TEMPO.CO, Sabang - Debur ombak menghantam batu-batu karang, menggelegar kaki tebing di muka tempat wisata Nol Kilometer Indonesia di Pulau Weh, Sabang, Aceh. Angin sepoi-sepoi menyejukkan cuaca yang mencapai lebih dari 30 derajat Celcius pada, Selasa, 25 Juni 2024.
Ratusan orang ramai mengunjungi tempat wisata di ujung barat Indonesia. Di depan Tugu Kilometer Nol (0) Pulau Beras tampak menyambung garis horizon di kejauhan, Samudra Indonesia sejauh mata memandang. Agak ke bagian barat, di kejauhan beberapa kapal kontainer bergerak perlahan menjauhi Sabang, menghilang di batas cakrawala. Pulau Rondo terlihat agak kecil di kejauhan.
Jalan Berkelok-kelok
Tempat pariwisata Nol Kilometer berada di salah satu ujung di Pulau Weh, sekitar 30-an kilometer dari Kota Sabang. Menuju ke tempat ini, setidaknya harus memakai mobil pribadi atau menyewa mobil. Jalan berkelok-kelok tajam, melewati jalan berbentuk huruf S hingga belasan kali. Butuh seorang sopir yang lihai mengemudi jalan yang berkelok tajam yang sering kali dalam posisi menanjak, sesekali menurun. Beberapa ruas jalan terlihat di beri penanda seng atau tanda kuning bergambar batu jatuh, memperlihatkan tempat itu rawan atau bekas longsor.
Suasana tempat penjualan suvenir di Tugu Kilometer Nol, Sabang, Aceh, Selasa (25/6). TEMPO/Dian Yuliastuti
Jalan menuju ke tempat tersebut sebenarnya bisa untuk dua arah, tetapi sangat mepet untuk dua kendaraan. Di satu sisi mepet tebing, sementara sisi lainnya kadang ditemui jurang. Jika bertemu kendaraan yang agak besar, masing-masing harus mengurangi kecepatan atau berhenti sejenak, memberi jalan yang lain.
Memasuki kawasan wisata ini, pengunjung disambut kawasan parkir yang rimbun dan adem. Terlihat beberapa monyet berkeliaran mendekati pengunjung di tempat parkir. Seperti objek wisata lainnya, menuju ke tempat ini, lapak-lapak pedagang suvenir memagari jalan menuju ke tugu. Pengunjung bisa membeli kaus-kaus, daster, topi, gantungan kunci, replika tugu atau kapal dengan tulisan Sabang atau Nol Kilometer.
Segarnya Rujak dan Air Kelapa Muda
Hal yang paling khas di tempat ini adalah rujak buah dengan ulekan kacang, gula merah, cabai, buah pisang mentah dan buah Rumbia sebagai sambalnya. Buah rumbia ini cukup unik, bentuknya hampir mirip salak, hanya saja lebih bulat dan terasa agak sepat. Terlihat beberapa laki-laki muda dan tua menguleg sambal dan mencampur dengan aneka buah: mangga manalagi, papaya mengkal, bengkoang, nanas, sangat segar dinikmati di siang hari.
Selain rujak, menyeruput air kelapa muda sambil menikmati pemandangan lautan lepas dan semilir angin, sungguh sebuah kenikmatan.