Kasus Turis Angkat Terumbu Karang, Tip Memperlakukan Biota Laut
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Tulus Wijanarko
Kamis, 19 April 2018 07:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Warganet belakangan dihebohkan dengan unggahan gambar bergerak seorang wisatawan mengangkat terumbu karang yang ada anemon lunak dan ikan nemo ke permukaan laut. Video itu dibagikan sebuah akun yang tampaknya merupakan operator travel di Instagram, Senin lalu, 16 April.
Menyaksikan perilaku tersebut, warganet menorehkan reaksi keras. Mereka mengkritik perilaku wisatawan yang dianggap dapat merusak biota laut. Beberapa di antaranya melontarkan dugaan bahwa orang dalam gambar, berikut operator wisatanya, tak terlampau paham dengan adab bertemu dengan penguhuni segara.
Baca juga: Viral Video Turis Angkat Terumbu Karang, Warganet Bereaksi Keras
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jendral atau Sekjen Pengurus Besar Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Aditya Vilyanto, saat dihubungi pada Rabu, 18 April, memaparkan beberapa informasi dasar mengenai etika menyelam dan bertemu dengan biota laut. Baik untuk penyelaman model scuba alias scuba diving maupun penyelaman dangkal atau snorkeling.
1. Cara memperlakukan soft coral
Koral lunak atau soft coral tak boleh dipegang sama sekali oleh penyelam. Sebab, koral lunak merupakan makhluk hidup yang sensitif. Apalagi proses tumbuh berkembangnya koral lunak berlangsung puluhan tahun. Koral lunak biasanya juga merupakan tempat untuk berkembang-biak ikan.
2. Menyentuh terumbu karang keras hanya dalam keadaan genting
Penyelam boleh menyentuh terumbu karang keras, utamanya yang sudah mati, asal tengah berada dalam keadaan genting dan bahaya. "Boleh dipegang bila penyelam sedang terpapar arus bawah, baik arus vertikal maupun horisontal, untuk pertahanan diri," kata Aditya.
Dalam pesan suara tersebut, Aditya menegaskan berulang-ulang, bahwa karang yang boleh disentuh dalam keadaan bahaya adalah karang keras. "Kalau koral lunak sama sekali tidak boleh dipegang," ujarnya.
3. Cara mendeteksi karang mati dan hidup
Penyelam disarankan memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri dasar karang yang sudah mati dan masih hidup. Pengetahuan ini salah satunya bisa didapat ketika mereka mengikuti kursus menyelam, khususnya menyelam di laut dalam.
Karang sudah mati, kata Aditya, punya warna yang lebih kusam. Sedangkan karang hidup akan bersinar bila terkena cahaya matahari. Penyelam kudu memperlakukan karang hidup layaknya makhluk hidup lain.
4. Cara snorkeling di laut dangkal
Di lokasi tertentu, misalnya di laut dangkal, yang tak sampai 1,5 meter, penyelam kudu mengapung. Artinya, mereka tak boleh berada dalam posisi berdiri. Sebab, dalam posisi berdiri, karang akan berpotensi terinjak.
Begitu juga dengan kapal. Dalam keadaan laut dangkal berkarang demikian, kapal tidak boleh anker atau melempar jangkar untuk bersandar. "Apalagi di kawasan terumbu," ujarnya.
5. Tak memberi makan ikan saat di laut
Selain tak boleh menyentuh, wisatawan juga tak disarankan memberi makan ikan di laut. Sebab, dikhawatirkan, perilaku ikan mencari makan bakal berubah. "Di laut, sudah tersedia makanan bagi mereka sendiri," katanya.
Pelancong hanya boleh memberi makan ikan di penangkaran. Sebab, kebiasaan alias tata cara makan ikan di penangkaran sudah berubah dari habitat aslinya. "Ikan di penangkaran mengandalkan makanan dari manusia," ujarnya. Selain itu, Aditya mengimbau pola penangkapan ikan di laut lepas tak boleh sporadis.
6. Berinteraksi dengan ikan
Meski tak boleh menyentuh terumbu karang, penyelam tetap diperkenankan berinteraksi dengan ikan. Namun kudu pelan-pelan dan peka. Penyelam tak disaranka membuat gerakan yang membikin ikan stres. "Apalagi dengan ikan yang berbahaya, seperti pari. Kudu hati-hati karena bisa berisiko melukai penyelam," ujarnya.