WISATA PANTAI: Pulau-pulau Ini Cocok buat Kabur dari Medsos
Editor
Agoeng Wijaya
Rabu, 18 November 2015 14:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Malam di Pulau Meosmangguandi, Kepulauan Padaido, Biak, Papua, benar-benar gelap-gulita. Setidaknya, hingga bulan lalu kami berkunjung, belum ada jaringan listrik PLN di sana. Sinyal seluler pun tiada. “Yang ada pembangunan lima tahun, pelita,” kelakar Nikson Rumkorem, anak "ibu kos" kami yang menjadi pemandu selama di Padaido.
Di kepulauan yang dibentuk oleh 32 daratan ini sinyal memang hanya bisa ditemukan di pulau-pulau yang berdekatan dengan Pulau Biak. Namun laut dan pantainya benar-benar akan membuat kita tak ingin diganggu oleh notifikasi telepon genggam.
Terletak sekitar 32 mil laut dari pusat Kota Biak, Pulau Meosmanggunadi hanya seluas 14 kilometer persegi, dihuni oleh sekitar 84 kepala keluarga. Mereka tinggal di rumah panggung, yang masing-masing berjarak, dipisahkan tanah cukup luas. Hunian warga sangat nyaman ditinggali dengan fasilitas MCK yang cukup memadai. Air tanah juga tak sulit ditimba dari sumur yang hanya berjarak beberapa meter dari pinggir pantai.
Dari sana, cobalah pergi ke Rasi, sebuah pulau kecil tak berpenghuni di wilayah selatan perairan Meosmangguandi. Di sini, butiran pasir putih sehalus tepung membentang di pantai yang lebar dan meninggi. Di depan sana, warna laut biru bergradasi.
Atau cobalah ke Kebori. Terletak di antara Meosmangguandi dan Rasi, laut di pulau yang juga tak berpenghuni ini dangkal dan tenang. Dari atas perahu, Anda pasti tergoda untuk segera melompat. Ikan kecil beraneka warna berkerumun, berlalu-lalang di atas koral beraneka warna yang membentang tak jauh di depan pantai pasir putih sebelah timur.
Kami sempat menginap di Kebori. Malam itu, seolah tak ada lagi yang dibutuhkan dalam hidup ini. Api unggun telah berkobar di atas pasir yang menimbun singkong. Empat ikan gemuk, tiga di antaranya baronang, siap dibakar setelah terperangkap jala yang belum lama tadi dijulurkan Nikson menjelang laut surut. Tambah lagi, sepuluh bungkus mi instan siap dimasak. Ai mama....
Dari Meosmangguandi, kami mampir ke gugusan pulau seberang di utara. Dalam perjalanan, sekelompok lumba-lumba berlompatan, seolah ingin berkejaran dengan perahu kami yang melintas di tengah laut perbatasan Pulau Pasi, Mbromsi, dan Dauwi. Di pulau terakhir ini, kami sengaja menunggu petang, lalu pergi ke Pulau Samakur.
Warga sekitar menjuluki Samakur sebagai pulau burung. Bukan bentuk pulaunya yang mirip burung, tapi ketika lembayung di langit barat Padaido semakin merah, ratusan ribu--jika tak ingin menyebut jutaan--burung laut berduyun-duyun terbang mendekati pulau tersebut.
Selama beberapa saat, mereka berputar-putar di atasnya. Tidak untuk berburu mangsa, tapi menunggu kelelawar pergi dari tebing-tebing padas di tengah pulau itu untuk kemudian menjadikannya tempat peristirahatan. Esok pagi, giliran bangau yang pergi digantikan kelelawar, begitu seterusnya....
AGOENG WIJAYA