Beberapa kepala Ogoh-Ogoh menunggu disatukan dengan tubuh yang sedang dikerjakan, untuk keperluan menyambut Hari Raya Nyepi Tahun 1953 di Sanggar Gases Bali, Denpasar, Bali, Senin (4/3). TEMPO/Johannes P. Christo
TEMPO.CO, Jakarta - Sehari menjelang penyepian atau malam Pengerupukan, lomba ogoh-ogoh menjadi tradisi yang selalu diadakan oleh umat Hindu di Bali. Namun tahun ini Kuta menggelar lomba dengan cara berbeda dari Denpasar. Hal yang membedakan adalah tim penilai alias juri.
Adapun di Kuta, juri adalah para turis asing. "Mereka akan mendapat kupon dan memilih," ujar Kepala Kepolisian Sektor Kuta Komisaris I Gede Dedy Ujiana. Kupon yang disebar berjumlah ratusan. Ogoh-ogoh yang paling banyak dipilih akan keluar sebagai pemenangnya.
Turis yang memilih tidak memiliki kriteria khusus. Penilaian dilakukan saat ogoh-ogoh masih berkumpul di garis start, yang mengambil tempat di Monumen Ground Zero. Lomba ini diikuti oleh 13 peserta dari seluruh banjar (setingkat dusun) di Kuta.
Lomba akan dimulai beberapa jam sebelum pawai ogoh-ogoh secara massal dimulai. Rute yang dipilih tidak terlalu panjang. Mulai dari Ground Zero, pawai lomba bergerak menuju Pantai Kuta, dan kembali ke Ground Zero sebagai garis akhir.
Kemacetan tidak bisa dielakkan di kawasan ini. Untuk itu, polisi akan menutup Jalan Legian. "Selain Jalan Legian masih bisa dilalui," kata Dedy. Penutupan mulai dilakukan sejak jam 15.00 Wita, sampai 3 hingga 4 jam. Sementara, pawai secara massal akan dimulai sekitar jam 19.00 Wita hingga jam 22.00 atau 23.00 Wita.