Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Masjid Lama Gang Bengkok Medan yang Dibangun Pengusaha Tionghoa

Reporter

Editor

Mila Novita

image-gnews
Atap Masjid Lama berbentuk kelenteng di Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, Kota Medan, Sumatera Utara. (Dok ANTARA)
Atap Masjid Lama berbentuk kelenteng di Gang Bengkok, Kelurahan Kesawan, Kota Medan, Sumatera Utara. (Dok ANTARA)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Orang Medan menyebut tempat ibadah umat Islam ini sebagai Masjid Lama Gang Bengkok atau Masjid Bengkok saja. Disebut demikian karena letaknya di Gang Bengkok, Jalan Masjid, Kota Medan. Masjid ini mudah ditemukan karena berada di salah satu pusat perdagangan onderdil sepeda motor, alat tulis kantor dan percetakan  di Medan yang dikendalikan oleh pedagang Tionghoa.

Berada di kawasan kota lama Medan, Masjid Lama Gang Bengkok cukup populer karena menjadi saksi bisu masa kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang, hingga Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Masjid Bengkok dibangun pada masa Kesultanan Deli, Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Sultan Deli IX yang memimpin Tanah Deli pada 1873 hingga 1924.

"Awal mulanya dibangun masjid ini pada 1874 oleh Tjong A Fie," kata Imam Rawatib Masjid Lama, Nasrun Tanjung (61), seperti dikutip dari Antara, Selasa, 2 April 2024.

Umat Islam melaksanakan shalat Ashar di Masjid Lama Gang Bengkok, Medan, Sumatera Utara, Senin (18/3/2024). Masjid yang memadukan gaya arsitektur Melayu, Persia dan Cina tersebut dibangun pada tahun 1874 oleh saudagar kaya keturunan Tionghoa bernama Kapten Tjong A Fie yang kemudian diserahkan kepada Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan Deli Ma'moen Al Rasyid. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/aww.

Mengenal Tjong A Fie

Tjong A Fie merupakan warga Tiongkok yang merantau ke Tanah Deli dalam gelombang besar masa kolonial Belanda abad ke-19 bersama buruh perkebunan tembakau Deli. Dia sangat cerdas dan menguasai ilmu dagang di Tiongkok. Saat itu masih muda berusia 18 tahun. Dia ingin menemui kakaknya Tjong Yong Hian karena lebih dahulu mengadu nasib di Tanah Deli.

Walau sang kakak telah menjadi pemimpin Tionghoa di Tanah Deli, Tjong A Fie kala itu lebih memilih bekerja di toko milik teman kakaknya Tjong Sui Fo.

Di toko ini dia memegang pembukuan, melayani pelanggan, menagih utang maupun tugas-tugas lain yang membuat dirinya menjadi pandai bergaul. Pergaulannya luas. Dia tidak hanya berinteraksi dengan sesama orang Tionghoa, tetapi penduduk lokal warga Melayu, Arab, India, dan Belanda. Dia juga belajar bahasa Melayu yang merupakan bahasa perantara warga di Tanah Deli.

Dalam waktu singkat Tjong A Fie mampu mewujudkan cita-citanya menjadi orang Tionghoa pertama memiliki perkebunan tembakau luas di Tanah Deli, dan terus melakukan ekspansi.

"Setelah usaha niaganya berhasil, beberapa tahun kemudian beliau minta izin kepada sultan untuk membangun masjid," ungkap Nasrun.

Belum ada masjid

Saat itu, warga Tanah Deli yang mayoritas muslim belum memiliki masjid. Tempat beribadah terdekat adalah Masjid Al-Osmani yang berada di Medan Labuhan, sekitar 20 kilometer sebelah utara Kota Medan. Masjid ini merupakan bagian kompleks Istana Kesultanan Deli Osman Perkasa Alamsyah, yang merupakan Sultan Deli ke-7 pada 1850 hingga 1858.

Masjid Al Mashun di depan Istana Kesultanan Deli, Jalan Sisingamangaraja, Medan, juga belum ada ketika. Masjid itu baru dibangun pada 1906.

Arsitektur bergaya Tionghoa, Perisa, Eropa, dan Melayu

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena Tjong A Fie berniat membangun masjid, Sultan Ma'mun memberikan musala sederhana di depan gang kecil, Kesawan, yang merupakan tanah wakaf Datuk Kesawan Muhammad Ali. Pembangunan Masjid Lama pun dimulai dengan memadukan arsitektur bergaya Tiongkok, Melayu, Persia dan Eropa.

Corak dan ornamen masjid menggambarkan keterwakilan budaya di Kota Medan, seperti cat bangunan masjid didominasi dua warna khas Melayu, yakni hijau lumut dan kuning. Bagi orang Melayu hijau lumut memiliki arti kesuburan hingga patuh terhadap ajaran agama, dan juga dilambangkan klan bangsawan. Sedangkan kuning melambangkan kebesaran hingga kemegahan yang sejak dahulu sudah digunakan oleh Kesultanan Siak Sri Inderapura di Provinsi Riau.

Di bagian depan masjid disuguhkan pemandang atap bukan seperti kubah, melainkan membentuk kelenteng. Arsitektur Melayu yang kental perpaduan warna kuning keemasan membalut empat tiang penyangga di dalam masjid seluas 400 meter persegi itu.

"Ada Persia, dan Eropa bisa kita lihat di tempat mihrab imam. Tjong A Fie membangun mimbar khatib lima meter dan tempat muadzin dua meter untuk sholat Jumat," tutur dia.

Terdapat juga pembangunan menara setinggi 30 meter sebagai tempat mengumandangkan azan. "Dulu kan belum ada pengeras suara, jadi khatib harus naik ke atas mimbar. Begitu juga dengan menara di situ orang azan mengandalkan angin," katanya mengisahkan. 

Setelah pembangunan selesai, Tjong A Fie menyerahkan Masjid Lama ini kepada Sultan Ma'mun Al Rasyid yang merupakan putra sulung Sultan Osman.
"Pertama kali itu ditunjuk oleh sultan untuk memakmurkan masjid adalah Syekh Haji Muhammad Yakub. Beliau salah seorang penasehat di Kesultanan Deli waktu itu," ungkap Nasrun.

Sejak Syekh Haji Muhammad Yakub memiliki tugas baru menjadi nazir Masjid Lama, Yakub berkolaborasi dengan Datuk Kesawan Muhammad Ali melakukan berbagai inovasi. Salah satu inovasi yang bisa dijumpai para jemaah Masjid Bengkok hingga kini adalah bubur anyang khas Melayu ketika Ramadan tiba. 

"Sejak pertama dulu, kalau bulan puasa disediakan bubur anyang. Dulunya bubur ini dibagikan ke warga kampung dan jemaah untuk berbuka puasa di masjid ini," kata Nasrun.

ANTARA 

Pilihan Editor: 5 Masjid di Hong Kong yang Menarik Wisatawan Muslim, Tertua Dibangun pada 1840-an

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Seorang Ibu di Medan Aniaya Anaknya yang Berusia 6 Tahun, Tubuh Korban Alami Lebam

8 hari lalu

Ilustrasi
Seorang Ibu di Medan Aniaya Anaknya yang Berusia 6 Tahun, Tubuh Korban Alami Lebam

Sang ibu sudah kerap menganiaya anaknya yang berusia 6 tahun tersebut. Mengaku khilaf dan meminta maaf.


Danny Pomanto Resmikan Masjid Mardhiyyah

10 hari lalu

Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto (kanan) didampingi Ketua TP PKK Kota Makassar Indira Yusuf Ismail meresmikan Masjid Mardhiyyah di Jalan Talasalapang II Kelurahan Gunung Sari, Kecamatan Rappocini, Ahad 22 September 2024. Dok. Pemkot Makassar
Danny Pomanto Resmikan Masjid Mardhiyyah

Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto atau yang biasa disapa Danny Pomanto, meresmikan Masjid Mardhiyyah di Jalan Talasalapang II Kelurahan Gunung Sari, Kecamatan Rappocini, pada Ahad, 22 September 2024.


KPAI Minta Bareskrim Ikut Menyelidiki Kasus Kematian Anak di Medan yang Diduga Dianiaya Anggota TNI

11 hari lalu

Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini mendesak pengusutan kasus tewasnya MHS (15 tahun) dan anak (12 tahun) serta cucu (2 tahun) wartawan Tribrata TV, di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
KPAI Minta Bareskrim Ikut Menyelidiki Kasus Kematian Anak di Medan yang Diduga Dianiaya Anggota TNI

KPAI meminta Bareskrim ikut mengusut kasus kematian MHS 15 tahun, yang tewas setelah diduga dianiaya anggota TNI.


Imam Masjid di Sragen Diserang Saat Sedang Memimpin Jemaah Salat Subuh

14 hari lalu

Ilustrasi begal / penyerangan dengan senjata tajam pisau / klitih / perampokan. Shutterstock
Imam Masjid di Sragen Diserang Saat Sedang Memimpin Jemaah Salat Subuh

Seorang imam masjid di Desa Sambirejo, Sragen diserang saat sedang memimpin jemaah salat subuh. Lehernya terluka kena sabetan pisau.


Rekayasa Kematian Suaminya, Seorang Notaris di Medan Jadi Tersangka Pembunuhan

15 hari lalu

Ilustrasi pembunuhan. FOX2now.com
Rekayasa Kematian Suaminya, Seorang Notaris di Medan Jadi Tersangka Pembunuhan

Sang istri tetap menolak telah melakukan pembunuhan terhadap suaminya. Ia mengaku sangat mencintai suaminya itu.


Rekomendasi Kuliner Khas Medan, dari Soto hingga Mi Gomak

18 hari lalu

Soto dengan potongan daging sapi dan kuah bersantan di RM Sinar Pagi, Medan. Tempo/Dhemas Reviyanto
Rekomendasi Kuliner Khas Medan, dari Soto hingga Mi Gomak

Kuliner Medan dipengaruhi oleh banyak budaya, mulai dari Cina, India, Melayu, Batak, Minang, dan Jawa.


Uniknya Martabak Piring dari Medan, Ada sejak 50 Tahun Lalu

20 hari lalu

Murni Martabak Piring 1974, kuliner khas Medan yang dicoba pewarta di sela meliput agenda empat tahunan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024. Penjaja kuliner ini terletak di di Jalan Tjong Yong Hian, Pasar Baru, Medan, Sumatera Utara. (ANTARA/Zaro Ezza Syachniar)
Uniknya Martabak Piring dari Medan, Ada sejak 50 Tahun Lalu

Martabak piring ini sudah ada sejak 50 tahun yang lalu, jadi salah satu kuliner favorit di Medan.


Dukung PON 2024, KAI Sumut Beri Harga Spesial KA Sribilah Tujuan Medan-Rantauprapat

24 hari lalu

Suasana pertunjukan kembang api pada pembukaan PON XXI Aceh-Sumut 2024 di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Senin 9 September 2024. Perhelatan olahraga empat tahunan yang berlangsung 9-20 September 2024 tersebut mengangkat tema Bersatu Kita Juara. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Dukung PON 2024, KAI Sumut Beri Harga Spesial KA Sribilah Tujuan Medan-Rantauprapat

Tarif promo tiket kereta sambut PON 2024 berlaku untuk Senin, Selasa, Rabu dan Kamis, tidak berlaku untuk keberangkatan Senin, 16 September 2024.


Bolu Stim Menara jadi Oleh-oleh Resmi PON Aceh-Sumut, Kuliner Lokal Makin Dikenal Luas

24 hari lalu

Brand Manager Bolu Stim Menara Gibran Saleh Ely menyerahkan Bolu Stim Menara kepada Ketua Harian PB PON Wilayah Sumut Baharuddin Siagian. Dok: Istimewa
Bolu Stim Menara jadi Oleh-oleh Resmi PON Aceh-Sumut, Kuliner Lokal Makin Dikenal Luas

Pada PON XXI di Aceh dan Sumatera Utara, Bolu Menara menjadi official gift atau oleh-oleh resmi dari perhelatan akbar tersebut.


Diduga Terima Suap, Bupati Labuhanbatu Dituntut 6 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

28 hari lalu

Jaksa Penuntut Umum dari KPK Fahmi Ari Yoga menuntut Bupati Labuhanbatu, Erik Adtrada pidana penjara enam tahun, denda Rp 300 juta, subsider enam bulan. Tuntutan dibacakan dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Rabu, 4 September 2024. TEMPO/ Mei Leandha
Diduga Terima Suap, Bupati Labuhanbatu Dituntut 6 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya

Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga diduga menerima suap Rp 4,9 miliar dari sejumlah kontraktor untuk berbagai proyek di kabupaten tersebut.