Pesepeda asal Spanyol Aitor Iguinitz dan Laura Martinez menyusuri jalur Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 6 Juni 2016. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta – Seorang pria paruh baya memarkir sepeda di kios buah-buahan di kawasan Nagreg, Jawa Barat. Ia sedang beristirahat di kios tersebut dan membeli pisang sebagai bekal perjalanan.
Sepeda warna hitam itu sarat muatan. Beratnya sekitar 50 kilogram. "Kami sedang menyusuri Jawa, lalu menyeberang ke Bali dan Sulawesi," kata pengendara sepeda bernama Aitor Iguinitz itu saat ditemui Tempo di Nagreg, Kabupaten Bandung, Senin, 6 Juni 2016.
Iguinitz tak sendirian. Pria asal Spanyol itu didampingi pasangannya, Laura Martinez. Mereka bersepeda keliling dunia. Salah satu negara yang dikunjungi adalah Indonesia.
Selama menyusuri Kabupaten Bandung, mereka didampingi dua pengendara sepeda asal Kota Kembang itu.
Menurut Iguinitz, mereka sudah berkelana di 50 negara selama 9 tahun menggunakan sepeda. "Kami memang suka bersepeda. Kami berkeliling dunia untuk belajar, bertemu masyarakat di belahan dunia lain," ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia adalah negeri yang asing bagi mereka. Menurut Iguinitz, mereka hanya tahu Indonesia dari televisi dengan berita-berita yang cenderung negatif. "Anda tahu, televisi dan berita bisa memanipulasi cara pandang kita. Saya tidak percaya. Karena itu saya dan Laura memutuskan menjelajah ke Indonesia sambil bersepeda," katanya.
Saat mengayuh sepedanya di Indonesia, stigma tentang terorisme yang sempat menghantui mereka pun sirna. "Ternyata negeri ini indah sekali. Masyarakatnya sangat ramah. Indonesia punya nilai lebih. Saya sangat terkesan dengan goweser di kota-kota di Indonesia. Setiap kota saya disambut dan dipandu," ujar Iguinitz.
Di Bandung, ia tinggal di rumah salah seorang pesepeda untuk mempersiapkan penjelajahan menyusuri Jawa Barat. "Hanya di Indonesia para goweser-nya antusias membantu kami sepanjang perjalanan," katanya.
Laura Martinez juga kagum dengan keramahan masyarakat serta keelokan alam Indonesia. "Menjelajah negeri sambil bersepeda adalah cara kami melihat dunia nyata. Sangat berbeda dengan apa yang diberitakan di televisi atau media massa. Kami bisa melihat semuanya dalam sudut pandang yang berbeda," ucapnya.
Selain itu, mereka sangat tersentuh dengan para pengendara sepeda lokal yang tetap bersedia menemani menggowes meski bulan puasa. "Saya tahu saat ini Ramadan dan semua umat muslim di sini sedang berpuasa, tapi mereka tetap mengantar kami bersepeda sambil menahan lapar dan haus. Hal seperti ini tidak kami dapat di negara mana pun, kecuali di Indonesia," kata Martinez.