TEMPO.CO , DENPASAR:- Secara kuantitas jumlah turis yang datang ke Bali semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun secara kualitas cenderung mengalami penurunan.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ngurah Wijaya mengatakan hal itu dalam seminar “Perda RTRWP Bali dam Perspektif Pembangunan”, Selasa , 24 April 2012, di Universitas Udayana Denpasar. “ Hal ini harus menjadi keprihatinan bersama,” ujarnya.
Kualitas itu diukur dengan dua tolok ukur, yakni lama tinggal dan pengeluaran belanja turis. Dari data terlihat, lama tinggal turis sejak 10 tahun terakhir cenderung bergeser hanya selam 3-4 hari saja dan kemampuan belanja mereka hanya sekitar USD 100 perhari saja.
“Kebanyaan dari Australia dan Negara Asia,” ujarnya. Ini berbeda dengan turis dari Amerika Serikat atau pun Negara-negara Eropa yang lama tinggalnya lebih tinggi dan belanjanya sekitar USD 200 perhari.
Kondisi itu, menurutnya, diperngaruhi oleh kualitas lingkungan dan social budaya di Bali yang sudah bergeser. Menuurutnya, turis AS dan Eropa mau dating ke Bali karena keunikan budaya yang tak bisa ditemui di darah lain. Demikian pula dengan kondisi alamnya. “Sekarang kita melihat kondisi jalan dan infrastruktur lain yang memprihatinkan,” ujarnya.
Daya tarik Bali dari segi budaya pun melemah seperti dengan munculnya bangunan-bangunan yang sama sekali tidak bernuansa Bali. ‘Tentu kami pertanyankan juga, kenapa pemerintah seperti tak bisa bertindak dalam soal ini,” ujarnya. Padahal aturan dalam Perda sudah jelas memberikn batasan.
Terkait dengan RTRW Bali, pihaknya mendukung penerapan , RTRW yang membatasi penggunaan lahan untuk fasiitas parwisata . “Kami setuju untuk wilayah Bali selatan dilakukan moratorium,” tegasnya . Langkah itu untuk memberi kesempatan Dilakukannya perencanaan yang kebih komprehensif.
ROFIQI HASAN