TEMPO.CO , Jakarta - Kelompok Sadar Wisata Sondakan Surakarta bersama Yayasan Warna Warni membuka kembali Museum Samanhudi mulai Jumat 18 Mei 2012. Museum itu tutup selama tiga tahun terakhir. Museum yang semula berada di Kampung Laweyan kini dipindahkan ke Kampung Sondakan, tempat lahir pendiri Syarekat Dagang Islam.
Senior Riset Assosiated Yayasan Warna Warni, Rahmat Bahari, mengatakan museum tersebut berisi foto-foto Samanhudi sejak masih kanak-kanak hingga tua. “Foto tersebut kami dapat dari berburu di Belanda,” kata Rahmat di sela-sela peresmian museum.
Museum tersebut juga memamerkan hasil repro kliping dari media terbitan Samanhudi bersama sahabat karibnya, Tirtoadi Suryo. Mereka menyajikan foto serta kisah pendek mengenai Tirtoadi Suryo, salah seorang tokoh pers di Indonesia.
“Hanya, sayangnya, kami belum berhasil mendapatkan artefak peninggalan Samanhudi,” kata Rahmat. Sulitnya menemukan benda peninggalan Samanhudi lantaran pengusaha batik itu meninggal dunia di tengah kebangkrutan, sehingga tidak memiliki harta benda.
Rahmat mengatakan museum tersebut dapat diakses oleh masyarakat secara gratis. Dia juga berharap masyarakat mampu mempelajari perjuangan Samanhudi dalam merebut kemerdekaan. “Dia berjuang sekaligus melakukan pemberdayakan perekonomian masyarakat,” kata Rahmat.
Mengenai pemindahan museum tersebut, Rahmat menyebutkan beberapa alasan teknis, sehingga museum itu harus dipindahkan. “Bangunan museum di Laweyan hanya mengontrak,” kata Rahmat. Sedangkan bekas pabrik batik yang disewa tersebut sudah tidak bisa diperpanjang. Saat ini museum menempati salah satu ruangan di kantor Kelurahan Sondakan.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Sondakan, Aalbicia Hamzah, menyebutkan bahwa sosok Samanhudi sudah ditetapkan sebagai ikon bagi kelurahan tersebut. “Sebab Samanhudi memang lahir di kampung ini,” katanya. Dia berharap keberadaan museum tersebut mampu meningkatkan tingkat kunjungan wisata di kawasan tersebut.
