya Kamto dan pempek asli Palembang. Pempek Nyonya Kamto memakai dua jenis kuah, yakni kuah manis dan kuah pedas. Bagi warga Yogyakarta yang umumnya cenderung doyan manis, mereka bisa memilih kuah manis.
Kuah pempek Nyonya Kamto, saat dituang ke mangkuk, tampak sangat kental. Seperti ada bumbu-bumbu tumbuk kasar yang turut tertuang ke dalam mangkuk. “Kuah kami kental karena terbuat dari gula aren pilihan yang dicampur dengan ebi,” ujar Wiliana.
Adapun kecap yang membuat warna cuko itu gelap berasal dari kecap racikan sendiri. Wiliana dan keluarga telah bekerja sama dengan perusahaan kecap untuk membuat racikan kecap khusus bersertifikasi halal.
Ketika pempek kapal selam dibelah, rebusan telur ayam negeri menyembul keluar, bercampur dengan kuah cuko. Warna telur yang tampak putih seketika berubah rona menjadi keruh.
Saat disantap, tak terbayang lagi rasanya. Aduhai, ada manis, gurih, asam, dan pedas yang nano-nano menjadi satu.
Seporsi pempek kapal selam di warung Nyonya Kamto dijual Rp 14 ribu. Warung itu berlokasi di Jalan Beskalan Nomor 3, Malioboro, Yogyakarta. Tiap hari, Nyonya Kamto membuka warung pukul 08.00-21.00. Tentu bisa menjadi salah satu alternatif untuk sarapan.
Artikel lain: Cold Moo Swirls, Kedai Es Krim yang Lagi Naik Daun di Jakarta